tirto.id - “Kedermawanan adalah candu bagi mereka yang berpunya,” kata sastrawan kelahiran Nigeria Chinua Achebe. Menyumbang, bagi mereka adalah bentuk penebusan rasa bersalah, karena sudah menikmati sesuatu yang berlebih. Tapi apakah selamanya menyumbang dan kedermawanan itu buruk?
Dalam laporan yang disusun oleh Gallup dan Charities Aid Foundation disebutkan setidaknya ada 10 negara yang warganya merupakan orang paling dermawan di dunia. Laporan yang bertajuk World Giving Index ini disusun untuk mengetahui negara mana saja yang warganya paling gemar melakukan kerja-kerja relawan dan menyumbangkan uang untuk amal.
Laporan ini melibatkan 135 negara dunia dan melihat pola interaksi kemanusiaan yang dilakukan mereka. Ada tiga hal yang menjadi variabel utama indeks ini: sumbangan uang, waktu menjadi relawan, dan kemauan membantu orang asing yang membutuhkan. Menurut Charities Aid Foundation, ada hal baik yang ditemukan pada 2014 yakni jumlah orang yang bersedia membantu sebagai relawan dan membantu orang asing meningkat jumlahnya.
Pada 2013, ada tambahan 226 juta orang yang membantu sesama, dan akhirnya pada 2014 ada 2,3 miliar orang yang membantu sesama di seluruh dunia pada bulan-bulan tertentu. Laki-laki usia 30-49 tahun merupakan kelompok umur yang paling gemar menolong orang asing. Meski demikian, perempuan lebih gemar dan lebih banyak memberikan bantuan uang ketimbang laki-laki. Warga di negara yang berkembang lebih gemar menolong dalam bentuk kerja relawan, sementara di negara maju orang-orang lebih gemar memberi uang, terkecuali di Inggris dan Kanada.
Orang India dan Amerika Serikat merupakan dua negara dengan peringkat tertinggi dalam hal menyumbang amal. Kedua negara itu saling bersaing: 184 juta orang di India menyumbang pada bulan sebelum riset ini dimulai, sementara Amerika Serikat ada 164 juta orang menyumbang pada rentang waktu yang sama pada 2014. Dalam survei tersebut, diketahui Amerika, Selandia Baru dan Kanada memiliki donasi terbesar berdasarkan persentase PDB mereka. Sementara itu, Inggris menjadi negara tertinggi di Eropa yang masyarakatnya paling gemar menyumbang.
Riset Gallup dan Charities Aid Foundation ini mengambil data dari laporan-laporan bantuan kemanusiaan yang dibuat pemerintah dunia sekaligus mewawancarai warga negaranya. Laporan tersebut juga menganalisis bahwa peraturan pajak dan pengeluaran warga untuk amal tidak punya korelasi positif dengan pengeluaran negara. Artinya, bisa jadi masyarakatnya gemar menyumbang, sementara pemerintahnya tidak atau sebaliknya.
Charities Aid Foundation juga mengungkapkan warga negara yang diteliti mengaku tidak melihat adanya kaitan antara pajak dengan sumbangan. Masyarakat menilai pajak merupakan kewajiban warga negara, sementara sedekah adalah bentuk solidaritas kemanusiaan. Meski demikian, pihak Charities Aid Foundation menyebut bahwa banyak faktor yang membuat seseorang memberikan sedekah (dalam jumlah tertentu).
Alasan agama sementara ini menjadi faktor utama seseorang untuk menyumbang. Senin, 12 September lalu umat muslim dunia merayakan hari raya Idul Adha. Saat itu umat muslim dunia memberikan sumbangan dalam bentuk daging untuk dibagikan kepada mereka yang tak mampu. Umat muslim dunia juga mempunyai kewajiban zakat. Kewajiban dan anjuran religius semacam ini juga tentu sebentuk kedermawanan.
Sumbangan dan kedermawanan tidak selalu dalam bentuk uang. Masyarakat Sri Lanka, Kanada dan Inggris dikenal sebagai warga yang gemar meluangkan waktu mereka untuk kepentingan kemanusiaan. Masyarakat di dua negara itu memiliki tradisi kerelawanan yang tinggi: 48 persen masyarakat Sri Lanka gemar menolong orang lain, 44 persen populasi masyarakat Kanada meluangkan waktu untuk kerja-kerja relawan, seperti halnya 32 persen masyarakat Inggris.
Dalam hal presentasi komposisi jumlah penduduk, masyarakat Myanmar merupakan orang yang paling dermawan. Saat survei dilakukan pada 2014, sebanyak 93 persen responden di Myanmar mengaku menyumbangkan uang untuk amal setiap bulannya. Itu artinya, 37 juta rakyat Myanmar setidaknya menyumbang untuk kepentingan amal. Di peringkat kedua, Thailand menyusul dengan 87 persen dari responden mengaku pernah menyumbang. Besarnya masyarakat yang menyumbang di kedua negara itu karena masyarakat Myanmar dan Thailand mengamalkan ajaran Theravada Budha yaitu Sangha Dana.
Indonesia sendiri berada di peringkat ke-13 ihwal kegiatan amal dengan skor 51. Dari laporan itu diketahui 48 persen masyarakat Indonesia mau menolong orang asing, sementara 66 persen masyarakatnya pernah atau gemar memberikan bantuan uang untuk orang lain, dan 40 persen masyarakat kita rela meluangkan waktu menjadi relawan. Selain nominal sumbangan meningkat, jumlah orang Indonesia yang gemar bersedekah juga makin banyak. Diperkirakan pada 2014 ada 114 juta masyarakat Indonesia memberikan sumbangan uang.
Meski laporan Amnesty International menulis bahwa masyarakat Indonesia tidak ramah terhadap pengungsi, laporan Charities Aid Foundation menyebutkan ada 85 juta masyarakat Indonesia yang membantu orang asing. Bantuan ini bisa dalam banyak hal, misalnya membantu orang lain menyeberang, membawakan tas, atau sekadar membukakan pintu. Untuk kerja kemanusiaan, setidaknya 71 juta masyarakat Indonesia pernah meluangkan waktu menjadi relawan. Hal ini membuat orang Indonesia berada di peringkat ketiga soal kerelawanan, hanya kalah jumlahnya oleh warga India dan Amerika Serikat.
Secara umum, Indonesia adalah negara paling dermawan ke-10 di dunia . Berarti warga negara ini masih bisa diandalkan niat baiknya, meski kita juga perlu mengingat kata-kata Chinua Achebe: "Sambil kita melakukan kebaikan, jangan lupa bahwa solusi sungguhan ada dalam dunia di mana sedekah tak lagi dibutuhkan."
Penulis: Arman Dhani
Editor: Maulida Sri Handayani