Menuju konten utama

Jalan Panjang Implementasi Bayar Tol Tanpa Sentuh di Indonesia

Sistem transaksi jalan tol nirsentuh atau MLFF bisa saja mengurai kemacetan. Namun, apakah efektif menekan angka kecelakaan?

Jalan Panjang Implementasi Bayar Tol Tanpa Sentuh di Indonesia
Sejumlah kendaraan melintas di ruas jalan tol Jagorawi, Cibubur, Jakarta Timur, Minggu (19/7/2020). ANTARA FOTO/Yulius Satria Wijaya/foc.

tirto.id - Wacana soal penggunaan sistem transaksi jalan tol nontunai dan nirsentuh atau Multi Lane Free Flow (MLFF) kembali naik ke permukaan. Wakil Ketua DPR RI, Sufmi Dasco Ahmad, mengusulkan penggunaan teknologi ini sebagai upaya menekan angka kecelakaan lalu lintas yang marak terjadi.

Dasco mengungkapkan usulan ini saat merespons kecelakaan di Gerbang Tol Ciawi 2, Bogor, Jawa Barat, dua hari sebelumnya, Selasa (4/2/2025). Kecelakaan ini melibatkan truk pengangkut galon air yang menghantam antrean mobil di Gerbang Tol Ciawi. Kecelakaan ini melibatkan enam kendaraan dan memakan delapan korban jiwa.

“Kita mungkin menyarankan kepada pemerintah untuk tidak atau meninggalkan pemakaian sistem tap, yang dia harus berhenti,” kata Dasco di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (6/2/2025) sebagaimana dikutip Antara.

Akan tetapi, Wakil Ketua Pemberdayaan dan Pengembangan Wilayah Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Pusat, Djoko Setijowarno, kurang setuju dengan ide tersebut. Sebab, kata dia, masalahnya bukan pada gerbang tol, tapi terkait truk dimensi dan muatan berlebih (Over Dimension Over Load atau ODOL).

“Kecelakaan seperti itu dapat terjadi di manapun. Kebetulan di Gerbang Tol Ciawi, saat itu ada antrean kendaraan,” kata Djoko kepada Tirto, Jumat (7/2/2025).

Sebelumnya, Djoko juga sempat menjabarkan akar permasalahan dari operasi truk ODOL yang terkait dengan penolakan Kementerian Perindustrian dan Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), serta Kementerian Perdagangan.

“Menghapus truk ODOL adalah keharusan bukan pilihan. Indonesia akan terus mengalami kerugian ekonomi dan meningkatnya angka kecelakaan. Kepercayaan publik terhadap tata kelola transportasi akan semakin merosot,” jelas dia.

Hal senada diungkapkan Ketua Institut Studi Transportasi (Instran), Darmaningtyas. Ia menyebut antara MLFF dan penurunan angka kecelakaan tidak ada korelasinya. Dua hal tersebut adalah masalah yang berbeda. “Karena kecelakaan itu lebih dipicu oleh kelelahan pengemudi dan kondisi kendaraan,” kata dia kepada Tirto, Jumat (7/2/2025).

“Tetapi bahwa itu jadi intro untuk merealisasikan MLFF, ya sah-sah saja, karena kan MLFF ini memang stagnan (perkembagannya) karena teknologi yang dipakainya kurang pas, dan para Badan Usaha Jalan Tol (BUJT) keberatan dengan sistem yang ditawarkan,” dia melanjutkan.

Membantu Mengurangi Kemacetan, tapi Rawan Menimbulkan Masalah Baru

Darmaningtyas juga menjelaskan implementasi MLFF di Indonesia yang tidak kunjung tuntas dihadapkan dengan ketidakcocokan metode pengaplikasian. Sistem MLFF dari Roatex Indonesia Toll System (RITS) menawarkan pendataan menggunakan telepon genggam sebagai sarana transfer data. Hal ini yang sulit diterima BUJT mengingat sinyal perangkat telepon yang belum merata, dapat mengganggu akurasinya.

“Penggunaan handphone untuk implementasi ini yang belum ada (yang mempraktikan) di dunia. Implementasi negara lain masih memakai OBU (On-Board Unit)” terang Darmaningtyas.

