tirto.id - Pada usia pubertas, lima belas tahun lalu, saya adalah satu dari 3,3 juta penggemar budaya pop Korea di Indonesia yang ingin seperti Song Hye-kyo. Bintang serial drama Korea Full House (2004) ini punya wajah rupawan sebening kristal, putih dan bercahaya dengan efek dewy khas Korea.
Belasan tahun kemudian keinginan macam itu sangat mungkin terjawab, meski tak secantik Song Hye-kyo. Setelah sukses menginvasi dunia hiburan internasional dengan K-Pop, Negeri Ginseng ini merambah industri kecantikannya—dikenal dengan istilah K-Beauty. Praktis, gelombang Hallyu alias Korean Wave makin mendominasi pasar muda-mudi budaya pop global.
Mengedepankan konsep bahan-bahan alami, K-Beauty mendapat tempat di hati konsumen dunia yang mulai sadar isu-isu lingkungan dan gaya hidup sehat. Nama-nama seperti Laneige, Etude House, Nature Republic, hingga Innisfree menjadi akbar bagi konsumen tanah air, terutama bagi beauty enthusiasts.
Merek-merek kecantikan ini menawarkan produk andalan berupa mask sheet atau masker sekali pakai, yang memang menjadi must have item di negerinya dalam dunia perawatan kulit.
Selain mask sheet, produk dengan penjualan terbaik lain adalah pelembab, yang bisa memberi sentuhan akhir kulit wajah yang dewy dan bersinar, seperti Song Hye-kyo.
Invasi industri kecantikan Korea memang tak bisa dianggap enteng bagi perusahaan kosmetik negara lain.
Catatan lembaga riset pasar Mitel menyebutkan pertumbuhan kosmetik dan perawatan kulit Korea mencapai 5,8 persen dari tahun ke tahun sejak 2013. Ia mengalahkan Amerika Serikat yang hanya 3,9 persen dan Britania Raya dengan pertumbuhan 2,1 persen.
Saking menjanjikan industri ini, perusahaan raksasa global, Unilever, rela mengeluarkan kocek 2,7 miliar dolar AS untuk membeli Carver Korea Co, perusahaan yang memproduksi merek AHC Skin Care.
Keputusan itu bukan tanpa alasan mengingat pencapaian K-Beauty secara global tahun ini menembus 6,3 miliar dolar AS, menurut riset Euromonitor. Ekonom Universitas New South Wales, Tim Harcourt, menyebut Korea Selatan menduduki peringkat kelima dunia dalam industri kecantikan, mengungguli Italia, tetapi masih di bawah Amerika Serikat dan Perancis.
Dan K-Beauty haruslah berterima kasih kepada para bintang K-Pop dan K-Drama yang berperan besar sebagai duta langsung maupun tak langsung industri ini.
Baca juga: Tampil Cantik dengan Bujet Murah lewat K-Beauty
Inovasi Produk K-Beauty agar Ramah dengan Konsumen Indonesia
Di Asia Tenggara, Korea Selatan menaruh minat besar terhadap Indonesia sebagai pangsa pasar di Asia. Selain negara berpenduduk terbesar di Asia Tenggara, Indonesia adalah salah satu kantong fanbase Korean Wave terbesar di dunia. Badan Pusat Statistik mencatat impor kosmetik dan skin care Korea mencapai 5,9 juta dolar AS pada 2016.
“Ada sekitar 15 brand yang kami tangani, mulai dari kosmetik maupun skin care. Paling laris itu brand Laneige,” ujar Fitri Nur Arifenie, asisten manajer riset pasar Korea Trade-Investment Promotion Agency (KOTRA), kepada Tirto, beberapa waktu lalu.
Animo ini makin terlihat tiap ada gelaran misi perdagangan brand Korea. Menurut KOTRA, dalam sebulan, bisa ada sekitar 60 perusahaan kosmetik Korea yang berminat ke pasar Indonesia.
“Tampaknya di Korea sendiri memang sudah overmanufacture, sehingga akhirnya mencari market di sini,” ujar Fitri.
Kendati demikian, perusahaan-perusahaan Korea ini tak bisa langsung mulus menjejak bisnisnya di Tanah Air. Kebanyakan perusahaan kerap mengeluhkan syarat izin edar dari Badan Pengawas Obat dan Makanan.
“Di sini lebih repot perizinan. Karena satu produk, misal satu lipstik, bisa punya puluhan warna. Nah, satu warna itu satu izin edar. Jadi di situ tantangan mereka,” kata Fitri.
Seperti dikutip Bloomberg, Kepala Operasi Amorepacific Asia Tenggara, perusahaan yang menaungi sejumlah brand Korea, Robin Na mengatakan keberagaman di kawasan ASEAN menjadi "tantangan tersendiri" bagi produk Korea.
Kulit wajah orang Korea berbeda dari penduduk di Asia Tenggara, sebuah kawasan dengan ratusan etnis. Perempuan di Asia Tenggara memiliki warna kulit lebih hangat dengan iklim lebih lembab. Maka, Amorepacific berinovasi dengan menciptakan produk yang sesuai kulit wajah wanita Asia Tenggara.
Terlebih bagi wanita muslim yang harus mencuci muka lima kali sehari untuk menunaikan salat. Misalnya saja, kosmetik yang mudah hilang saat mencuci muka tetapi mudah pula diaplikasikan kembali.
Inovasi demi inovasi oleh perusahaan Korea ini menunjukkan minat besar pasar Asia Tenggara terhadap K-Beauty. Dilansir dari Bloomberg, Euromonitor mencatat penjualan Amorepacific di Asia Tenggara pada 2016 mencapai 133 juta dolar AS.
Di Indonesia, dengan penduduk mayoritas muslim, halal tidaknya produk kerap jadi pertimbangan penting mengonsumsi suatu barang.
Eka, salah satu konsumen K-Beauty, berkata semula ragu menggunakan skin care asal Korea lantaran belum ada label halal dari Majelis Ulama Indonesia. Namun, setelah mencari informasi dari pelbagai sumber dan memastikan produk pilihannya tak mengandung bahan hewani, ia meyakini produk yang dipakainya aman, meski belum ada label halal.
Mark Hwang, manajer umum brand Innisfree Indonesia, berkata tengah mempertimbangkan mengurus label halal di MUI, meski hal ini belum jadi fokus utama.
“Fokus utama kami lebih kepada pemasaran. Membangun awareness kepada masyarakat tentang produk kami. Sebagai alternatifnya, kami cukup menginformasikan produk kami tidak mengandung bahan-bahan tertentu yang dilarang sehingga aman digunakan untuk konsumen muslim,” ujar Hwang.
Penulis: Restu Diantina Putri
Editor: Fahri Salam