Menuju konten utama

Jangan Pernah Meremehkan Pilot Perempuan

Dari sekitar 13.000 pilot di seluruh dunia, jumlah pilot perempuan hanya mencapai 3 persen atau 4.000 orang.

Jangan Pernah Meremehkan Pilot Perempuan
Tammie Jo Shults; 1988. FOTO/Istimewa

tirto.id - "Beberapa anggota badan pesawat kami hilang sehingga kami harus sedikit melambat."

"Southwest 1380, Anda bebas menentukan kecepatan. Pertahankan pada ketinggian di atas 3.000 kaki."

"Baik. Bisakah petugas kesehatan juga menemui kami di landasan pacu? Ada penumpang yang terluka."

"Penumpang yang terluka. Oke. Apa fisik pesawat Anda terbakar?"

"Tidak, fisik pesawat tidak terbakar tapi ada bagiannya yang hilang. Mereka mengatakan ada lubang dan seseorang keluar."

"Maaf, ada lubang dan seseorang keluar? Southwest 1380 tidak masalah kami akan menyelesaikannya. Jadi bandara ada di sebelah kanan anda, tolong lapor jika Anda melihatnya..."

Independent membeberkan percakapan yang terekam pemandu lalu lintas udara (Air Traffic Control/ATC) tersebut. Sebelumnya, pilot Tammi Jo Shults mengabarkan bahwa pesawatnya terbang hanya dengan satu mesin. Selang satu menit kemudian, Shults berhasil melakukan pendaratan darurat di Bandara Internasional Philadelphia, Amerika Serikat.

Lepas landas di New York, pesawat Boeing 737-700 yang dikemudikan pilot asal Texas tersebut seharusnya mendarat di negara bagian Dallas. “Terima kasih, kami akan berhenti di sana di dekat truk pemadam kebakaran. Terima kasih atas bantuannya, teman-teman,” katanya sopan pada kru pemandu lalu lintas udara seperti yang dilansir Independent.

CBS News melaporkan mesin pesawat Southwest Airlines 1380 yang mengangkut 149 penumpang tersebut meledak pada Selasa, (17/04/18). Serpihan ledakan lalu mengenai jendela serta merusak badan pesawat. Sebanyak satu penumpang dinyatakan meninggal dan tujuh orang lain mengalami luka ringan. Dilaporkan oleh news.com.au, penumpang yang tewas adalah Jennifer Riordan, seorang petinggi bank Wells Fargo. Ia meninggal akibat tersedot keluar jendela yang pecah akibat serpihan ledakan.

Seperti yang diberitakan The Washington Post, Alfred Tumlinson, 55 tahun, duduk di samping istrinya di barisan tempat duduk sebelah kiri, dua kursi dari belakang, saat terbang di pesawat Southwest Airlines 1380. Saat ledakan terjadi, ada suara menenangkan datang dari interkom pesawat. “Ia berbicara pada kami dengan sangat tenang,” kata Tumlinson.

“Kita akan turun, kita tidak akan jatuh, kita akan turun, kuatkan diri kalian,” ia menirukan ucapan sang pilot kala itu.

Shults pun mengatakan agar penumpang mengubah posisi duduk sesuai instruksinya. “Semuanya harus duduk condong ke depan, tangan ditaruh di kursi depan. Anda harus tahu kalau Anda mendarat, Anda mendarat dengan keras,” kata Shults. Meski begitu, Tumlinson mengatakan Shults tidak mengempaskan burung besi tersebut ke tanah. Ia justru mendaratkan pesawat dengan hati-hati.

Menurut Guardian, Shults sempat menghampiri penumpang seraya menanyakan keadaan dan mengucapkan terima kasih setelah pesawat mendarat. Penumpang bernama Diana McBride berterima kasih pada Shults melalui Facebook atas panduan dan keberaniannya saat menghadapi situasi traumatis. “Ia pahlawan sejati Amerika,” tulis McBride di akun media sosialnya.

