Menuju konten utama

"Jangan Sampai Materi Menghalangi Mimpi Menjelajah Dunia"

Berkeliling dunia dengan moda pesawat udara mungkin biasa, tapi tidak dengan kendaraan bermotor. Jeffry Polnaja (54) melakukannya. Dengan menunggangi motor BMW R-1150-GS Adventure Limited Edition, pengusaha asal Bandung ini menjelajahi lima benua, melintasi 97 negara, serta menempuh jarak 420.000 km selama 2.163 hari.

Jeffry Polnaja [foto/dok.pribad]

tirto.id - Jeffry Polnaja atau biasa dipanggil Kang Jeje, tercatat sebagai orang kedua di dunia yang mengelilingi bumi dengan sepeda motor. Orang pertama adalah Emilio Scotto yang mengendarai Honda Gold Wing GL-1100 dengan menempuh jarak 735.000 km, pada periode 1985-1995.

Petualangan menantang maut dilakukannya dalam dua periode. Pertama, mulai 23 April 2006 hingga 30 November 2008, dengan mengusung misi "Ride for Peace". Start di Jakarta dan finish di Paris, Perancis. Kang Jeje sukses melintasi 72 negara dari target awal 45 negara. Etape kedua, dimulai 25 Mei 2012 hingga Oktober 2015, melintasi 25 negara.

Kang Jeje terinspirasi mengelilingi dunia setelah terjadi serangan teror terhadap menara kembar World Trade Center (WTC), New York City, AS, pada 11 September 2001. “Anak saya bertanya,'Pa, kenapa harus ada tragedi kematian, tetapi mengatasnamakan kedamaian?' Saya kaget mendengar anak di usia 9 tahun sudah bisa bertanya seperti itu,” katanya mengenang momentum yang kemudian membulatkan tekadnya untuk berkeliling dunia membawa misi perdamaian.

Simak bagaimana Kang Jeje harus memutar otak agar terbebas dari tiga milisi remaja yang menodongkan senjata ke arahnya saat melintasi hutan di Laos. Atau pengalamannya diberondong di Afghanistan, kiatnya kala kehabisan uang di AS, atau ketika mengalami kecelakaan fatal akibat bertabrakan dengan truk kontainer di Khazakstan.

Termasuk keusilannya beruji nyali di kamp Auschwitz I, kamp konsentrasi Nazi yang menjadi tempat pembunuhan 70 ribu orang Yahudi, di Polandia. “Saya tersentak oleh suara teriakan seorang anak. Saya merinding dan mencoba mencari tahu asal suara tersebut...;” paparnya. Berikut wawancara wartawan tirto.id, dengan Kang Jeje.

Apa yang membuat Anda memutuskan mengelilingi dunia mengendarai motor?

Pada tahun 2001, ledakan World Trade Center (WTC) di AS mengguncang dunia. Pada saat itu, anak saya bertanya,“Pa, kenapa harus ada tragedi kematian, tetapi mengatasnamakan kedamaian?” Saya kaget mendengar anak di usia 9 tahun sudah bisa bertanya seperti itu. Akhirnya saya pun merenung dan berjanji, suatu saat akan melakukan sesuatu untuk menunjukan padanya bahwa perdamaian juga bisa dilihat dunia dengan jalan yang damai pula.

Jadi itu momentum awalnya?

Ya, dari situlah muncul niat saya untuk berpetulang keliling dunia. Saya membawa misi 'Ride for Peace'. Tepat pada 23 April 2006, saya meninggalkan tanah air untuk memulai perjalanan menjelajah dunia dengan motor.

Sepanjang tahun 2006-2008 merupakan etape pertama mengelilingi dunia. Saya mendapatkan sambutan hangat diberbagai belahan dunia. Sebanyak 72 negara saya kunjungi, jauh melampaui target 45 negara. Pada 30 November 2008, saya kembali ke tanah air.

Rupanya itu belum finish dari petualangan Anda berkeliling dunia?

