tirto.id - Dalam dunia kesehatan ada istilah Penyakit Tidak Menular (PTM). PTM lebih seram dari istilahnya, sebut saja stroke, hipertensi, diabetes, kanker, jantung, dan sebagainya, adalah daftar PTM yang bisa menghinggapi setiap orang.
Pencegahan PTM termasuk jantung sangat tergantung perilaku seseorang, bisa berawal dari kebiasaan sehari-hari. Penyakit semacam ini tak mengenal usia hingga kelas sosial atau profesi, termasuk artis sekalipun.
Kisah artis muda Irene Justine pada Mei 2016 lalu bisa jadi pelajaran berharga. Awalnya tak ada tanda-tanda kematian dalam gerak-gerik Irene, pada Kamis (26/5/2016). Kondisi tubuhnya terlihat sehat. Dengan riang, dia tertawa terbahak-bahak dan aktif mengikuti arahan pembawa acara Denny Cagur dalam taping kuis Baper yang tayang di RCTI.
Tiba-tiba saja, Irene yang berdiri diapit peserta lainnya jatuh ambruk layaknya pohon dihembus badai. “Jatuhnya ke depan kayak pohon tumbang. Kaku banget, enggak kayak orang yang pingsan,” ucap Indah Rahadjo, teman Irene yang juga jadi peserta kuis.
Selang beberapa jam kemudian, Irene dinyatakan meninggal dunia. Diagnosis dokter menyebutkan Irene terkena serangan jantung. Banyak orang awam tak percaya dengan pernyataan dokter, mengingat secara usia, umur dara kelahiran Bandung ini relatif muda, baru 22 tahun.
Di samping itu, pola hidup Irene pun terlihat sangat sehat. Dari akun media sosialnya, Irene terlihat rutin fitness di pusat kebugaran. Ragam hidup ini yang membuat postur tubuhnya tetap terjaga, tetap kurus tinggi langsing dengan perut sixpack layaknya seorang atlet. Dari kondisi fisik ini kita bisa memastikan bahwa kadar kolesterol dan lemak darah di tubuh Irene masih dalam batas normal.
Jauh sebelum kasus Irene, ada Adjie Masaid yang juga meninggal secara mendadak. Sebabnya sama yakni serangan jantung. Adjie meninggal beberapa jam usai bermain bola di Stadion Lebak Bulus.
Ketika meninggal usianya menginjak 43 tahun. Meski relatif tak terlalu muda, tetapi kasus yang menimpa Adjie ini adalah ironi karena dia dikenal pribadi yang sehat. Tubuhnya proporsional karena rutin berolahraga. Diapun pemilih ketat dalam soal asupan konsumsi makanan.
Ada pula putra Menteri Kelautan dan Perikanan RI Susi Pudjiastuti, Panji Hilmansyah yang meninggal secara mendadak. Panji yang baru berusia 31 tahun meninggal dalam tidur. Keluarga menduga Panji mengalami gagal jantung. Namun, ada pula yang menyebut Panji terkena serangan jantung.
Cerita-cerita di atas adalah ultimatum bagi kaum muda sekarang untuk mengantisipasi penyakit jantung yang bisa datang kapan saja.
Berdasarkan estimasi Kementerian Kesehatan tahun 2013, sebanyak 39 persen penderita jantung di Indonesia berusia 44 tahun ke bawah. Menariknya, 22 persen di antaranya berumur 15-35 tahun, yang merupakan masa fisik produktif dalam kehidupan manusia.
Jumlah penderita jantung tertinggi ada pada kelompok usia 45-65 tahun, dengan persentase 41 persen. Selisih yang tak berbeda jauh antara umur 45 ke bawah dan 45 ke atas jadi penegas bahwa tren risiko penyakit jantung datang pada usia muda semakin meningkat.
Faktor lain yang mesti diwaspadai adalah tingginya persentase pengidap jantung koroner di usia muda. Hampir 27 persen kasus jantung koroner di Indonesia terjadi pada kelompok usia 35 tahun ke bawah – dengan 12 persen di antaranya dialami orang 25 tahun ke bawah.