Pada Februari 2018, pilot perempuan asal India juga dipuji berkat keberhasilannya menghindari tabrakan dua pesawat di atas kota Mumbai. The Times of India memberitakan pesawat Air India AI 631 dan Vistara UK 997 hampir bertabrakan gara-gara ada miskomunikasi antara pemandu lalu lintas udara dan pilot pesawat Vistara. Pesawat Vistara turun dari level ketinggian 29.000 kaki menjadi 27.000 kala itu. Pada saat bersamaan, pesawat Air India datang dari arah berlawanan.

Di tengah situasi itu, Kapten Anupama Kohli mengambil tindakan yang akhirnya menyelamatkan ratusan nyawa penumpangnya. Pilot perempuan dengan pengalaman lebih dari 20 tahun itu melihat pesawat Vistara mendekat dari arah kiri ke kanan menuju pesawat Air India.

Lampu merah di kokpit pun menyala, tanda bahwa pesawat Vistara telah melanggar level ketinggian pesawat Air India. Tak lama kemudian, resolution advisory (perintah alat pencegah tabrakan) meminta pesawat untuk naik. Kapten Kohli pun menaikkan pesawat lalu membelokkannya ke arah kanan guna menjaga jarak aman dengan pesawat Vistara.

Infografik Pilot Perempuan

Ketika Perempuan Menjadi Pilot

Meski menolak memberikan keterangan, Kapten Tammie Jo Shults jadi buah bibir. Orang membicarakan kisah hidupnya merintis karier sebagai pilot. Menurut AJ+, Shults telah menjadi pilot Southwest Airlines selama 30 tahun. Pada tahun 1980-an, ia berniat masuk Angkutan Udara Amerika Serikat tapi ditolak karena berjenis kelamin perempuan. Shults kemudian diterima menjadi pilot di Angkatan Laut AS.

Namun, penolakan dengan alasan ‘ia seorang perempuan’ masih berlanjut. Berkali-kali Shults ditolak menjadi pilot pesawat tempur karena ada aturan yang melarang perempuan terjun ke medan perang. Ia pun menghabiskan waktu selama 10 tahun sebagai pelatih dan pendukung Angkatan Laut sebelum keluar pada 1993.

Pilot memang dinilai sebagai “pekerjaan” laki-laki. BBC mengabarkan, penelitian yang dilakukan untuk maskapai British Airways memperlihatkan bahwa perempuan menangguhkan mimpi sebagai pilot karena kurangnya sosok panutan. Mereka diminta percaya bahwa pilot bukanlah pekerjaan perempuan melainkan laki-laki.

Menurut data International Society of Women Airlines Pilot (ISA) yang dikutip Telegraph, dari sekitar 13.000 pilot di seluruh dunia, jumlah pilot perempuan hanya mencapai 3 persen atau 4.000 orang. Data easyJet menyebutkan angka lebih besar, yakni 5 persen.

Pilot perempuan juga harus menghadapi masalah kurangnya kepercayaan orang pada kemampuan yang mereka miliki. Maria Pettersson, Maria Fagerström, dan Malin Rydqvist, ko-pilot maskapai penerbangan di Eropa, menjelaskan pengalaman tersebut kepada Elle.

“Aku menemukan komentar seperti ‘Saya lebih suka pesawat saya disetiri kapten pria tua,” kata Fagerström. Tapi mereka, lanjut Rydqvist, "tak tahu kenapa punya jawaban seperti itu.”

Tidak hanya berhenti di situ. Komentar lain seperti ‘Saya lebih percaya diri dengan suara laki-laki yang berbicara di pengeras suara’ atau ‘Saya lebih percaya jika pilotnya laki-laki mantan tentara’ pun pernah mereka dengar.

Fagerström berharap semoga komentar-komentar semacam itu bisa berubah. “Mematahkan stereotipe adalah penting untuk memperlihatkan kalau orang lain bisa melakukannya,” kata Pettersson. “Untuk keluar dari apa yang disebut normal, untuk memperlihatkan kemungkinan pada perempuan muda lainnya.”

