Menuju konten utama

Indonesia, Negeri Dermawan yang Rawan Dihantui "Korupsi"

Indonesia dinobatkan sebagai negeri paling dermawan di dunia versi Charities Aid Foundation (CAF). Sayang, penyalahgunaan dan kesalahan tata kelola dana masih menghantui.

Indonesia, Negeri Dermawan yang Rawan Dihantui
Ilustrasi zakat. FOTO/IStockphoto

tirto.id - Hari Raya Idul Adha masih kurang dari satu bulan lagi. Namun, tawaran hewan kurban mulai berdatangan dari berbagai arah, tak terkecuali dari keluarga, sanak saudara bahkan sampai dengan kawan dekat. Agus (33 tahun) salah satunya. Ia tiba-tiba mendapatkan pesan dari "ibu"-nya.

Isi pesannya singkat: "Mau kurban? Ibu jualan kambing, paling kecil Rp2,5 juta." Agus yang sudah tinggal di Jakarta sekitar 5 tahun ini pun sontak terkejut. "Sejak kapan ibu gue jualan kambing?" katanya sambil tersenyum.

Apa yang dialami Agus bukanlah hal yang mengherankan. Pada masa-masa menjelang Idul Adha, berbagai tawaran hewan kurban memang sudah mulai bermunculan. Salah satunya dari Go-Jek. Berkolaborasi dengan Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) dan Lembaga Amil Zakat (LAZ), Go-Jek menawarkan hewan kurban bagi para masyarakat melalui aplikasi mereka.

Perusahaan ritel milik Chairul Tanjung, Transmart juga tidak ketinggalan. Mereka mulai menawarkan hewan kurban di sejumlah gerainya. Tak hanya itu, hewan kurban juga ditawarkan melalui email calon pembeli.

Banyaknya tawaran dari para penyedia hewan kurban ini tidak datang dari ruang hampa. Warga Indonesia memang semakin giat bersedekah. Menurut Charities Aid Foundation (CAF), Indonesia bahkan menjadi salah satu negara paling dermawan di dunia.

Tahun 2017, Indonesia untuk pertama kali dinobatkan sebagai negara paling dermawan di dunia. Dalam laporan CAF World Giving 2018, Indonesia menggeser posisi Myanmar yang tahun sebelumnya berada di peringkat pertama.

Laporan yang melibatkan 150.000 responden yang tersebar di 144 negara ini disusun untuk mengetahui tren kedermawanan. Ada tiga aspek yang dianalisa, yaitu kemauan membantu orang yang tidak dikenal atau asing, sumbangan uang, dan waktu menjadi relawan.

Untuk Indonesia, CAF menyebutkan sebanyak 46 persen responden Indonesia mau menolong orang asing. Lebih lanjut, sebanyak 78 persen gemar memberikan bantuan uang untuk orang lain, dan 53 persen rela meluangkan waktunya menjadi relawan. Dari seluruh aspek itu, skor kegiatan beramal Indonesia mencapai 59 persen.

Skor Indonesia terkait kegiatan beramal tersebut mengalami peningkatan jika dibandingkan dengan 2014. Pada tahun tersebut, Indonesia berada di peringkat ke-13 dengan skor kegiatan beramal mencapai 51 persen.

Gemar memberikan bantuan uang dan meluangkan waktu menjadi relawan menjadi dua faktor naiknya skor Indonesia. Pada 2014, hanya 66 persen orang yang gemar memberikan bantuan uang, dan 40 persen yang rela meluangkan waktu menjadi relawan.

Selain keinginan bersedekah meningkat, jumlah orang Indonesia yang gemar bersedekah juga terus bertambah. Pada 2014, sebanyak 114 juta masyarakat Indonesia diperkirakan gemar bersedekah. Pada 2017, jumlah itu meningkat menjadi 144 juta orang.

Sayangnya, kemauan untuk menolong orang asing yang membutuhkan di Indonesia malah menurun. Pada 2014, skor Indonesia ihwal menolong orang asing yang membutuhkan sebesar 48 persen, lebih besar dari skor 2017 sebesar 46 persen.

Nilai Sumbangan Tumbuh Pesat

Kegemaran orang Indonesia bersedekah juga tercermin dari laporan keuangan badan atau lembaga amal di Indonesia, seperti Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) atau Lembaga Amil Zakat (LAZ). Dalam sejumlah catatan lembaga tersebut, sumbangan yang diterima tumbuh signifikan.

