tirto.id - Baca bagian sebelumnya di sini.
Rusia memiliki banyak sumber daya yang dapat dipakai salah satunya untuk membiayai invasi ke Ukraina. Dalam rangka membuat negara tersebut miskin, sanksi ekonomi pun dijatuhkan, baik terhadap badan atau individu terkait. Harapannya adalah Presiden Vladimir Putin lekas menghentikan agresi.
Salah satu sumber daya yang terdampak itu adalah intan, bongkahan batu berlian kasar atau mentah. Rusia adalah penyuplai intan terbesar di dunia. Sekitar 30 persen yang sudah dikeruk berasal dari ibun abadi atau lapisan tanah beku di belantara Siberia.
Salah satu negara yang menyerukan boikot dan melarang transaksi dengan perusahaan intan Rusia adalah pemerintah Amerika Serikat.
Pangsa berlian atau intan yang telah diolah di AS begitu besar. Nilai impor berlian setiap tahun selalu menembus 20 miliar dolar (kecuali pada tahun pertama pandemi Covid-19, hanya 14 miliar dolar). Sampai sini tampaknya sanksi dari AS akan memukul Rusia dengan telak.
Masalahnya, produk-produk intan di negara tersebut selama ini lebih banyak berasal dari negara selain Rusia. Melansir Biro Sensus AS, pada 2013, sebanyak 87 persen intan polesan atau berlian yang diimpor ke AS berasal dari tiga negara saja: Israel (38 persen), India (32 persen), dan Belgia (18 persen). Tahun lalu, sumbangsih nilai impor berlian terbesar berasal India (11 miliar dolar), Israel (5 miliar dolar), lalu Belgia (1,8 miliar dolar).
Sebenarnya AS juga membeli berlian hasil polesan Rusia, namun nilainya rendah sekali: tak sampai 300 juta dolar.
Di samping itu, AS juga tidak terlalu hobi mengimpor bongkahan intan dalam wujud asli, yang merupakan komoditas ekspor utama perusahaan semi-BUMN Rusia yang disanksi Washington, Alrosa. Nilai impor intan mentah setiap tahun pun sangat rendah, berkisar di angka ratusan juta dolar—tak sampai 400 juta dolar pada 2021, bahkan hanya 200 juta dolar pada 2020. Kebanyakan intan mentah itu disuplai dari Benua Afrika.
Singkat kata, Rusia bukanlah partner dagang utama AS untuk komoditas intan dan berlian. Karena itulah boikot mungkin dampaknya tidak akan signifikan.
Jika pemerintah AS dan komunitas internasional serius menghukum Rusia dengan memboikot intannya, maka mereka perlu menekan pihak paling signifikan, dalam hal ini berarti Belgia, India, dan Israel. Tiga negara ini adalah klien besar Alrosa. Dari 58 klien, 21 di antaranya berasal dari Belgia. Beberapa lainnya dari India (yang juga negara pemoles intan terbesar di dunia) dan Israel.
Di sinilah persoalannya. Usul Uni Eropa untuk mengajukan boikot gagal terwujud karena tekanan dari Belgia, negara yang salah satu pilar ekonominya memang hasil olahan intan dari Rusia. Sementara India dan Israel bahkan punya lebih banyak kepentingan dengan Rusia—dari urusan dagang sampai strategi militer dan pertahanan. Karena itu keduanya masih enggan ikut-ikutan AS dan kawan-kawan untuk menjatuhkan sanksi.
Menurut penelusuran media Israel Haaretz, sejak invasi ke Ukraina pada akhir Februari sampai pertengahan Maret, Israel masih menerima bongkahan intan asal Rusia dengan lancar. Sedikitnya ada lima perusahaan Israel yang memegang lisensi Alrosa Alliance.
Ketika Uni Eropa dan AS memperkuat sanksi untuk Rusia dengan memutus bank-bank mereka dari jaringan perbankan internasional SWIFT, proses pembayaran intan dari Israel memang sempat tersendat. Namun, hal tersebut tidak terlalu merisaukan kalangan industri intan Israel apalagi menggugah hati mereka untuk segera memboikot intan Rusia.
Kepercayaan diri pelaku industri berlian Israel tidak tampak di India. Dampak yang dirasakan India lebih dahsyat, tak lain karena mereka selama ini menanggung beban lebih berat: memotong dan memoles 90 persen intan di dunia serta mempekerjakan sampai dua juta orang di industri tersebut. Pada Mei lalu, dilaporkan sebanyak 250 ribu pekerja di sektor pemotongan dan pemolesan intan di negara bagian Gujarat dilaporkan sudah kehilangan pekerjaan.