Anggapan bahwa pilot adalah “pekerjaan” laki-laki juga berlaku di Indonesia. Dalam buku Burung Besi Monika: Kisah Pilot Perempuan dengan Semangat Tiga Kali Lipat Pilot Pria (2016), Kapten Monika Anggreini menjelaskan dominasi pria di dunia penerbangan, khususnya pilot, tercermin dari data jumlah pilot Indonesia yang mempunyai ATPL (Airline Transport Pilot License) dan CPL (Commercial Pilot License).

Pilot pemegang CPL berhak menerbangkan pesawat komersil berisi penumpang sehingga bisa bekerja di maskapai penerbangan. ATPL menjadi lisensi yang wajib dimiliki pilot yang ingin menjadi kapten.

Menurut data Direktorat Kelaikan Udara dan Pengoperasian Pesawat Udara Kementerian Perhubungan per September 2015, jumlah pilot perempuan yang mempunyai ATPL hanya 8 dari 3.111 orang (0,25 persen). Pilot wanita yang mengantongi ATPL, lanjut Monika dalam bukunya, berjumlah 55 dari 6.282 orang (0,88 persen). Dengan demikian, pilot perempuan jumlahnya masih di bawah 1 persen dari total jumlah pilot yang ada di Indonesia.

Meski begitu, Monika mengatakan angka pilot perempuan di Indonesia sudah bertambah banyak selama tiga tahun terakhir.

“Saya pernah bikin survei kecil-kecilan tahun 2015. Waktu itu masih sedikit sih jumlahnya, CPL itu 55 orang dan ATPL itu di bawah 10 tapi sekarang setelah tiga tahun kemudian saya di Air Asia aja yang tadinya tahun 2005 sampai 2012 di Indonesia Air Asia baru saya sendiri, setelah tahun 2012 sampai 2018 sudah ada kurang lebih 20 orang,” katanya kepada Tirto.

Hal senada juga diutarakan oleh Kapten Iin Irjayanti. “Pilot wanita di Indonesia sudah sangat banyak dan aku bersyukur pilot perempuan dulu yang minoritas sekarang sudah banyak banget. Menurut aku dengan bertambahnya pilot wanita ini lebih membuka peluang untuk anak-anak muda yang wanita,” katanya saat dihubungi Tirto.

Iin pun menjelaskan saat ini jumlah pilot perempuan di organisasi Indonesia Women Pilot di mana ia bergabung sudah mencapai 100 orang lebih.

Ketika disinggung soal stereotipe dan diskriminasi pada pilot perempuan, Iin mengaku tidak mempunyai pengalaman terkait hal tersebut. “Kalau diskriminasi enggak ada. Dari instruktur juga Alhamdulillah baik banget. Mereka galak tapi bukan karena enggak suka,” ujarnya.

Sebaliknya, Monika mengaku pernah menerima ucapan yang mengarah ke stereotipe atau diskriminasi. “Ya kalau pengalaman ada cuma saya enggak pernah memikirkan. Kan anjing menggonggong, kafilah berlalu. Terserah mereka mau ngomong apa tapi saya membuktikan kalau saya bisa,” akunya.

Monika dan Iin sepakat mengatakan bahwa kesempatan perempuan zaman sekarang untuk menjadi pilot lebih besar. Iin pun menekankan calon siswa untuk memanfaatkan kemudahan teknologi guna mencari informasi soal pendidikan pilot.

“Dunia penerbangan sangat membutuhkan pilot karena berbagai maskapai berlomba-lomba menambah armada. Flying school juga udah banyak banget sekarang. Lebih sering browsing kan internet di mana-mana,” ujarnya.

Meski begitu, Monika mengingatkan bahwa sekolah serta perjalanan menjadi pilot membutuhkan biaya dan waktu yang tidak sedikit. “Biaya yang diperlukan tidak sedikit sedangkan orangtuanya belum tentu setuju. Jadi perencanaan keuangan dan pendidikan harus dipikirkan,” pungkasnya.

Baca juga artikel terkait PENERBANGAN atau tulisan lainnya dari Nindias Nur Khalika

tirto.id - Sosial budaya
Reporter: Nindias Nur Khalika
Penulis: Nindias Nur Khalika
Editor: Windu Jusuf