Menuju konten utama

ISIS Runtuh, Al-Qaeda Siap Bangkit Kembali

Al-Qaeda siap kembali meneror kawasan Afrika barat, Asia selatan, hingga Timur tengah setelah tiga tahun terakhir tenggelam oleh konflik yang dihasilkan ISIS.

ISIS Runtuh, Al-Qaeda Siap Bangkit Kembali
Milisi Al Qaeda di Afghanistan. FOTO/Istimewa.

tirto.id - ISIS akhirnya runtuh juga. Jumat (20/10/2017) kabar gembira datang dari Suriah. Pasukan Demokratik Suriah (SDF), oposisi rezim Bashar al-Assad yang didominasi pasukan Kurdi, mengumumkan pembebasan Kota Raqqa yang selama ini menjadi “ibu kota” Daesh. Masyarakat dunia boleh bergembira sejenak. Namun, analis politik menunjukkan situasi penting yang tak boleh diabaikan: kelompok teroris Al-Qaeda bangkit lagi di Afrika Barat, Yaman, hingga Asia Selatan.

Eksistensi Al-Qaeda, menurut analisis Seth G. Jones selaku Direktur International Security and Defense Center di kanal RAND, bisa diumpamakan gelombang: naik-turun, tapi tak pernah hilang seutuhnya. Sejak 1988 mereka mengukir sejarah perlawanan terhadap hegemoni Barat, visi yang masih dipertahankan hingga kini. Al-Qaeda menyerukan pembentukan negara Islam jauh sebelum ISIS. Keduanya punya kemiripan, tapi Al-Qaeda punya strategi bertahan yang berbeda sehingga bisa tetap ada hingga usia 29 tahun.

Setidaknya ada dua alasan pokok mengapa ISIS kalah di Suriah. Pertama, alih-alih berkolaborasi, ISIS mengasingkan dirinya dari kelompok-kelompok anti-pemerintah yang bahu-membahu menahan gempuran tentara Bashar al-Assad. ISIS malah kerap menyerang kelompok-kelompok pemberontak tersebut. Kelompok dengan visi yang mirip pun malas menjadikan ISIS sebagai aliansi. Dalam beberapa kasus, mereka justru turut memerangi ISIS.

Kedua, ISIS memusuhi hampir seluruh pihak, baik kekuatan Barat mulai dari Amerika Serikat juga negara-negara Eropa, juga negara-negara di kawasan tempat mereka merebut teritori. Serangan-serangan skala internasional dilancarkan dan memakan banyak nyawa mulai dari Perancis hingga Belgia. ISIS otomatis dipandang sebagai ancaman besar yang mendesak untuk dimatikan. Koalisi negara-negara Barat menyatukan kekuatan melalui kelompok anti-pemerintah Suriah untuk turut menunaikan misi tersebut, dan 2017 adalah tahun di mana ISIS sedang menjemput ajal.

Baca juga: Jejak dan Ideologi ISIS serta Al-Qaeda

Al-Qaeda menempuh strategi yang berbeda. Alih-alih turut menjadi antagonis di Timur Tengah, organisasi yang kini dipimpin oleh Ayman al-Zawahiri ini mengintegrasikan kekuatannya dengan kelompok-kelompok pemberontak. Melalui strategi ini, Al-Qaeda punya kesempatan untuk menyebarkan ideologi dan melakukan perekrutan dengan lebih efektif. Apalagi kemenangan atas ISIS kian membuat reputasi Al-Qaeda di mata para pemberontak makin positif, terutama di kalangan pejuang muda dengan visi politik yang serupa.

Kerja sama tersebut juga mempersulit upaya Barat memberantas Al-Qaeda. ISIS lebih terpusat baik dari segi markas, fasilitas, pejuang, dan struktur komandonya. Di sisi lain, gerilya ala Al-Qaeda bersifat menyebar di banyak faksi. Ketika pemerintahan Barrack Obama membom sebuah basis pertahanan Al-Qaeda di Suriah pada tahun 2014, kelompok anti-Assad protes keras karena juga terkena dampaknya. Kelompok anti-Assad tersebut memang selama ini disokong uang dan persenjataan oleh AS, dan kebijakan Obama dinilai merusak persahabatan keduanya.

