tirto.id - Iwan Adranacus, Presiden Direktur PT Indaco Warna Dunia, ditetapkan sebagai tersangka pembunuhan karena diduga menabrak pengendara sepeda motor dengan sengaja di samping Mapolresta Surakarta, Rabu (22/8/2018).
Peristiwa ini terjadi saat mobil Mercedez-Benz bernomor polisi AD 888 QQ yang ditumpangi Iwan (40) menabrak sepeda motor Honda Beat berpelat nomor AD 5435 OH yang dikendarai Eko Prasetio (28) di Jalan K.S. Tubun, samping timur Polresta Surakarta sekitar pukul 12.00 WIB. Peristiwa berlangsung 20 menit dan berawal dari cekcok mulut.
Dari kronologi kejadian yang diungkapkan polisi, cekcok ini dipicu kekesalan Iwan yang menilai Eko menghalangi laju mobil yang ditumpanginya. Menurut Kasatreskrim Polresta Solo Kompol Fadli, teman pelaku bahkan sempat keluar dari mobil dan mengejar korban. “Bahkan sempat memukul helm korban,” ujarnya, Rabu lalu.
Eko sempat membalas dengan menendang bagian belakang mobil Iwan. Aksi Eko membuat Iwan yang telah menurunkan sang kawan di rumahnya di Jalan Menteri Supeno berbalik mengejar Eko yang saat itu akan menuju Gremet, Manahan.
Singkat cerita, Iwan mengejar Eko kemudian menabraknya di jalan samping Mapolresta Surakarta. Eko pun tewas dengan luka di bagian kepala.
Iwan kemudian kabur. Namun tak sampai satu jam, ia berhasil ditangkap anggota Polresta Solo dan langsung ditahan.
Kejadian ini sempat menggegerkan media sosial karena dibumbui isu SARA. Muncul kekhawatiran, kasus ini akan tenggelam karena pelakunya merupakan pengusaha cat terpandang di Kota Solo.
Aksi Iwan yang diduga sengaja menabrak Eko ini, membuat sejumlah koleganya berkomentar. Salah satunya Dika (32), bukan nama sebenarnya, yang pernah bekerja di pabrik rintisan sebelum PT Indaco, Envitex, sekitar tahun 2005-2006.
Menurut Dika, Iwan merupakan sosok reaktif. “Saya dulu termasuk sering bepergian satu mobil dengan Pak Iwan keluar kota, selama ini dia sering reaktif kalau lagi di jalan raya. Pernah suatu kali ia disalip [didahului] di jalan raya, Pak Iwan ini emosinya tinggi dan mengejar orang yang menyalip dia,” ujar Dika kepada Tirto, Sabtu (25/8/2018).
Iwan, kata dia, terbiasa membawa mobil sendiri meski memiliki sopir. Tak hanya itu, Iwan adalah sosok yang pintar dan menguasai hal teknis dalam urusan pekerjaan. “Sayangnya, ia juga termasuk temperamental. Saat di perusahaannya juga begitu,” terangnya.
PT Indaco Warna Dunia yang saat ini memiliki pabrik dengan skala besar di daerah Kebakkramat ternyata, menurut Dika, berawal dari pabrik cat skala kecil PT Envitex.
Pendapat senada dikatakan Amin (35). Amin sempat menjadi karyawan Iwan dan sekarang menjadi kolega bisnisnya. “Kalau dalam pekerjaan, saya akui Pak Iwan itu disiplin. Namun, ia agak temperamental dan harga dirinya tinggi. Kalau kita salah sama dia, sebaiknya diakui saja, jangan berkelit,” ujar Amin kepada Tirto, Jumat (24/8/2018).
Amin mulai berkenalan dengan Iwan Adranacus pada 2009 saat jadi karyawan selama 3 tahun, lalu pada 2012 keluar dari perusahaan itu.
“Saya direkrut saat PT Indaco mulai berkembang di awal-awal. Saat itu saya dipercaya untuk memegang beberapa divisi, namun karena tak sanggup, saya memutuskan keluar dari perusahaan. Tapi sampai sekarang saya masih kerja sama beberapa job dari dia,” jelasnya.
“Dari kasus kemarin [tabrakan] itu mungkin pasti dia ngerasa benar. [Dia] paling tidak bisa ditantang, siapa pun akan dia kejar,” tambahnya.
Amin menceritakan satu peristiwa saat Iwan yang kelahiran Ende, NTT ini membuka pabrik Indaco di daerah Kebakkramat, Karanganyar. Kala itu, preman desa sekitar meminta pabrik tersebut untuk menyetor uang keamanan, tapi Iwan tak mau membayar, sehingga karyawan-karyawannya dipalak preman tersebut.
Dalam kasus ini, menurut Amin, Iwan merasa benar karena telah memiliki izin. Hingga suatu kali, Iwan mengejar sendiri preman yang memalak karyawannya hingga ke lingkungan desa. Peristiwa itu tak berujung ricuh karena berhasil ditenangkan warga sekitar.
Keluarga Korban Minta Kasus Ditangani Serius
Sosok Iwan yang terkenal sebagai bos perusahaan cat, tak membuat keluarga korban mengurungkan niat untuk tetap meminta polisi menangani kasus ini dengan serius. “Kami serahkan sepenuhnya kepada Polresta Surakarta yang mempunyai kewajiban untuk menanganinya. Kami keluarga besar Eko Prasetio akan memantau langsung sampai proses itu selesai,” ujar ayah Eko, Suharto, saat konperensi pers, beberapa waktu lalu.
“Soal kejadian laka lantas yang dialami anak saya, Eko Prasetio, saya mohon doa restu kepada semua pihak, agar anak saya meninggal dengan khusnul khotimah dan semua itu adalah kehendak Yang Kuasa,” tambahnya.
Dalam kasus ini, Iwan Adranacus dijerat Pasal 338 KUHP tentang pembunuhan dengan ancaman hukuman 15 tahun penjara dan Pasal 351 ayat 3 KUHP tentang penganiayaan berakibat kematian dengan ancaman 7 tahun penjara.
“Kasus ini sudah kami tangani secara profesional, transparan, dan tersangka sudah kita tetapkan, kita proses, dan kita kenakan pasal 338 KUHP tentang pembunuhan,” ujar Kapolresta Surakarta Kombes Pol. Ribut Hari Wibowo, beberapa waktu lalu.
Saat ini, kasus dugaan pembunuhan ini sedang ditangani Polresta Surakarta. Olah TKP juga sudah dilakukan di Jalan K.S. Tubun, Solo oleh tim dari Polda Jateng, pada Jumat (24/8/2018). Polisi menurunkan Traffic Accident Analysis (TAA), Laboratorium Forensik (Labfor) dan Indonesia Automatic Fingerprint Identification System (INAFIS) dalam olah TKP ini.
Polisi pun menemukan sejumlah bukti baru dari olah TKP berupa tak adanya jejak rem di lokasi kejadian kecelakaan. Namun, rilis mengenai hasil keseluruhan olah TKP masih belum disampaikan oleh Polresta Solo.
Penulis: Maya Saputri
Editor: Maya Saputri