tirto.id - Para demonstran di Korea Selatan (Korsel) turun ke jalan melakukan aksi protes terkait darurat deklarasi militer yang dikeluarkan Presiden Yoon Suk Yeol pada Selasa (3/12/2024) lalu. Lantas, apa isi tuntutan demo di Korsel soal darurat militer dan presiden?
Polemik usai pembatalan darurat militer di Korea Selatan (Korsel) masih bergulir, Channel News Asia (CNA) melaporkan, seorang juru bicara pengadilan pada Rabu (11/12/2024) mengatakan bahwa mantan Menteri Pertahanan Korea Selatan, Kim Yong Hyun, telah secara resmi ditangkap atas tuduhan pemberontakan terkait dengan deklarasi darurat militer yang dikeluarkan Presiden Yoon Suk Yeol.
Surat perintah penangkapan resmi Kim Yong Hyun dikeluarkan pada hari Selasa malam. Namun, mantan Menteri Pertahanan tersebut telah ditahan sejak hari Minggu. Ia diduga telah melakukan pemberontakan dan penyalahgunaan kekuasaan.
Kim mengaku menyesal pada hari Selasa, dan mengatakan dalam sebuah pernyataan yang dibuat melalui pengacaranya bahwa “semua tanggung jawab atas situasi ini sepenuhnya berada di tangan saya”. Dia “sangat meminta maaf” kepada rakyat Korea Selatan dan mengatakan bahwa bawahannya “hanya mengikuti perintah saya dan memenuhi tugas yang ditugaskan kepada mereka”.
Dikutip laporan AP News, Kim menjadi orang pertama yang ditangkap atas kasus ini. Dia dituduh merekomendasikan darurat militer kepada Yoon dan mengirim pasukan ke Majelis Nasional untuk menghalangi anggota parlemen melakukan pemungutan suara.
Cukup banyak anggota parlemen yang akhirnya berhasil memasuki ruang parlemen dan dengan suara bulat menolak dekrit Yoon, memaksa Kabinet untuk mencabutnya sebelum fajar menyingsing pada tanggal 4 Desember.
Sebelumnya pada hari Selasa, Kepala Komando Peperangan Khusus Angkatan Darat, Kwak Jong-geun, mengatakan kepada para anggota parlemen bahwa Yoon telah memerintahkannya untuk menghentikan anggota parlemen yang berkumpul di parlemen untuk menolak dekrit darurat militer.
“Presiden menelepon saya secara langsung melalui saluran rahasia. Dia menyebutkan bahwa tampaknya kuorum belum terpenuhi dan menginstruksikan saya untuk segera mendobrak pintu dan menyeret orang-orang (anggota parlemen) ke luar,” kata Kwak.
Meski berhasil dibatalkan dalam waktu sekira 6 jam, dekrit darurat militer yang dikeluarkan oleh Presiden Yoon Suk Yeol telah membuat stabilitas politik Korea Selatan terganggu. Masyarakat marah, sehingga muncul gelombang aksi unjuk rasa.
Isi Tuntutan Demo Korea Selatan
Puluhan ribuan massa memadati area gedung Majelis Nasional Korea Selatan pada hari Sabtu. Aksi unjuk rasa ini viral di media sosial karena cara demonstran mengadopsi gaya konser K-Pop untuk mengekspresikan tuntutan mereka.
Reuters mewartakan, para pengunjuk rasa menggunakan lagu, tarian, dan nyanyian, serta dilengkapi tongkat lampu layaknya saat menonton konser. Mereka menerjang suhu di bawah nol derajat Celsius untuk menuntut pemakzulan Yoon Suk Yeol.
“Makzulkan, makzulkan. Makzulkan Yoon Suk Yeol,” para pengunjuk rasa meneriakkan yel-yel dengan irama lagu techno terbaru dari grup K-pop aespa, ”Whiplash.”
Video-video nyanyian yang disinkronkan dan gerakan tongkat cahaya serempak pada protes tersebut telah menjadi viral di media sosial bersama dengan bendera-bendera yang membawa pesan dan meme dari para demonstran yang sebagian besar berusia lebih muda.
“Beri kami kebebasan untuk hanya mengkhawatirkan hal-hal yang berbau geek,” demikian bunyi salah satu bendera meme yang dibawa di tiang bendera pada protes hari Sabtu, yang menggambarkan suasana hati di kalangan anak muda di tengah gejolak politik yang semakin dalam.
Namun, Yoon selamat dari upaya pemakzulan di parlemen pada hari Sabtu. Pasalnya, mosi tersebut gagal setelah anggota Partai Kekuatan Rakyat (PPP) yang berkuasa memboikot pemungutan suara, sehingga badan legislatif tidak memiliki dua pertiga mayoritas yang diperlukan.
Kantor-kantor anggota parlemen dari partai yang berkuasa dirusak, kata media lokal pada hari Selasa, dengan satu gambar yang menunjukkan sebuah pintu yang ditutupi dengan saus tomat, dan telur serta tepung yang berserakan di lantai.
Para pengunjuk rasa juga mengirimkan bunga duka cita ke kantor-kantor tersebut, yang biasanya digunakan untuk pemakaman, untuk mengekspresikan penentangan mereka terhadap boikot, dengan tanda-tanda bertuliskan “kaki tangan pemberontakan”.
Penulis: Balqis Fallahnda
Editor: Dipna Videlia Putsanra