Sejak pemerintah AS dkk memutus bank Rusia dari jaringan sistem pembayaran internasional SWIFT, proses impor intan jadi tersendat, pembayaran ditangguhkan, dan pedagang dihadapkan pada tagihan biaya lebih tinggi apabila membayar dalam mata uang rupee atau rubel. Pendek kata, tidak ada cukup banyak intan yang bisa diolah di sana.
Jumlah permintaan berlian di India juga turun seiring klien-klien mereka di luar negeri seperti Tiffany & Co. menolak menerima olahan intan dari tambang Rusia (padahal selama ini Rusia adalah penyuplai intan terbesar di India). Sementara bagi India, intan polesan atau berlian adalah sumber pendapatan ekspor terbesar ketiga setelah olahan kilang minyak dan obat-obatan—rata-rata nilainya setiap tahun selalu menembus 20 miliar dolar.
Menanggapi tersendatnya industri intan India pasca-perang Rusia-Ukraina, Anoop Mehta dari bursa intan terbesar di dunia, Bharat Diamond Bourse di Mumbai, berkata pada Al Jazeerapada April silam: “Yang terjadi di Ukraina memang gawat, dan kami berpihak pada rakyat di sana.”
“Akan tetapi tentu saja solusinya bukan dengan menghukum buruh miskin dan polos yang tidak ada sangkut pautnya sama Rusia atau perangnya,” imbuh Mehta.
Industri yang (Masih) Tahan Banting
Terlepas dari semua karut-marut, investigasi Bloomberg yang terbit Agustus lalu mengungkapkan bahwa intan Rusia perlahan kembali mengalir lancar ke pasar dunia, terutama di tangan pengusaha India dan Belgia.
Narasumber Bloomberg menyampaikan, nilai penjualan intan Alrosa berhasil menembus 250 juta dolar dalam sebulan—kira-kira 50-100 juta lebih rendah daripada penjualan per bulan sebelum perang Rusia-Ukraina meletus. Meningkatnya nilai transaksi dagang ini disinyalir karena bank-bank India sudah mulai nyaman melakukan transaksi dengan mata uang selain dolar AS.
Dalam liputan terpisah, Bloomberg juga menyampaikan ada segelintir pengusaha intan di India dan Belgia yang diam-diam menjalin kesepakatan dagang dengan Rusia: membeli intan dalam volume besar dengan harga lebih murah. Transaksinya dilakukan dalam rupee atau euro.
Sementara itu, pemangku kepentingan intan di Israel tampaknya masih merasa masa bodoh dengan isu terkait sanksi intan Rusia. Menurut amatan aktivis HAM Daniel Schwartz dalam kolom opini di Haaretz pada awal Oktober, kalangan pengusaha intan Israel—yang jangkauan bisnisnya menggurita sampai ke New York—dengan santainya masih memamerkan hubungan mesra mereka dengan Alrosa. Beberapa pengusaha bahkan memasukkan informasi itu ke profil LinkedIn.
Mungkin sikap paling cuek terhadap isu intan Rusia dicerminkan oleh pemangku kepentingan di Belgia. Menurut data dari Bank Nasional Belgia yang diperoleh oleh peneliti industri berlian Hans Merket, tidak ada penurunan nilai impor intan Rusia ke Belgia selama lima bulan pertama pada 2022—atau sekitar tiga bulan setelah Rusia menginvasi Ukraina. Nilainya sekitar 740 juta euro—hanya 30 juta euro lebih sedikit daripada perolehan sepanjang periode sama tahun lalu.
Gamblangnya, seruan boikot intan Rusia sama sekali tidak memengaruhi atau menimbulkan dampak berarti di negeri tersebut—berbeda dari yang sempat terjadi di India dan Israel.
Pada akhirnya, bukan tidak mungkin industri intan dunia akan beradaptasi dengan gerakan boikot intan Rusia. Dikutip dari Financial Times, analis intan Paul Zimnisky memprediksi pasokan intan dunia kelak akan bercabang jadi dua, yakni intan yang berasal dari tambang-tambang selain Rusia dan intan asal Rusia.
“Setelah industri [intan] beradaptasi, produk non-Rusia akan dikirim ke pasar konsumen Barat (pemerintah AS dan sekutunya) dan produk asal Rusia … ke penjuru dunia,” ujarnya.
(Tamat)
Editor: Rio Apinino