tirto.id - Lembaga pemantau Pemilu 2024, Jaga Pemilu, menemukan 914 kasus dugaan pelanggaran. Menurut sekretarisnya, Luky Djani, setelah diverifikasi totalnya adalah 658.
"Kami filter, kami saring, ada 658 kasus. Sebanyak 210 kasus di antaranya sudah dilaporkan ke Bawaslu," ujarnya dalam jumpa pers virtual, Selasa (26/3/2024).
Dari 658 kasus, uajr Luky, terdapat sembilan jenis dugaan pelanggaran. Pertama, keluhan para pemilih yang tak terdaftar sebagai daftar pemilih tetap (DPT). Hal ini terjadi sebelum hari pencoblosan.
Pelanggaran kedua adalah soal netralitas aparat penegak hukum.
"Kemudian, ada juga pelanggaran kampanye yang dilakukan peserta pemilu, mulai dari caleg, parpol, maupun paslon bersama para tim suksesnya," sebut Luky.
Ia melanjutkan, Jaga Pemilu juga turut menemukan politik uang, pemberian imbalan berupa sembako dan sejenisnya dari peserta pemilu kepada para pemilih.
Menurutnya, dugaan pelanggaran ini terjadi sebelum, saat, serta setelah hari pencoblosan.
Pelanggaran kelima, yakni intimidasi yang dilakukan oleh oknum saat masa kampanye, bahkan saat masa tenang.
"Keenam, pelanggaran yang terjadi saat masa tenang. Seharusnya, kampanye peserta Pemilu 2024 berhenti, akan tetapi masih dijumpai kampanye terselubung," ucapnya.
Luky menyebutkan, pelanggaran yang terjadi saat masa tenang kerap ditemukan di media sosial.
Pelanggaran ketujuh, terdapat dugaan pelanggaran terkait rekapitulasi yang menyimpang di tingkat Tempat Pemungutan Suara (TPS) hingga perhitungan suara berjenjang.
Kasus lainnya adalah dugaan pelanggaran terkait Sirekap.
Pelanggaran terakhir, yang dilakukan penyelenggara Pemilu 2024. Luky mengatakan, dari beberapa kategori itu, dugaan pelanggaran Sirekap mendominasi.
"24 persen itu laporan Sirekap, 23 persen pelanggaran prosedural, 18 persen terkait netralitas, 13 persen politik uang, 8 persen masing-masing pelanggaran kampanye dan anomali rekapitulasi suara," urainya.
Penulis: Muhammad Naufal
Editor: Irfan Teguh Pribadi