Mayoritas penderita penyakit jantung koroner disebabkan aliran darah ke jantungnya terhambat oleh lemak. Penimbunan lemak di dalam arteri jantung ini dikenal dengan istilah aterosklerosis dan merupakan penyebab utama penyakit jantung koroner.
Selain dapat mengurangi suplai darah ke jantung, aterosklerosis juga dapat menyebabkan terbentuknya trombosis atau penggumpalan darah. Jika ini terjadi, aliran darah ke jantung terblokir sepenuhnya dan serangan jantung pun terjadi. Faktor pemicu aterosklerosis meliputi kolesterol yang tinggi, merokok, diabetes, serta tekanan darah tinggi.
Tingginya angka jantung koroner tak lepas dari angka obesitas pada kelompok di bawah 30 tahun yang juga meningkat. Diperkirakan 30 persen orang di bawah 30 tahun di Indonesia mengalami kegemukan. Tingginya angka obesitas berdampak ancaman penyakit kardiovaskular yang juga mengambung,
Hal ini diamini Direktur Rumah sakit Umum Daerah dr Pirngadi Medan, dr Amran Lubisini. Dia mengatakan kasus penyakit jantung saat ini terus meningkat dan justru sekarang yang diserang kalangan usia muda berumur 30-an. "Sementara kalau dulu dalam literatur kedokteran, biasanya risiko jantung menyerang usia 40 tahun untuk laki laki, sedang perempuan di atas 55 tahun," katanya.
Ia mengatakan penyebab usia muda terserang penyakit jantung ini di antaranya karena pola hidup, stres tinggi, lingkungan tidak sehat, dan pola makan salah yang berujung pada obesitas. “Kalau dibandingkan tahun 2012, jumlah penderita penyakit jantung saat ini meningkat sekitar 20 sampai 30 persen, dan mayoritas adalah anak muda,” katanya.
Menjaga asupan makanan dan mengontrol berat badan agar tetap ideal itu penting, tetapi bukan berarti anak muda bisa terbebas sepenuhnya dari ancaman serangan jantung, Terbukti dari kasus yang menimpa Irena dan Adji Masaid.
Sebuah statistik memaparkan kasus kematian yang menimpa olahragawan di Amerika Serikat. Sebanyak 16 persen di antaranya adalah serangan jantung dadakan. Faktor penyebabnya adalah kardiomiopati hipertrofik, yakni otot jantung yang menebal dan cenderung kaku karena terlalu diforsir berlebihan. Banyak faktor yang menyebabkan hipertrofik, tetapi yang lebih sering terjadi karena diakibatkan faktor genetik.
Jika memiliki orang tua atau keluarga terdekat yang mengidap jantung kita harus sedikit waspada. Karena itulah pentingnya memeriksakan kesehatan jantung sejak dini. Meski masih berusia muda, jangan segan melakukan medical check-up ke dokter.
Di luar itu, seseorang yang terlihat sehat tidak bisa diartikan dia 100 persen sehat total. Stres yang berlebihan juga bisa jadi penyebab serangan jantung dadakan. Stres yang sangat mendadak dan cukup berat dalam waktu singkat itu bisa menyebabkan banyak hal yang terjadi dan mengganggu sistem-tubuh terutama pembuluh darah dan menyebabkan hipertensi.
Hipertensi maupun penyakit jantung koroner bisa dicegah dengan pola hidup yang sehat. Bagi beberapa orang, tema “Masyarakat Hidup Sehat, Indonesia Kuat” untuk memperingati Hari Kesehatan Nasional Ke-52 pada 12 November, barangkali terasa klise. Namun, tak salahnya untuk direnungkan sejak dini bagaimana menjalani hidup sehat. Menghindari "investasi" penyakit sejak dini sebuah keputusan bijak yang tak boleh ditunda-tunda.