Ya, setelah sukses melakukan perjalanan keliling dunia etape pertama, saya kembali mengibarkan bendera Indonesia dengan misi 'Ride for Peace - Solo Riding Exploring Five Continents on Two Wheels'. Perjalanan seorang diri dengan sepeda motor dimulai pada 25 Mei 2012 dan kembali ke Indonesia pada Oktober 2015. Semangat saya masih sama seperti saat finish di Eropa empat tahun lalu, yaitu semangat anak muda Indonesia yang pantang menyerah.

Kali ini, saya menambah misi perjalanannya dengan tema 'The Green Spirit' atau 'Semangat Penghijauan'. Tema 'The Green Spirit' sangat penting di tengah isu kerusakan lingkungan hidup yang semakin serius di seluruh dunia. Kita yang menjadi bagian dari masyarakat otomotif dunia harus ikut bertanggungjawab terhadap kerusakan lingkungan. Saya ingin menyampaikan pesan bahwa setiap orang harus memulai perilaku sadar lingkungan. Menanam pohon hal yang paling mudah dilakukan.

Berapa jauh jarak tempuh seluruh perjalanan Anda?

Total jarak tempuh perjalanan keliling dunia pertama dan kedua adalah 420.000 km atau sebanding dengan delapan kali panjang lingkar bumi. Saya pikir angka delapan punya arti khusus bagi banyak orang, termasuk saya. Angka ini memiliki garis tak putus, sehingga sesuai dengan moto perjalanan saya, di mana perjuangan menjadikan kedamaian di dunia tidak akan pernah putus.

Berapa benua dan negara yang sudah Anda jelajahi?

Saya menjelajahi 97 negara di lima benua, yakni Asia, Afrika, Eropa, Amerika, dan Australia. Perjalanan itu membutuhkan waktu 2.163 hari. Sebanyak 951 hari pada etape pertama dan 1.212 hari etape kedua. Perjalanan saya lakukan mengendarai dua unit sepeda motor BMW R-1150-GS kelas petualang produksi tahun 2005. Sayang, satu unit hilang di Belanda dalam perjalanan awal etape kedua.

Berapa banyak bahan bakar yang Anda habiskan?

Selama perjalanan, saya menghabiskan kurang lebih 42.000 liter bensin. Di mana setiap jarak tempuh 10 km, motornya menggunakan 1 liter bensin. Saya juga tidak pernah lupa memenuhi stok bensin dalam jerigen. Langkah itu untuk mengantisipasi saat sulit menemukan tempat pembelian bahan bakar. Pengalaman membeli bahan bakar, saya mendapat harga paling mahal di Amerika Selatan dan paling murah di Arab Saudi, yakni Rp 2.000 per liter.

Sementara untuk ban motor selama perjalanan, saya telah menggunakan 39 pasang ban. Selalu mengganti ban sebelum habis atau tipis, demi menjaga keamanan berkendara. Saya menggunakan ban depan 110/80-ZR19 dan belakang 150/70-ZR17 dari BMW.

Berapa biaya yang Anda habiskan untuk petualangan itu?

Saya bukan orang yang berlebih secara materi. Perjalanan ini intinya bukan uang. Nominal tertentu tidak akan cukup. Baik Rp 1 miliar atau Rp 3 miliar niscaya akan habis. Jangan sampai kendala materi menghalangi mimpi touring menjelajah dunia. Intinya mengasah skill agar mampu dijual ketika berkelana di luar negeri.

Pernah kehabisan uang dalam perjalanan?

Saya pernah kekurangan uang saat memperbaiki mesin di Amerika Serikat. Biaya perbaikan mesin mencapai 3.000 dolar, padahal uang tinggal 500 dolar. Saya berpikir bagaimana dapat uang. Akhirnya terpikir untuk menjual foto saat perjalanan touring. Lumayan juga, satu foto jepretan saya dibeli 200-300 dolar.

