tirto.id - Wacana revisi UU Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI menjadi polemik di tengah masyarakat. Polemik ini muncul berkaitan dengan pasal kontroversial akan diubah dalam UU tersebut.
Sebelumnya, DPR RI telah menyetujui revisi tentang perubahan atas UU Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI menjadi RUU usul inisiatif DPR RI.
Keputusan tersebut diambil dalam rapat paripurna DPR RI ke-18 Masa Persidangan V Tahun Sidang 2023-2024 yang dilaksanakan di Gedung Nusantara II, Senayan, Jakarta pada Selasa, 28 Mei 2024.
Keputusan revisi UU TNI ini dilakukan bersamaan dengan tiga revisi undang-undang lainnya, yakni RUU tentang Perubahan atas UU Nomor 2 Tahun 2002 tentang Polri, RUU tentang Perubahan atas UU Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara, dan RUU tentang Perubahan atas UU Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian.
Isi Pasal RUU TNI yang Kontroversial
Terdapat dua pasal kontroversial dalam revisi tentang perubahan atas UU Nomor 34 Tahun 2004 yang sangat disoroti.
Pertama, pasal mengenai prajurit aktif TNI dapat menduduki jabatan di kementerian. Pasal tersebut tentu berpotensi mengembalikan dwifungsi ABRI yang sempat ada pada masa Orde Baru.
Kedudukan di badan eksekutif tersebut membuat prajurit aktif TNI dapat turut mengatur dan memegang kekuasaan negara.
Hal ini bertentangan dengan salah satu tujuan dari reformasi, sehingga menimbulkan polemik di masyarakat.
Kedua, pasal mengenai penambahan batas usia pensiun yang bisa mencapai paling tinggi 65 tahun untuk prajurit aktif jabatan fungsional.
Penambahan batas usia pensiun ini juga menjadi polemik, khususnya bagi internal TNI. Sebab kebijakan ini akan menimbulkan hambatan promosi jabatan dan rotasi tugas perwira. Sehingga, akan terjadi penumpukan perwira menengah tanpa jabatan atau masalah lainnya di tubuh TNI.
Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad menjelaskan, bahwa sebelumnya sudah ada permintaan revisi terhadap UU Polri dan UU TNI guna menyamakan masa pensiun dan jabatan fungsional dengan UU Kejaksaan yang sudah lebih dulu direvisi pada 2021.
Akan tetapi revisi UU Polri dan UU TNI mengalami penundaan karena pelaksanaan Pemilu 2024 sehingga baru kembali digulirkan pada Masa Persidangan V Tahun Sidang 2023-2024.
Sementara itu, Ketua Baleg DPR RI Supratman Andi Agtas menyampaikan, bahwa perpanjangan batas usia pensiun dalam revisi UU TNI sama dengan batas usia pensiun ASN yang diatur dalam revisi UU Nomor 5 Tahun 2014 tentang ASN yang sudah disetujui DPR menjadi undang-undang.
Pasal Kontroversial dalam Revisi UU TNI
Berikut ini pasal yang menjadi sorotan dan menimbulkan kontroversi dalam revisi UU TNI.
1. Pasal 47: Prajurit aktif dapat menduduki posisi di badan eksekutif
Pada revisi UU TNI pasal 47 ayat 2 disebutkan, bahwa prajurit aktif dapat menduduki jabatan pada kementerian/lembaga lain yang membutuhkan tenaga dan keahlian Prajurit aktif sesuai dengan kebijakan Presiden.Adapun kementerian dan lembaga yang dapat diduduki prajurit TNI aktif, yakni:
- Koordinator bidang Politik dan Keamanan Negara
- Pertahanan Negara
- Sekretaris Militer Presiden
- Intelijen Negara
- Sandi Negara
- Lembaga Ketahanan Nasional
- Dewan Pertahanan Nasional
- Search and Rescue (SAR) Nasional
- Narkotika Nasional
- Mahkamah Agung
- Kementerian/lembaga lain yang membutuhkan tenaga dan keahlian Prajurit aktif sesuai dengan kebijakan Presiden.
2. Pasal 53: Perpanjangan batas usia pensiun
Pada revisi pasal 53 ayat 1 disebutkan, batas usia pensiun untuk perwira menjadi paling tinggi 60 tahun, yang mana sebelumnya 58 tahun.Kemudian batas usia pensiun bagi bintara dan tamtama menjadi paling tinggi 58 tahun, sebelumnya 53 tahun.
Selanjutnya, pada pasal 53 ayat 2 disebutkan, batas usia khusus untuk jabatan fungsional paling tinggi 65 tahun.
Lebih lanjut, DPR RI menyatakan tetap akan melanjutkan pembahasan revisi UU TNI meski terdapat pihak-pihak yang menyoroti isi draf RUU tersebut.
DPR menilai bahwa kewenangan aparat negara, dalam konteks ini TNI, justru dibatasi dalam RUU tersebut. Sebab, terdapat beberapa kementerian dan lembaga negara yang sudah diduduki oleh aparat negara belum diatur dalam undang-undang.
DPR juga akan menyiapkan mekanisme pengawasan yang kuat dengan membuat protokol yang harus dijalankan dengan sebaik-baiknya.
Penulis: Bintang Pamungkas
Editor: Dipna Videlia Putsanra