tirto.id - “Ini aku habis tanam benang. Jadi enggak terlalu bisa mangap ngomongnya,” ujar Virnie Ismail seraya tertawa saat kami bertemu di salah satu pusat perbelanjaan di Bintaro, Tangerang Selatan.
“Awalnya aku enggak berani. Karena takut surgery, kan. Tapi aku lihat, temanku Maia (Maia Estianty), dia pakai sudah lama dan baik-baik aja, bagus-bagus aja. Jadi ya udah, aku memberanikan diri,” ujar mantan bintang variety show Extravaganza itu kepada Tirto.
Virnie baru mulai memasang benang pada wajahnya setahun lalu. Alasannya, usianya sudah kepala tiga, bikin gravitasi makin mencintai kulit wajahnya.
“Mulai turun kan, jadinya,” ujar Virnie.
Sambil berjalan santai, kami meneruskan obrolan. “Pertama, aku mencoba benang halus. Biar bikin kulit glowing. Memang sih, merusak sel, tapi benangnya merangsang kolagen, jadi kulit bisa berkilau dan kencang,” ujar ibu dua putra ini.
Virnie mengajak saya duduk di bangku tunggu orangtua di salah satu pojok wahana permainan anak.
Aktris kelahiran Bandung ini menampik kalau ia tidak merasa bersyukur lantaran melakukan prosedur non-surgery seperti itu. Menurutnya, selama hal ini tak mengubah bentuk wajah dan aman, ia tak masalah melakoninya. Terlebih sebagai pesohor yang dituntut selalu tampil prima di depan layar kaca.
“Pakai ini jadinya praktis. Enggak perlu pakai foundation, shading, atau bedak banyak-banyak,” celetuknya.
Pada saat kali pertama melakukan prosedur tanam benang, Virnie bahkan sampai menanam hampir di seluruh wajah beserta filler untuk menghilangkan segala kerutan. Untuk satu kali prosedur macam ini, ia harus merogoh kocek sampai Rp35 juta. Virnie melakukannya di salah satu klinik Korea ternama di Jakarta.
“Tapi itu untuk pertamanya aja, kok. Selanjutnya bisa lebih murah tergantung kebutuhan wajah,” ujar Virnie, yang mengenakan dress hitam selutut saat kami bertemu.
Virnie bilang ia pernah melakukan prosedur liposuction atau operasi pembentukan badan agar terlihat lebih ramping. “Habis itu tetap harus diet karena lipo, kan, enggak membuat kurus. Hanya shaping.”
Virnie Ismail dan Maia Estianty hanya salah dua dari para seleb yang kerap melakukan prosedur permak wajah. Sudah menjadi rahasia umum, nama lain seperti Ivan Gunawan, Iis Dahlia, Inul Daratista, dan sejumlah selebritas lain melakukan beragam prosedur estetika wajah seperti filler dagu, bibir, hidung, meniruskan pipi, membentuk rahang, hingga menghilangkan kerutan.
Mereka lebih memilih metode ala Korea lantaran dinilai aman dengan hasil natural tanpa efek samping. Entah mana yang lebih dulu: booming di Indonesia, tren skin care, atau treatment ala Korea? Yang pasti mereka hadir sebagai ekses gempuran Korean Wave ke Tanah Air selama beberapa tahun terakhir.
Tren Permak Wajah tanpa Operasi
Penasaran dengan metode estetika wajah ala Korea, saya mendatangi salah satu klinik Korea di daerah Mangga Besar, Jakarta Barat, untuk menemui Erdi Ming Lesmanan, asisten komunikasi pemasaran Dermaster Indonesia.
Dermaster Clinic mulai hadir di Indonesia sekitar empat tahun lalu saat Korean Wave di pucuk budaya pop dunia. Melirik peluang itu, sang pemilik, Yety Tjandra, mengajak dua dokter mengembangkan klinik estetika yang mengambil waralaba serta metode langsung dari Korea.
“Saat ini kami sudah memiliki sembilan klinik cabang di seluruh Indonesia, satu klinik saat ini tengah dibangun,” jelas Erdi. Dermaster Clinic mengklaim sudah menggaet 10 ribu pelanggan di setiap klinik.
Erdi berkata, perbedaan Dermaster dari klinik lain terletak pada benang. Ada benang khusus yang lembut dan dapat menyatu dengan tubuh sehingga prosedur dijamin aman. Prosedur ini memang diadaptasi langsung dari negeri produsen K-Pop dan K-Drama.
Paham mengenai kekhawatiran calon konsumen yang kerap mempertanyakan halal-tidaknya dalam metode, Dermaster Indonesia memutuskan untuk tidak melakukan prosedur surgery atau pembedahan.
“Di sini, kan, masih memikirkan juga soal agama, ya. Kalau operasi plastik itu tidak boleh. Maka kami menyesuaikan,” ujar Erdi.
Menurut Voni Papang Hartono, salah satu dokter di Dermaster Clinic, metode prosedur estetika wajah yang berkiblat ke Korea biasanya berfokus pada contouring, pembentukan dagu v-shape, pengecilan cuping hidung, dan pengecilan rahang.
