Menuju konten utama
Hukum

Isi Pasal 233, 234 hingga 238 KUHAP tentang Aturan Banding

Prosedur banding dalam hukum Indonesia dan isi pasal 233, 234, 235, 236, 237, dan 238 KUHAP.

Isi Pasal 233, 234 hingga 238 KUHAP tentang Aturan Banding
Ilustrasi Pengadilan. foto/IStockphoto

tirto.id - Upaya banding dalam hukum Indonesia merupakan hak terdakwa atau penuntut umum dalam upaya mencari keadilan.

Hal itu diatur dalam pasal 67 dalam KUHAP. Sedangkan, aturan banding diatur dalam pasal 233 hingga 238 KUHAP (Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana).

Adapun bunyi dalam pasal tersebut, “Terdakwa atau penuntut umum berhak untuk minta banding terhadap putusan pengadilan tingkat pertama kecuali terhadap putusan bebas, lepas dari segala tuntutan hukum yang menyangkut masalah kurang tepatnya penerapan hukum dan putusan pengadilan dalam acara cepat.”

Secara definisi, merujuk pada laman resmi Pemerintah Provinsi Kepri dipaparkan, banding adalah salah satu upaya hukum yang dilakukan oleh salah satu atau kedua belah pihak yang berperkara terhadap suatu putusan Pengadilan Negeri.

Para pihak mengajukan banding bila merasa tidak puas dengan isi putusan Pengadilan Negeri kepada Pengadilan Tinggi melalui Pengadilan Negeri dimana putusan tersebut dijatuhkan.

Prosedur Banding dalam Hukum Indonesia

Adapun untuk melakukan banding, merujuk pada laman Pengadilan Negeri Sungai Penuh prosedurnya sebagai berikut:

1. Pemohon Banding

  • Mengajukan banding pada petugas pendaftaran. Jika ada, sekaligus memberikan memori banding.
  • Apabila terdakwa dalam tahanan, maka mengirim Surat Permohonan Banding yang telah ditandatangani oleh Pemohon dan diketahui oleh Kepala Tahanan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.

2. Petugas Pendaftaran

Mencatat pendaftaran permohonan banding

3. Panitera Muda

Memeriksa permohonan banding

4. Panitera Sekretaris

Memeriksa permohonan Banding dan tanda tangan

5. Petugas Pendaftaran

Mengirim pemberitahuan Banding, memori Banding dan Inzage (pemeriksaan berkas)

6. Petugas Pendaftaran

  • Menerima kontra memori Banding (bila ada) dari Termohon dan mengirimkan salinannya kepada pemohon.
  • Mengirim bundel perkara ke Pengadilan Tinggi.

Isi Pasal 233 hingga 238 KUHAP

Isi Pasal 233 KUHAP

(1) Permintaan banding sebagaimana dimaksud dalam Pasal 67 dapat diajukan ke pengadilan tinggi oleh terdakwa atau yang khusus dikuasakan untuk itu atau penuntut umum;

(2) Hanya permohonan banding sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) 'boleh diterima oleh panitera pengadilan negeri dalam waktu tujuh hari sesudah putusan dijatuhkan atau setelah putusan diberitahukan kepada terdakwa yang tidak hadir sebagaimana dimaksud dalam Pasal 196 ayat (2).

(3) Tentang permintaan itu oleh panitera dibuat sebuah surat keterangan yang ditandatangani olehnya dan juga oleh pemohon serta tembusannya diberikan kepada pemohon yang bersangkutan.

(4) Dalam hal pemohon tidak dapat menghadap, hal ini harus dicatat oleh panitera dengan disertai alasannya dan catatan harus dilampirkan dalam berkas perkara serta juga ditulis dalam daftar perkara pidana.

(5) Dalam hal pengadilan negeri menerima permintaan banding, baik yang diajukan oleh penuntut umum atau terdakwa maupun yang diajukan oleh penuntut umum dan terdakwa sekaligus, maka panitera wajib memberitahukan permintaan dari pihak yang satu kepada pihak yang lain.

Isi Pasal 234 KUHAP

(1) Apabila tenggang waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 233 ayat (2) telah lewat tanpa diajukan permohonan banding oleh yang bersangkutan, maka yang bersangkutan dianggap menerima putusan.

(2) Dalam hal sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), maka panitera mencatat dan membuat akta mengenai hal itu serta melekatkan akta tersebut pada berkas perkara.

Isi Pasal 235 KUHAP

(1) Selama perkara banding belum diputus oleh pengadilan tinggi, permintaan banding dapat dicabut sewaktu-waktu dan dalam hal sudah dicabut, permintaan banding dalam perkara itu tidak boleh diajukan lagi.

(2) Apabila perkara telah mulai diperiksa akan tetapi belum diputus sedangkan sementara itu pemohon mencabut permohonan bandingnya, maka pemohon dibebani membayar biaya perkara yang telah dikeluarkan oleh pengadilan tinggi hingga saat pencabutannya.

Isi Pasal 236 KUHAP

(1) Selambat-lambatnya dalam waktu empat belas hari sejak permintaan banding diajukan, panitera mengirimkan salinan putusan pengadilan negeri dan berkas perkara serta surat bukti kepada pengadilan tinggi.

(2) Selama tujuh hari sebelum pengiriman berkas perkara kepada pengadilan tinggi, pemohon banding wajib diberi kesempatan untuk mempelajari berkas perkara tersebut di pengadilan negeri.

(3) Dalam hal pemohon banding yang dengan jelas menyatakan secara tertulis bahwa ia akan mempelajari berkas tersebut di pengadilan tinggi, maka kepadanya wajib diberi kesempatan untuk itu secepatnya tujuh hari setelah berkas perkara diterima oleh pengadilan tinggi.

(4) Kepada setiap pemohon banding wajib diberi kesempatan untuk sewaktu-waktu meneliti keaslian berkas perkaranya yang sudah ada di pengadilan tinggi.

Isi Pasal 237 KUHAP

Selama pengadilan tinggi belum mulai memeriksa suatu perkara dalam tingkat banding, baik terdakwa atau kuasanya maupun penuntut umum dapat menyerahkan memori banding atau kontra memori banding kepada pengadilan tinggi.

Isi Pasal 238 KUHAP

(1) Pemeriksaan dalam tingkat banding dilakukan oleh pengadilan tinggi dengan sekurang-kurangnya tiga orang hakim atas dasar berkas perkara yang diterima dari pengadilan negeri yang terdiri dari berita acara pemeriksaan dari penyidik, berita acara pemeriksaan di sidang pengadilan negeri, beserta semua surat yang timbul di sidang yang berhubungan dengan perkara itu dan putusan pengadilan negeri.

(2) Wewenang untuk menentukan penahanan beralih ke pengadilan tinggi sejak saat diajukannya permintaan banding.

(3) Dalam waktu tiga hari sejak menerima berkas perkara banding dari pengadilan negeri, pengadilan tinggi wajib mempelajarinya untuk menetapkan apakah terdakwa perlu tetap ditahan atau tidak, baik karena wewenang jabatannya maupun atas permintaan terdakwa.

(4) Jika dipandang perlu pengadilan tinggi mendengar sendiri keterangan terdakwa atau saksi atau penuntut umum dengan menjelaskan secara singkat dalam surat panggilan kepada mereka tentang apa yang ingin diketahuinya.

Baca juga artikel terkait EDUKASI DAN AGAMA atau tulisan lainnya dari Sulthoni

tirto.id - Hukum
Kontributor: Sulthoni
Penulis: Sulthoni
Editor: Yulaika Ramadhani