RITS sebagai pengembang sistem memang menawarkan MLFF dengan basis Global Navigation Satellite System (GNSS). Teknologi ini menggunakan satelit untuk menentukan posisi dan waktu penerima sinyal. Aplikasi MLFF berbasis GNSS di kendaraan umum bisa menggunakan OBU yang dipasang di kendaraan. Sedangkan kendaraan pribadi bisa menggunakan aplikasi (e-OBU) yang tersimpan di gawai pengemudinya.

Selain itu, ada juga masalah registrasi dan identifikasi (reg ident) kendaraan yang masih berantakan di Indonesia. Hal ini, menurut Darmaningtyas, akan menyulitkan untuk menuntut pelanggar/menerobos pintu masuk tol.

“Jadi prinsipnya, oke MLFF diterapkan, tapi teknologinya harus tepat. Kedua, harus dibarengi dengan ‘reg ident’ yang baik. Sehingga kalau ada pelanggaran dari pengguna tol, itu mudah dilacak,” kata dia.

Dia menyimpulkan kalau MLFF sebenarnya adalah opsi yang baik untuk mengurai kemacetan, terutama di jalan tol. Namun, permasalahan administrasi kendaraan dan pilihan teknologi, perlu dicocokkan agar implementasinya bisa segera.

Direktur Eksekutif Institut Studi Transportasi, Deddy Herlambang, sependapat. Ia menilai MLFF dapat membantu mengurai kemacetan terutama di gerbang masuk tol.

“Efektivitasnya (MLFF) sebenarnya hanya untuk mencegah adanya kemacetan di pintu tol. Jadi tidak ada antrean lagi. Kalau sekarang kan bisa ber-km-km panjangnya. Apalagi di momen seperti Nataru. Ini efeknya ke travel time juga yang semakin cepat," tuturnya.

Namun Deddy juga menyoroti masalah yang mungkin timbul dari penggunaan teknologi ini. Utamanya terkait dengan ketergantungan sistem dengan telepon genggam yang harus selalu aktif dan punya akses internet ketika melintas di jalan tol. Hal ini juga berpotensi membuat orang yang menggali sistem dengan menerobos masuk tol tanpa bayar menjadi banyak jumlahnya.

Implementasi Masih Perlu Waktu?

Koar-koar mengenai MLFF bukan barang baru. Semenjak RITS menang lelang pada 2021, teknologi ini sudah digadang-gadang akan menjadi solusi untuk masalah kemacetan. Kementerian PUPR yang menjadi penanggung jawab proyek ini bahkan sempat menerbitkan Permen PUPR no.18/2020 tentang Transaksi Tol Nontunai Nirsentuh di Jalan Tol yang membahas teknologi ini secara spesifik.

Awalnya MLFF diharapkan dapat berlaku pada 2022. Namun hal itu tidak terlaksana. Sampai akhirnya pada 12 Desember 2023, uji coba MLFF dilakukan di Tol Bali Mandara. Namun, hasil uji coba tersebut nyatanya tidak pernah dilempar ke publik sampai hari ini.

Pada Mei 2024, Joko Widodo yang saat itu masih menjadi presiden menetapkan Peraturan Pemerintah (PP) No 23 Tahun 2024 tentang Jalan Tol. Namun, tetap saja implementasi MLFF masih mandek. Masalah teknis terkait pendaftaran kendaraan bermotor di Korp Lalu Lintas (Korlantas) dan masalah koneksi internet di gerbang tol menjadi biang keroknya.

Sementara RITS dalam ketarangannya mengatakan kalau implementasi MLFF secara penuh baru akan berlangsung pada 2027.

Terkait dengan rencana implementasi MLFF, Direktur Jenderal Bina Marga Kementerian Pekerjaan Umum, Roy Rizali Anwar, mengatakan, masih terdapat beberapa hal yang perlu diperbaiki dari hasil uji coba pada 2023.

“Dalam persiapan dan pengembangannya terdapat tantangan baik teknis maupun sosiokultural yang perlu disolusikan dengan baik. Sehingga implementasi sistem MLFF dapat berjalan dengan baik dan menguntungkan seluruh pemangku kepentingan termasuk pengguna jalan tol,” tuturnya kepada Tirto.

Baca juga artikel terkait TOL atau tulisan lainnya dari Alfons Yoshio Hartanto

tirto.id - Teknologi
Reporter: Alfons Yoshio Hartanto
Penulis: Alfons Yoshio Hartanto
Editor: Abdul Aziz