Menuju konten utama

Ancaman dari Depan Mata Kita

Penggunaan layar-layar digital hampir banyak dijumpai dalam segala peralatan di rumah maupun tempat kerja. 

Ancaman dari Depan Mata Kita
Ilustrasi seorang pekerja mengistirahatkan mata setelah bekerja di depan komputer. [Foto/Shutterstock]

tirto.id - Rava melempar tas sekolahnya begitu tiba di rumahnya yang terletak di kawasan Depok, Jawa Barat. Kakinya langsung melangkah menghampiri sebuah tablet yang sedang di-charge di kamarnya. Tangannya yang cekatan meraih dan langsung menyentuh layar tablet, suara permainan game pun memecah ruangan.

Aktivitas Rava di depan tablet sudah keranjingan. Anak berumur 6 tahun ini sering kali mendapati suapan sendok makan siang dari ibunya sambil matanya terfokus pada layar tablet mininya. Suara panggilan teman dari pagar rumahnya tak ditanggapi, matanya tak berpindah dari layar tablet.

Rava adalah potret sebagian besar anak masa kini di perkotaan. Ia merepresentasikan kehidupan modern anak-anak era digital. Sisa waktu setelah bangun tidur jadi masa yang terberat bagi mata manusia era modern. Perkembangan teknologi yang serba digital mendorong manusia tak ada pilihan lain dihadapkan dengan berbagai layar. Selain layar gadget yang ada di tangan mereka, orang juga harus berhadapan layar TV hingga laptop atau komputer untuk kebutuhan kerja.

Berbagai studi di dunia mengungkapkan adanya ancaman terhadap mata manusia modern yang mengintai sejak dini. Anak-anak di dunia saat ini sudah sangat akrab dengan gawai dan layarnya, mengalahkan keakrabannya dengan orang tua atau teman sebayanya. Sains mengulik soal penetrasi layar gawai berlebihan berdampak pada kesehatan fisik maupun psikis.

Ancaman Mata Sejak Dini

Seperti ditulis pcadvisor.co.uk, sebuah studi terbaru yang dilakukan oleh TLF, sebanyak 37 persen orang tua di Inggris membiarkan anaknya bermain gawai 1-2 jam per hari, sebanyak 28 persen malah memberikan 2-3 jam per hari. Ini karena orang tua percaya memberi permainan seperti gadget akan memberikan dampak positif bagi perkembangan sang buah hati dalam hal teknologi, di samping membuat nyaman anak-anak mereka.

Survei lain yang dilakukan The AO.com, anak-anak di Inggris menghabiskan waktu 17 jam setiap minggu di depan layar gawai, atau hampir dua kali dari main di luar rumah yang hanya 8,8 jam per minggu.

Data lain dari Ofcom, lembaga regulator komunikasi di Inggris mengungkapkan, pada 2012 anak-anak usia 3-4 tahun menghabiskan waktu di layar gawai mereka hingga tiga jam. Semakin menambah usia, frekuensi mata mereka di depan layar makin tinggi, anak usia 5-7 tahun bisa sampai 4 jam per hari. Untuk anak 8-11 tahun frekuensinya jadi 4,5 jam per hari, hingga 6,5 jam bagi kalangan remaja.

Kebiasaan hidup dengan layar-layar digital terus meningkat sejalan usia mereka menginjak dewasa memasuki usia kerja. Para orang dewasa menggunakan mata mereka di depan layar digital termasuk gawai lebih lama lagi dari anak-anak.

Studi terbaru dari Nielsen yang ditulis CNN Juli lalu menunjukkan, orang dewasa di Amerika Serikat (AS), menghabiskan harinya rata-rata 10 jam 39 menit atau hampir separuh dari hari mereka di depan layar. Yang mengejutkan, angka ini meningkat dari survei tahun lalu yang hanya mencatat rata-rata 9 jam. Perkembangan macam media layar digital turut berperan dalam menambah frekuensi mata terhadap layar seperti tablet, smartphone, personal computers, peralatan multimedia, video games, DVD, DVR, TV, dan sebagainya.

“Dari 168 jam di dalam satu minggu, kita menggunakan waktu lebih dari 50 jam dengan peralatan tadi,” kata Douglas Gentile, profesor psikologi di Lowa State University dikutip dari BBC.

Infografik Penyakit dari Kebiasaan Kesehatan Mata

Kekuatan Mata

Tingginya ketergantungan manusia terhadap layar-layar digital memunculkan risiko kesehatan yang tak ringan. Kemampuan mata manusia memiliki batas, yang bila terabaikan akan berimbas pada kesehatan panca indra ini dan bagian tubuh lainnya.

Situs weforum.org mengungkapkan risiko ketegangan mata dari efek digital akibat berjam-jam di depan layar. Gejalanya biasanya penglihatan menjadi kabur, mata seolah terbakar, sakit kepala, dan gangguan tidur. Sebanyak dua per tiga orang dewasa di AS mengalami gangguan semacam ini karena betah memelototi layar komputer, tablet, hingga smartphone setiap hari.

Gangguan ini dipicu oleh apa yang disebut sebagai “blue light” atau high energy visual light (HEV) dari pancaran layar-layar digital yang setiap hari dibebankan kepada mata. Mata manusia harus bekerja keras memfilter cahaya ini.

“Studi terbaru mengungkapkan HEV bisa berkontribusi pada kerusakan retina dan macular degeneration yang berdampak pada kehilangan penglihatan tetap,” kata Roy Hessel, Presiden dan CEO Clearly and Coastal.

Risiko-risiko terhadap kesehatan mata bisa dikurangi dengan melakukan hal ringan seperti menggunakan metode 20-20-20. Yaitu mulai membiasakan mengistirahatkan mata selama 20 detik, dalam setiap 20 menit sekali untuk melihat atau memandang ke objek dengan jarak 20 kaki dari mata. Sesering mungkin mengedipkan mata agar mata tak terlalu kering juga bisa jadi solusi saat menatap layar digital. Beberapa kacamata dengan teknologi yang bisa memfilter cahaya HEV bisa jadi pilihan.

Bagi orang dewasa, membatasi frekuensi menatap layar digital dan memprioritaskan mana yang penting jadi sebuah keputusan bijak. Namun, bagi anak-anak di bawah 2 tahun, seperti yang disarankan ahli psikologi Aric Sigman, dari Royal Society of Medicine, sebaiknya dijauhkan dari layar digital. Sedangkan untuk anak-anak berusia 2-5 tahun tidak lebih dari satu jam sehari, dan anak-anak berusia 5-18 tahun tidak lebih dari dua jam.

Manusia modern memang tak bisa lepas dari layar-layar digital. Namun manusia bisa mengenal kemampuan dan membatasi terhadap eksploitasi terhadap mata mereka. Panca indera seperti mata punya keterbatasan, ada batas-batas yang perlu disadari demi menyayangi aset berharga kita yang satu ini. Menyayanginya cukup dengan memberikan porsi yang tak berlebihan kepadanya. Karena yang bisa menyayangi mata kita hanyalah kita. Sayangi mata Anda.

Baca juga artikel terkait GAME atau tulisan lainnya dari Suhendra

tirto.id - Mild report
Reporter: Suhendra
Penulis: Suhendra
Editor: Nurul Qomariyah Pramisti