Sepanjang 2018, Baznas Pusat menghimpun dana sumbangan yang berasal dari zakat, infak dan sedekah (ZIS) sebesar Rp195 miliar, atau naik 23 persen dari penerimaan ZIS pada 2017 sebesar Rp159 miliar.

Ada lagi Dompet Dhuafa. Lembaga swasta yang sudah berdiri 25 tahun ini juga membukukan pertumbuhan penghimpunan dana sekitar 14 persen, atau sebesar Rp313 miliar selama 2018 dari tahun sebelumnya sebesar Rp273 miliar.

"Alhamdulillah, penghimpunan Dompet Dhuafa setiap tahunnya terus tumbuh. Ini membawa sinyal positif bagi kami di Dompet Dhuafa untuk menggerakkan dan menjalankan kerja-kerja kemanusiaan, serta keberdayaan dhuafa," jelas Dirut Dompet Dhuafa Imam Rulyawan dalam siaran pers.

Lembaga lainnya, Yayasan Aksi Cepat Tanggap, juga membukukan kenaikan penghimpunan dana sumbangan. Sepanjang 2018, yayasan itu memperoleh Rp516 miliar, naik 97 persen dari tahun sebelumnya sebesar Rp262 miliar.

Pertumbuhan penghimpunan dana sumbangan yang tinggi di ketiga lembaga itu sebenarnya tidak mengherankan. Setiap tahunnya, tren pengumpulan dana sumbangan di Indonesia memang selalu tumbuh dua digit.

Laporan Baznas bertajuk Statistik Zakat Nasional (PDF), misalnya, menunjukkan tren tersebut. Selama periode 2013-2017, rata-rata pertumbuhan pengumpulan ZIS di Indonesia setiap tahun mencapai 23 persen. Adapun, nilai pengumpulan ZIS pada 2017 sudah menembus Rp6,23 triliun (Hlm. 16).

Infografik Negeri Dermawan

Infografik Negeri Dermawan. tirto.id/Nadia

Meski niat baik menyisihkan sebagian uangnya semakin besar, toh bukan berarti tidak ada persoalan. Salah satu masalah yang sedang disorot saat ini utamanya terkait tata kelola dari badan atau lembaga itu sendiri.

Kegemaran masyarakat Indonesia untuk bersedekah membuat jumlah lembaga amal semakin menjamur di segala penjuru Indonesia. Sayangnya, masih banyak lembaga amal yang belum memiliki izin.

Di Yogyakarta, misalnya, terdapat 38 LAZ yang berada di Yogyakarta berdasarkan catatan Baznas DIY. Namun, dari jumlah itu, baru delapan lembaga yang sudah mendapatkan izin dari Kementerian Agama.

"Kalau belum legal secara pelaporan, kan, tidak jelas. Kami memberikan perlindungan supaya masyarakat yakin, nyaman zakatnya itu ke lembaga resmi dan tersalurkan secara baik," kata Ketua Baznas DIY Bambang Sutiyoso dikutip dari Republika.

Padahal, perizinan penting untuk dimiliki lembaga amal, utamanya untuk menghindari praktik-praktik penyalahgunaan pengumpulan sumbangan. Catatan penting, prosedur penghimpunan ZIS memiliki aturan khusus, yakni UU No. 23/2011 tentang Pengelolaan Zakat.

Kasus penyalahgunaan donasi juga beberapa kali terdengar. Misal, kasus korupsi dana zakat sebesar Rp461 juta di Pagaralam, Sumatera Selatan pada 2015. Ada lagi, penyalahgunaan dana zakat sebesar Rp7 miliar di Aceh pada 2012.

Kasus penyalahgunaan dana donasi juga muncul pada 2017. Kala itu, aktivis sosial Cak Budi menggunakan sebagian dana sumbangan yang masuk ke rekeningnya untuk membeli mobil Fortuner dan iPhone 7.

"Maaf beribu maaf, ini bodohnya saya, tidak paham mengelola bantuan masuk," kata Cak Budi di Kementerian Sosial seperti dikutip dari Antara.

Baca juga artikel terkait ZAKAT atau tulisan lainnya dari Ringkang Gumiwang

tirto.id - Ekonomi
Penulis: Ringkang Gumiwang
Editor: Ign. L. Adhi Bhaskara