tirto.id - Koordinator Staf Khusus Presiden, Ari Dwipayana, menjelaskan makna minta maaf yang dilakukan oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam acara Zikir dan Doa Kebangsaan di Istana Merdeka, Jakarta, Kamis (1/8/2024). Ari menjelaskan bahwa Presiden meminta maaf sebagai bentuk kesadaran bahwa dirinya hanyalah manusia biasa.
"Sikap semacam ini merupakan manifestasi dari sikap rendah hati dari seorang pemimpin," kata Ari Dwipayana dalam keterangan pers, Rabu (8/7/2024).
Ari mengklaim, permintaan maaf Jokowi tersebut dilakukan saat kepuasan masyarakat kepadanya sangatlah tinggi. Hal itu, disebut Ari, berdasarkan pada perolehan sejumlah survei yang menunjukkan kepercayaan masyarakat kepada Jokowi tinggi.
"Meskipun dari berbagai hasil survei menunjukan tingkat kepercayaan dan juga tingkat kepuasan pada kinerja Presiden Jokowi masih tetap tinggi, namun beliau tetap menyadari bahwa sebagai manusia biasa, beliau tidaklah sempurna," kata dia.
Dia menyampaikan bahwa konteks maaf Jokowi disampaikan dalam pidato foum Zikir dan Doa Kebangsaan yang dihadiri oleh tokoh lintas agama dalam rangka menyambut bulan kemerdekaan.
"Konteks penyampaiannya juga di forum Zikir dan Doa Kebangsaan yang dihadiri berbagai tokoh lintas agama dan masyarakat yg digelar untuk menyambut bulan kemerdekaan," katanya.
Ari juga menekankan sosok pribadi Jokowi yang menjunjung tinggi adab dan etika ketimuran yang selalu dia jaga hingga menjadi presiden.
"Permintaan maaf yang disampaikan Presiden Jokowi merupakan perwujudan dari nilai-nilai luhur agama dan adab ketimuran," kata dia.
Sebelumnya, Jokowi atas nama pemimpin negara bersama Wakil Presiden Ma'ruf Amin mengungkapkan permohonan maaf atas dosa dan khilafnya selama memimpin Indonesia.
"Di hari pertama bulan kemerdekaan, bulan Agustus, dengan segenap kesungguhan dan kerendahan hati, izinkanlah saya dan Profesor Kiai Haji Ma'ruf Amin ingin memohon maaf yang sedalam-dalamnya atas segala salah dan khilaf selama ini," kata Jokowi.
Jokowi menjelaskan bahwa selama menjadi pemimpin Indonesia nyaris sepuluh tahun, ada banyak pihak yang tidak bisa dipuaskan olehnya. Dia mengakui hal itu sebagai kekhilafannya sebagai manusia.
"Kami sangat menyadari bahwa sebagai manusia kami tidak mungkin dapat menyenangkan semua pihak," ungkapnya.
Penulis: Irfan Amin
Editor: Anggun P Situmorang