Saya sendiri berprinsip, jangan pernah memohon imbalan meski keadaan kantung kering. Jangan pernah memelas kepada orang. Suatu ketika saat kehabisan uang, saya datangi seorang pemilik toko. Saya bilang kepadanya,”Saya orang Indonesia sedang bertualang seorang diri mengelilingi dunia. Saya mau bekerja paruh waktu di tempat anda untuk melanjutkan perjalanan.” Dia mau memberi saya pekerjaan. Dengan cara seperti itu, mereka lebih respect. Banggalah jadi orang Indonesia.

Apa pengalaman yang cukup mengesankan?

Kejadian saat di Laos. Awalnya saya menelusuri jalan yang sepi di tengah hutan. Di tengah perjalanan, saya dihentikan oleh tiga milisi remaja dengan todongan senjata. Padahal, beberapa kilometer lagi saya sudah mencapai Song Cha.

Saya ditawan tiga milisi tadi. Beragam kata sudah mereka lontarkan, tetapi saya tidak mengerti. Saya mencari ide untuk menghadapi mereka. Di mana-mana remaja sama saja, menyukai hal-hal baru dan menarik. Dengan hati-hati dan menggunakan bahasa tubuh, saya meminta izin untuk membuka bagasi motor. Saya menunjuk bagasi motor berkali-kali, sambil sesekali mengangkat kedua tangan menandakan sikap pasrah dan mengharap kedamaian.

Mereka memperhatikan dengan cermat, ketika saya mengambil sekotak kartu remi khusus untuk sulap. Untung saja saya masih menyimpannya. Saya tunjukkan kartu itu sambil berkali-kali berkata,“Magic.” Maksud saya agar mereka paham. “Magic? Yeah...,” sahut yang paling tua memahami perkataan saya.

Raut wajahnya mulai bersinar. Dua temannya juga mengangguk-anggukkan kepala. Saya mulai unjuk gigi melakukan sulap. Melihat keahlian saya bermain sulap, mereka mulai tersenyum.

Lalu apa yang terjadi?

Seketika pandangan mereka terhadap saya berubah. Mereka menatap penuh kagum dan penasaran. Gerakan siaga mereka mulai mengendur. Moncong senjata perlahan mulai turun. Lalu saya mulai berpikir cara melepaskan diri dari mereka.

Sebelum tiba di lokasi milisi ini, teman-teman di Laos menceritakan budaya minum-minum. Katanya urusan sulit bisa cepat beres. Akhirnya saya mengambil sebotol minuman keras dan menawarkan kepada mereka. “Hey guys, do you want to drink? Drink?” tawar saya sambil memperagakan jurus dewa mabuk ala 'Drunken master' dengan botol yang masih tertutup. Tawa mereka merekah.

Selanjutnya, saya mengetuk bagian atas tangki bensin. Bunyinya yang nyaring semakin meyakinkan mereka kalau tangki kosong. Padahal ini akal-akalan saya agar bisa melepas diri. Mereka memahami maksud saya. Yang tertua mengambil botol minuman keras dan menunjuk arah tempat pom bensin.

Lalu, saya mengangguk-angguk dan salah satu dari tiga milisi tersebut menggoyangkan tangan kanannya, mempersilahkan saya pergi mengisi bensin. Tanpa menunda lama, saya naik motor dan menyalakan mesin. Ketiga remaja itu, tampaknya sudah melupakan saya dan sibuk menikmati minuman keras, hahaha...

Ada pengalaman menarik lain?

Cobaan datang lagi ketika saya di Afghanistan. Dalam perjalanan, saya diberondong tembakan senjata oleh orang yang tak saya ketahui dari mana asal tembakan tersebut. Mungkin mereka mengira saya orang Amerika Serikat karena menggunakan motor besar. Selama ini memang tidak ada orang asing yang berani menelusuri jalan tersebut.