“Kebetulan Indonesia cocok. Mereka ingin putih, ingin bening. Beda dengan Amerika yang ingin lebih tanned warna kulitnya,” ujar Voni.
Selama ini, lebih banyak pasien yang meminta prosedur pencerahan kulit. Usianya berkisar dari belasan hingga dua puluhan.
Bagi yang menginginkan prosedur estetika wajah, pasien diharuskan berkonsultasi dulu. Dan banyak atau sedikitnya benang tergantung pada kebutuhan serta harus dari saran dokter.
“Lebih banyak yang meminta untuk meniruskan pipi atau mengecilkan rahang,” tambah Voni.
Dalam meniruskan pipi, prosedur paling ringan adalah menggunakan alat pengencang kulit tanpa rasa sakit. Prosedur lain adalah dengan meso, yakni memasukkan cairan ke dalam kulit. Ada beberapa macam meso: meso-bright untuk mencerahkan dan meso-lipo untuk menghancurkan lemak.
Selanjutnya, ada tanam benang hingga botox. Jika tanam benang hanya untuk menarik kulit agar lebih tirus, botox bekerja pada otot rahang. Jika tak bisa diatasi, yang dapat dilakukan adalah facelift, yakni pembedahan.
Dokter Voni menegaskan, yang perlu diketahui pasien adalah efek penanaman benang dapat berbeda bagi setiap orang. Misalnya, untuk pasien lebih muda, kolagenisasi setelah benang ditanam dapat berlangsung cepat. Sementara bagi yang sudah berumur dan kulitnya sangat kendor, proses kolagenisasi berlangsung lambat.
“Satu lagi, kalau metode Barat biasanya menggunakan alat saat melakukan prosedur. Sementara Korea-minded, dokter diwajibkan untuk hands-on, atau tindakan langsung menggunakan tangan,” jelas Voni.
Selain sejumlah prosedur tadi, Dermaster menyediakan treatment regular seperti halnya klinik lain. Salah satu andalannya adalah Korean Peel. Saya berkesempatan untuk mencoba treatment microdermabrasi ala Dermaster ini.
Langkah pertama, wajah saya dibersihkan dari sisa make-up dan kotoran. Kemudian diuap untuk membuka pori-pori. Pada prinsipnya, treatment Korean Peel sama saja dengan microdermabrasi di tempat lain, berguna untuk menghilangkan komedo dan sisa-sisa kulit mati sehingga wajah terlihat lebih cerah. Namun, yang membedakan adalah alat vakum untuk menyedot komedo dari wajah pasien.
Dermaster menggunakan vakum berbasis aqua tech. Jadi, saat divakum, pasien merasakan sensasi sejuk dari air. Setelahnya, proses memasukkan serum ke dalam wajah. Gunanya untuk mencerahkan dan memberi efek segar. Sayangnya, Korean Peel di Dermaster tidak dilengkapi masker wajah seperti klinik lain.
Ditawari tanam benang? Nanti dulu, deh. Saya belum siap lahir batin.
Korea Bukan Negara Paling Getol Melakukan Praktik Oplas
Tren kecantikan estetika wajah ala Korea sebenarnya cukup lama di negeri asalnya. Baru-baru ini Korea Tourism Organization justru gencar memperkenalkan daerah Daejeon. Kota yang berjarak satu jam dari Seoul, ibu kota Korea Selatan, ini didapuk sebagai pusat wisata kecantikan Korea.
Untuk mendukung cita-cita itu, ada lebih dari 2 ribu klinik kecantikan dan 10 rumah sakit besar yang melayani operasi plastik Korea. Pelanggannya beragam, dari pelajar hingga konsumen usia empat puluhan. Selain Daejeon, daerah Gangnam juga terkenal dengan klinik-klinik besar khusus untuk perawatan kulit.
Sementara di Indonesia, klinik-klinik kecantikan sudah ada sejak 1990-an. Namun, klinik-klinik ini mulai tumbuh subur di kota-kota besar dan jadi tren gaya hidup masyarakat kelas menengah sejak 10 tahun terakhir.
Sebut saja nama besar seperti Natasha Skin Care, Erha Clinic, Larissa Aesthetic Center, London Beauty Center, dan NMW. Para perempuan rela mengeluarkan bujet ratusan ribu hingga jutaan rupiah setiap bulan demi mendapatkan wajah kinclong.
Di dunia internasional, peminat praktik operasi plastik dan nonoperasi masih tinggi bahkan meningkat signifikan. International Society of Aesthetic Plastic Surgery (ISAPS) mencatat ada 4,2 juta praktik estetika wajah di Amerika Serikat pada 2017, menempatkan negara Abang Sam ini sebagai peringkat pertama dalam permak wajah. Ia disusul Brasil dengan 2,5 juta kasus, dan Jepang dengan 1,1 juta kasus. Berikutnya adalah Italia dan Meksiko.
Lucunya, meski disebut negara dengan budaya operasi plastik yang cukup besar, Korea Selatan bahkan tidak masuk 24 besar negara terbanyak yang melakukan praktik operasi plastik.
Penulis: Restu Diantina Putri
Editor: Fahri Salam