tirto.id - Apa hal yang paling tidak disukai dari seorang suami kepada istri? Bisa jadi jawabannya adalah mengomel.
Hampir setiap waktu suami saya mengeluh ketika saya mengingatkan untuk tidak merokok, berhenti makan gorengan, rajin olahraga, dan makan sayur buah. Katanya, saya cerewet, hobi sekali marah-marah. Respons darinya selalu bikin saya mangkel dan berakhir lagi dengan mengomel.
Tapi ternyata, hampir rata-rata teman perempuan saya yang sudah menikah, mengeluhkan hal yang sama. Mereka bahkan mengomel karena kebiasaan buruk suami yang kelihatannya sepele, seperti misal meletakkan handuk di atas kasur, melepas sepatu atau baju kerja di sembarang tempat, dan merokok serta membuang puntung di toilet.
Karena dilakukan terus-terusan, seringkali omelan para istri berakhir dengan pertengkaran. Para suami beralasan, omelan istrinya malah membikin mereka pusing dan capek. Apalagi jika omelan itu disampaikan ketika mereka baru pulang kerja.
Para suami bisa jadi merasa jengah dengan omelan istri. Namun, yang harus disadari para suami, tidak tidak semua omelan istri buruk, bahkan punya manfaat positif, seperti yang ditunjukkan oleh penelitian Universitas Michigan. Temuan para peneliti justru menyatakan, omelan istri berperan dalam peningkatan kesehatan para suami. Penelitian ini menganalisis hasil survei 1.228 responden dengan umur pernikahan lima tahun.
“Temuan yang paling mengejutkan, bagi pria, semakin negatif kualitas pernikahan maka risiko diabetes juga semakin kecil,” ungkap studi tersebut.
Hui Liu, profesor sosiologi sekaligus peneliti utama dalam studi ini menduga, omelan istri bersifat sebagai peringatan yang mendesak para suami. Dalam kasus ini, efeknya, adalah perubahan pola hidup menjadi lebih sehat, sehingga memperlambat perkembangan diabetes pada suami. Pengobatan pada mereka yang sudah terdiagnosis diabetes juga cenderung berhasil.
Apalagi, individu yang sudah terkena diabetes butuh perawatan khusus dan harus konsisten menjalankan dietnya. Maka dari itu mereka butuh pendamping yang bisa membantu mengatur pola makan dan aktivitas harian mereka. Mengomel, kata Liu, bisa diartikan sebagai bentuk kepedulian para istri terhadap suaminya.
“Studi ini menantang asumsi tradisional bahwa kualitas perkawinan yang buruk selalu merugikan kesehatan,” kata Liu.
Alasan di Balik Omelan Para Istri
Studi milik Liu mendapatkan dukungan dari studi sejenis lain yang diterbitkan di Western Journal of Nursing Research. Dianne M. Tapp sebagai periset mengatakan bahwa mengomel adalah upaya menawarkan dukungan emosional dan dorongan untuk memelihara kesehatan. Dalam studinya, berarti pemulihan di kala suami terserang sakit jantung.
“Seperti mendorong istirahat yang cukup, mengubah kebiasaan makan, mengurangi stres kerja, dan cukup berolahraga,” tulis Tapp.
Sayangnya, dalam penelitian ini, Tapp juga mengungkapkan banyak pria malah terganggu dan merasa dikekang karena omelan istrinya. Alhasil, meski berkontribusi dalam meningkatkan kesehatan suami tapi ketika dilakukan berulang-ulang, omelan istri bisa berkontribusi meningkatkan ketegangan dan konflik rumah tangga.
Padahal sejatinya, para istri juga enggan mengeluarkan omelan karena faktanya kebanyakan perempuan tidak suka berkonflik. Dalam studinya, Liu menemukan hasil yang sama sekali berkebalikan pada perempuan. Risiko diabetes pada perempuan justru lebih rendah pada sampel dengan kualitas penikahan positif.
Liu berasumsi, perempuan lebih sensitif terhadap kualitas hubungan sehingga cenderung mendapat manfaat positif dari hubungan yang adem ayem. Ketika berkonflik, seperti dipacak dari Psychology Today, Louann Brizendine, Neuropsikiatris dan penulis The Female Brain, mengungkap adanya perubahan kimia dalam otak perempuan.
Saat terlibat dalam pertengkaran dengan orang yang mereka sayangi, otak perempuan akan dikepung bahan kimia yang memberikan efek serupa pengalaman kejang. Jika respons dari aktivitas – dalam hal ini omelan – tidak sesuai harapan, maka mereka mulai membuat kesimpulan sendiri: bahwa saya sudah melakukan kesalahan, atau dia, sudah tidak sayang.
“Para istri cenderung sering mengomel karena mereka dikondisikan lebih bertanggung jawab mengelola kehidupan rumah tangga,” kata para ahli yang dirangkum dalam Psychology Today.
Beban berat ini harusnya bisa dipahami para suami. Coba saja tengok ketika suami atau anak sakit, sebagian besar komentar nyinyir akan mengarah pada ibu yang dianggap kurang bisa mengurus keluarga. Makanya, secara tidak langsung kondisi tersebut juga memberi beban pada para istri, yang akhirnya terjewantahkan dengan omelan.
Tapi pada akhirnya, menjaga pernikahan bukan cuma tanggung jawab istri atau suami. Keduanya harus sama-sama wawas diri. Para istri, kurangi intensitas ngomelmu karena bisa membikin pernikahan jadi kurang harmonis. Sementara para suami, pahamilah, ocehan istrimu keluar karena ia menyayangimu.
Editor: Nurul Qomariyah Pramisti