Pada akhirnya, saya menjatuhkan motor dan berlindung. Saat didatangi oleh mereka, saya mengatakan,”I’m Indonesia..., Indonesia!”. Mereka paham dan membebaskan saya.

Pernah mengalamai kecelakaan selama perjalanan?

Saya mengalami kecelakaan berat pada Selasa petang, 7 Agustus 2012. Lokasinya 201 km menjelang kota Astana, Khazakstan. Saya bertabrakan dengan truk kontainer. Meski tetap dalam kondisi sadar, kecelakaan itu telah membuat tulang tumit kaki kiri saya retak.

Hasil pemeriksaan dokter di Rumah Sakit Republican Research and Center Emergency Medical Care menyatakan, saya harus menjalani proses penyembuhan kaki sekurangnya selama satu bulan. Tetapi keajaiban terjadi. Entah berkah apa yang menaungi diri saya? Tapi saya yakin ini adalah keajaiban Yang Maha Kuasa. Hanya dalam sepekan, saya sudah bisa melanjutkan perjalanan.

Apa kisah suka dan dukanya?

Kalau duka, saya pernah alami pertaruhan antara hidup dan mati di Balukistan, salah satu provinsi di Pakistan. Wilayah itu sekitar 40% terdiri dari gurun pasir, bukit berbatu dan sabana. Dataran tandus itu saya taklukan sendiri. Terlebih keadaannya sepi. Kendaraan motor jarang melintas, termasuk orang berjalan kaki atau menunggang unta.

Sedang asyik melintas di jalan berpasir, mungkin 30-40 meter lebarnya, saya melihat mobil pick up di kejauhan dari arah berlawanan. Mobil berjalan tidak lurus. Berkelok-kelok seperti dikendarai sopir yang sedang mabuk dan menuju ke arah saya.

Ternyata firasat saya benar, mobil tersebut semakin mendekat dan saya tidak bisa menghindar. Saya langsung loncat dari motor dan membentur gundukan pasir. Sementara mobil terus melaju.

Kejadian naas tersebut menghancurkan sebagian motor saya. Badan saya pun rasanya sudah tidak karuan. Tangan saya terkilir dan rasa sakit terus menjalar hingga bahu dan leher.

Lalu apa yang kemudian terjadi?

Tak mau terlalu lama menahan sakit, saya memutuskan melanjutkan mengendarai motor. Meski dengan tertatih menahan sakit, saya tak lantas patah semangat untuk terus melaju. Hingga akhirnya saya benar-benar merasakan lelah dan lemah.

Saya turun dari motor dan merenungi apa yang telah terjadi. Sakit di badan terus bertambah dengan rasa haus yang tiada tara. Saya semakin pasrah dengan keadaan. Puncaknya, ketika saya menengadah ke langit, burung-burung bermunculan seakan memberi isyarat kematian.

Saya tahu, itu burung pemangsa bangkai. Saya semakin yakin, mungkin ini detik terakhir saya. Saya terus berdoa dengan perasaan pilu menahan sakit dan rindu. Rindu pada semua keluarga, sahabat, dan orang terkasih yang saya tinggalkan.

Tapi tak lama kemudian, bukan kematian yang saya dapatkan. Saya justru merasakan sebuah perasaan yang membangkitkan energi. Saya mencoba bangkit dan mendekati motor. Kemudian mencoba melaju kembali. Motor yang sebagian rusak justru terasa lebih ringan. Badan yang sakit sudah tidak terasa lagi.

Kalau kisah sukanya?

Sering saya menikmati barang mewah gratis saat bertemu kerabat yang baik hati, serta hal-hal menyenangkan lainnya. Salah satunya, merasakan bermalam di Burj Al Arab, Dubai. Hotel tertinggi di dunia yang dibangun di atas pulau buatan dengan kemewahan kelas dunia. Dan pastinya, saya tidak merogoh kocek sepersen pun. Padahal jika bayar, semalam menginap di hotel itu bisa menghabiskan hingga 3.000 dolar. Fantastis kan.