Tiga tahun belakangan eksistensi Al-Qaeda seakan tertutup oleh bayang-bayang ISIS dan manuvernya yang ramai diliput oleh media massa seluruh dunia. Kejatuhan Raqqa membuat angin terorisme global bisa berayun kembali ke arah Al-Qaeda. ISIS, adalah saingan yang merepotkan. Beruntung, koalisi negara Barat hampir merampungkan tugasnya di Suriah, dan Al-Qaeda siap menjadi ancaman penduduk bumi selanjutnya.

AQIM: Dalang Konflik di Afrika Barat

Kekhawatiran ini bukan tanpa dasar. Menurut kompilasi data yang dikumpulkan Long War Journal, kelompok-kelompok ekstremis cabang Al-Qaeda mendalangi 100-an aksi terorisme di Afrika barat sepanjang tahun 2017.

Awal tahun ini terbentuk faksi utama Al-Qaeda di Afrika barat yakni Kelompok Dukungan Islam dan Muslim (JNIM). Anggotanya terdiri dari beberapa kelompok jihad yang berbasis di Malaysia dan sudah masuk dalam jaringan Al-Qaeda. Beberapa di antaranya adalah cabang dari Al-Qaeda in the Islamic Maghreb (AQIM) Ansar Dine. Al Murabitoon, dan Katibat Macina (juga dikenal sebagai Front Pembebasan Macina).

Sejak berdiri pada 2007, AQIM adalah motor pergerakan Al-Qaeda di Afrika Barat. Mereka bertujuan menggulingkan pemerintahan Aljazair, namun aksi-aksi terornya juga menyebar ke negara-negara tetangga seperti Mali, Mauritania, dan Burkina Faso. Untuk membiayai perjuangannya, AQIM kerap menculik turis kulit putih terutama asal AS untuk kemudian meminta tebusan mahal. Dalam satu dekade terakhi, AQIM dikabarkan telah mengumpulkan dana perjuangan sebesar $50 juta.

Baca juga: Mengapa ISIS Keranjingan Menghancurkan Masjid?

PBB, Australia, Kanada, Rusia, Uni Emirat Arab, Inggris, dan AS, dan telah mencatat AQIM sebagai organisasi teroris. Jejak terornya cukup panjang dan sejak awal tahun ini sedang dikencangkan lagi. Pada 18 Januari 2017, misalnya, AQIM melancarkan serangan bom di Kota Gao, Mali, yang menewaskan 77 orang (plus satu pelaku) dan melukai 120 lainnya. Pada 13 dan 14 Agustus 2017 AQIM melancarkan serangan teror bersenjata dan penculikan di Ouagadougou, Burkina Faso. Korban meninggal mencapai 19 orang (plus 3 pelaku) dan 25 lainnya luka-luka.

Sebagian besar serangan pada tahun 2017 terjadi di Mali, di mana Al-Qaeda telah melancarkan pemberontakan sejak tahun 2013 dan memaksa Perancis turun tangan membantu pemerintah Mali. Mali utara bergejolak, terutama di Kota Kidal dengan 21 serangan, di Gao dengan 15 serangan, dan di Timbuktu dengan 13 serangan. Sebanyak 38 serangan lainnya terjadi di wilayah selatan atau tengah. Aliran “perjuangan jihad” di Selatan Mali adalah tren yang terus berlanjut sejak 2015 lalu.

Baca juga: Kisah Pilu Ibu Kombatan ISIS dari Eropa hingga Amerika Utara

Pada tahun 2015 ada kurang lebih 30 serangan terkait Al-Qaeda di Mali selatan atau tengah. Tahun lalu setidaknya terjadi 58 serangan dan pada tahun ini angkanya naik, mengindikasikan peningkatan konsolidasi teroris yang signifikan.

Pertumbuhan pesat aksi-aksi teroris ini bukannya luput dari perhatian. Misi penjaga perdamaian PBB di Mali telah menyusun kekuatan intervensi cepat tanggap yang secara khusus dikirim ke Mali bagian tengah. Meski demikian, tak ada yang instan dalam pemberantasan terorisme, apalagi di Afrika.

Hingga Mei 2017, mayoritas serangan yang berjumlah 51 serangan datang dalam beragam bentuk; 29 di antaranya dipicu alat peledak buatan, sementara 11 lainnya berasal dari roket atau mortir. Setidaknya ada delapan kasus penculikan yang terkait dengan kelompok jihadis (walaupun kemungkinannya lebih tinggi) plus dua kasus pemboman bunuh diri. Di luar Mali, setidaknya ada delapan serangan di Burkina Faso utara dan lima di Niger.

