tirto.id - Kepala Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) Hammam Riza menjelaskan, jenis sampah di Indonesia berbeda, jadi pihaknya perlu penanganan khusus untuk mengubah sampah menjadi listrik.
Menurutnya, studi banding sudah dilakukan ke beberapa negara, seperti Jepang sampai Skandinavia untuk membangun Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa) Bantar Gebang, Bekasi yang hari ini sudah beroperasional.
"Sampah kita itu basah, bercampur, di kota lain yang sudah dipilah, kita lebih mudah lakukan teknologinya. Makanya di Indonesia kita cari teknologi yang menghancurkan sampah sekaligus, dibakar sampe habis, kecuali sampah logam, B3, B3 nggak boleh dibakar, ini karena banyak negara lain, kita sudah terlambat, Vietnam sudah mau bangun berapa PLTSa dia, kita ketinggalan Indonesia ini," jelas dia di Bantar Gebang, Bekasi, Jawa Barat, Senin (25/3/2019).
Ia menjelaskan, Pilot Project PLTSa dipilih menggunakan teknologi termal dengan tipe insinerasi menggunakan tungku jenis reciprocating grate.
Teknologi tersebut, lanjutnya, dipilih karena merupakan teknologi yang sudah proven, banyak dipakai untuk Waste to Energy (WtE) di dunia, ramah lingkungan (dilengkapi dengan alat pengendali polusi), ekonomis, dan bisa digunakan untuk kondisi sampah di Indonesia, serta mempunyai potensi TKDN yang tinggi.
Hammam menyebutkan, peralatan utama dari PLTSa terdiri dari 4 (empat) peralatan utama yaitu bunker sebagai penampung sampah yang dilengkapi platform dan grab crane dan ruang bakar sistem reciprocating grate yang didesain dapat membakar sampah dengan suhu di atas 850 derajat celcius sehingga pembentukan dioxin dan furan dapat diminimalisir.
"TKDN-nya 65 persen," ucapnya.
Ia menjelaskan, panas yang terbawa pada gas buang hasil pembakaran sampah, digunakan untuk mengkonversi air dalam boiler menjadi steam untuk memutar turbin menghasilkan tenaga listrik.
Unit PLTSa juga dilengkapi dengan unit Pengendali Pencemaran Udara untuk membersihkan bahan berbahaya yang terbawa dalam gas buang, sehingga gas buang yang keluar memenuhi baku mutu yang ditetapkan.
Pilot Project PLTSa ini juga dilengkapi dengan unit pre-treatment, untuk memilah sampah tertentu yang tidak diijinkan masuk PLTSa, seperti logam, kaca, batu, Limbah B3 dan juga sampah sampah yang berukuran besar.
"Pembangunan Pilot project ini berlangsung sejak groundbreaking pada 21 Maret 2018 sampai hari ini. PLTSa ini merupakan yang pertama di Indonesia yang menggunakan teknologi termal yang sudah proven," kata dia.
Ia menjelaskan, saat ini plant masih dalam kondisi commissioning, yang tentunya masih ada beberapa komponen atau proses yang perlu disempurnakan oleh BPPT juga Pemprov DKI Jakarta agar PLTSa ini berjalan dengan lancar.
Diharapkan kerja sama BPPT dengan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dalam membangun dan mengoperasikan Pilot Project PLTSa ini dapat berhasil baik dan bermanfaat bagi penerapan PLTSa secara nasional.
Penulis: Selfie Miftahul Jannah
Editor: Dewi Adhitya S. Koesno