Saya juga sempat mendatangi bengkel pusat BMW di Jerman. Saya sempat khawatir bakal mengeluarkan biaya mahal untuk perbaikan. Saya justru mendapat kejutan. Saya dijanjikan sebuah kendaraan baru. Namun, saya menolak. Bagi saya, ada sejarah yang tercatat di motor ini dan saya ingin motor ini kembali ke Tanah Air untuk nantinya dimuseumkan. Akhirnya saya mendapatkan servis gratis, sekaligus cuci motor gratis.

Ada pengalaman yang unik?

Saya pernah mencoba uji nyali. Saat di Polandia, saya memutuskan untuk bermalam di Kamp Auschwitz I. Itu katanya, salah satu kamp konsentrasi Nazi Jerman pada Perang Dunia II yang menjadi simbol genosida bagi 5,6 juta orang Yahudi di seluruh Eropa atau dikenal dengan The Holocaust.

Saya sempat disebut orang gila oleh penjaga Kamp tersebut. Tetapi keputusan saya sudah bulat. Saya mendirikan tenda di samping gerbang luar Kamp Auschwitz I. Setelah kenyang mengisi perut, saya memutuskan segera tidur.

Tak lama kemudian, saya tersentak oleh suara teriakan seorang anak. Saya merinding dan mencoba mencari tahu asal suara tersebut. Namun, hati saya ragu. Ada perasaan takut bertemu dengan hantu. Tetapi rasa penasaran lebih dalam.

Tak lama kemudian, suara tersebut menghilang dengan suara serigala. Saya memutuskan kembali tidur. Pagi harinya saya ceritakan pengalaman tersebut kepada penjaga gerbang. Menurut mereka, teriakan tersebut terdengar setiap malam.

Apa nilai yang Anda selama perjalanan keliling dunia?

Saya selalu memegang satu nilai yang diajarkan oleh orang tua saya, yakni hidup seperti menanam. Jika menanam bibit yang baik, maka bisa memakan buah yang baik. Sebaliknya, kalau menanam bibit yang jelek, jangan berharap memetik hasil yang bagus.

Ketika kita sudah menanam bibit yang bagus, tak usah mengharapkan buah yang ranum karena itu akan datang dengan sendirinya. Namun jangan lupa untuk merawatnya dengan menyirami dan memberi pupuk kehidupan yang baik. sehingga hasilnya pun tidak akan mengecewakan.

Apa yang Anda dapatkan setelah melintasi 97 negara?

Dengan mata telanjang, saya mendapatkan banyak pengalaman. Saya telah berada dalam fase-fase perubahan di muka bumi. Hal ini menuntun saya, bahwa sebenarnya tidak ada yang membedakan antara manusia yang satu dengan manusia lainnya. Saya sulit membedakan ras manusia dalam perjalanan ini.

Saya menemui perubahan warna kulit manusia, dari putih, cokelat, lalu menghitam dari satu daerah ke daerah lainnya. Saya juga melihat perubahan dari mata yang sipit, oval, hingga bulat. Dari rambut lurus hingga ikal. Jadi buat apa manusia berperang?

Apa pesan Anda buat anak muda Indonesia?

Siapa bilang Indonesia bangsa lemah? Kalau saya bisa menunjukkan kegigihan ketika menyampaikan pesan perdamaian di 97 negara, mengapa kalian tidak bisa? Indonesia bangsa besar. Kalian semua bisa melakukannya asalkan memiliki semangat pantang menyerah.

Kita semua juga harus menjaga perdamaian di dunia. Peperangan dan konflik kemanusiaan yang masih terjadi di beberapa negara di dunia, seharusnya mampu dihentikan jika setiap manusia memahami betapa kecilnya dunia yang begitu indah ini.

Baca juga artikel terkait WAWANCARA atau tulisan lainnya dari Reja Hidayat

Reporter: Reja Hidayat
Penulis: Reja Hidayat
Editor: Nurul Qomariyah Pramisti