Menuju konten utama

Isi Pertemuan Jokowi dan KPK Soal Masuknya Pasal Tipikor di RKUHP

KPK menolak pasal Tipikor di RKUHP karena berpotensi melemahkan pemberantasan korupsi di Indonesia.

Isi Pertemuan Jokowi dan KPK Soal Masuknya Pasal Tipikor di RKUHP
Ketua KPK Agus Rahardjo menerima hasil petisi dari Ketua PP Pemuda Muhammadiyah Virgo Sulianto Gohardi disaksikan serta sejumlah pegiat antikorupsi yang tegabung dalam Koalisi Masyarakat Sipil Antikorupsi di gedung KPK, Selasa (5/6/2018). ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A

tirto.id - Para petinggi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bertemu dengan Presiden Joko Widodo untuk membicarakan masuknya pasal tindak pidana korupsi (Tipikor) dalam Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKUHP) yang sempat ditolak KPK.

Ketua KPK Agus Rahardjo menyampaikan, langkah terhadap RKUHP itu benar adanya karena selama ini belum ada undang-undang,

"Itu salah satu cara mempunyai undang-undang dulu, yang kemudian meninggalkan warisan dari Belanda," kata Agus di Istana Kepresidenan Bogor, Rabu (4/7/2018).

Namun, menurut Agus, usai KPK membaca benar-benar isi pasal Tipikor dalam RKHUP itu, maka mereka menemukan adanya unsur pelemahan terhadap pemberantasan korupsi.

"Kami melihat sistem koordinasi yang mau diterapkan itu, kalau saya baca-baca mohon maaf Pak Yasonna [Menkumham], itu kan mengubah." lanjut Agus.

KPK justru melihat, masuknya pasal Tipikor dalam RKUHP itu berpotensi mengurangi efektivitas upaya pemberantasan korupsi.

Selain itu, kata Agus, hal itu juga akan menimbulkan ketidakpastian dan perlunakan terhadap pelaku kejahatan korupsi karena tidak ada sanksi pidana uang pengganti dan turunnya hukuman denda terhadap pelaku korupsi.

Menurut KPK, setidaknya ada 10 hal yang membuat RKUHP mengancam pelemahan terhadap pemberantasan korupsi:

1. Kewenangan kelembagaan KPK tidak ditegaskan dalam RUU KUHP

2. KPK tidak dapat menangani aturan baru dari United Nations Convention againts Corruption (UNCAC) seperti untuk menangani korupsi sektor swasta

3. RUU KUHP tidak mengatur pidana tambahan berupa uang pengganti

4. RUU KUHP mengatur pembatasan penjatuhan pidana secara kumulatif

5. RUU KUHP mengatur pengurangan ancaman pidana sebesar 1/3 terhadap percobaan, pembantuan dan pemufakatan jahat tindak pidana korupsi

6. Beberapa tindak pidana korupsi dari UU Pemberantasan Tipikor masuk menjadi Tindak Pidana Umum

7. UU Pemberantasan Tipikor menjadi lebih mudah direvisi

8. Kodifikasi RUU KUHP tidak berhasil menyatukan ketentuan hukum pidana dalam satu kitab Undang-undang

9. Terjadi penurunan ancaman pidana denda terhadap pelaku korupsi

10. Tidak ada konsep dan parameter yang jelas dalam memasukkan hal-hal yang telah diatur undang-undang khusus ke dalam RUU KUHP.

Dalam kesempatan itu, Agus didampingi empat Wakill Ketua KPK Alexander Marwata, Saut Situmorang, Laode M Syarif dan Basaria Panjaitan. Selain pimpinan, hadir pula Kepala Bagian Perancangan Peraturan Biro Hukum KPK Rasamala Aritonang.

Sedangkan Presiden Joko Widodo didampingi oleh Menkopolhukam Wiranto, Menkumham Yasonna Laoly, Mensesneg Pratikno dan Sekretaris Kabinet Pramono Anung.

Baca juga artikel terkait RKUHP

tirto.id - Hukum
Sumber: antara
Penulis: Alexander Haryanto
Editor: Alexander Haryanto