AQIS: Diam-Diam Menyiapkan Teror di Selatan Asia

Tak hanya menebar teror di Afrika barat, para pengamat juga menyatakan Al-Qaeda juga diam-diam sedang menyiapkan kebangkitannya di Asia selatan. Adalah Al-Qaeda in the Indian Subcontinent atau AQIS, sebagai cabang dari Al-Qaeda yang sejak 2014 aktif melawan pemerintah Pakistan, India, Myanmar, dan Bangladesh. Aksi-aksi teror mereka dilakukan sekaligus untuk menghidupi kelompok. Warga AS telah berulangkali diculik oleh AQIS saat sedang bepergian ke wilayah Asia selatan. Setelah menculik, AQIS meminta uang tebusan yang besar.

Baca juga: Tujuan Teroris Mengklaim Serangan yang Tidak Mereka Lakukan

AQIS otomatis terdaftar sebagai organisasi teroris oleh PBB, AS, juga Kanada dan India. Menurut perkiraan dari gabungan data tahun 2010 dan 2014, total milisi AQIS berjumlah kurang lebih 600 orang baik di Pakistan maupun India. Mereka terlibat antara lain kasus pembunuhan aktivis LGBT di Dhaka, Bangladesh, pada April 2016; pembunuhan empat pegiat blog Bangladesh pada Mei 2016; pembajakan kapal fregat F-22P di galangan Naval, Karachi, Pakistan, pada 6 September 2014; dan lain sebagainya.

infografik al qaeda buka cabang di asia afrika

“Upaya AQIS untuk menghidupkan kembali jihad melawan India muncul ketika dunia internasional fokus mengalahkan ISIS di Timur Tengah dan pemerintah India sedang melawan pengaruhnya di dalam negeri. Beberapa di antaranya adalah orang yang kembali dari Suriah dan Irak. Namun, sementara itu, kebangkitan Al-Qaeda secara diam-diam di India malah diabaikan,” papar Animesh Raul, direktur eksekutif grup peneliti kebijakan New Delhi Society for Study of Peace and Conflict, di laman The Jamestown Foundation.

AQAP: Donor Jutaan Dolar Siap Panaskan Timteng

Di Timur Tengah, ancaman Al-Qaeda tak kalah nyatanya. Menurut studi kelompok think-tank yang berkantor Washington, D.C. Foundation for Defense of Democracies (FDD), Al-Qaeda in the Arabian Peninsula (AQAP) digelontori dana hingga puluhan juta dolar untuk meluncurkan serangan di negara tempat mereka kini bermarkas, Yaman. Sumbernya macam-macam: pajak, penjarahan, penjualan minyak dan gas, dan lain sebagainya.

AQAP adalah otak di balik penyerangan kantor Charlie Hebdo, Paris, Perancis pada 2015. Dengan kekuatan mencapai 4.000 orang, mereka membuat keonaran serta merenggut nyawa banyak warga sipil sejak beberapa tahun belakangan, bahkan tetap aktif saat ISIS mengobarkan permusuhan di Suriah dan Irak. Keberadaan mereka merepotkan Yaman yang sedang menjalankan perang proxy dengan Arab Saudi dan Iran, dua negara yang juga mendanai kelompok-kelompok pemberontak di Timteng.

Dalam laporan yang dirilis CNBC bulan Juli kemarin, diketahui bahwa AQAP telah mencuri setidaknya $60 juta dari bank sentral Yaman. Mereka juga pernah meraup hasil rampokan hingga $2 juta per hari melalui penyelewengan pajak di Mukalla, pelabuhan yang dikontrol oleh AQAP. Dari tahun 2011 sampai 2013, kelompok tersebut mengantongi kira-kira $20 juta per tahun dari aksi perampokan, uang tebusan dan pajak bahan bakar. Dana yang cukup fantastis untuk membiayai aksi terorisme di Yaman dan Timteng hingga beberapa tahun ke depan.

Baca juga artikel terkait AL-QAEDA atau tulisan lainnya dari Akhmad Muawal Hasan

tirto.id - Politik
Reporter: Akhmad Muawal Hasan
Penulis: Akhmad Muawal Hasan
Editor: Windu Jusuf