tirto.id - Polisi telah menetapkan sembilan tersangka dugaan pelanggaran protokol kesehatan dalam demo peringatan Hari Pendidikan Nasional pada 2 Mei lalu. Tersangka adalah para buruh serta satu orang mahasiswa Universitas Indonesia.
Ketua Umum Ikatan Alumni Universitas Indonesia (ILUNI UI) Andre Rahadian mendesak polisi membatalkan status sembilan orang tersangka itu.
“Adik-adik mahasiswa dan para buruh sudah mengadakan aksi secara damai dan sesuai protokol kesehatan, namun tetap ditangkap dan dijadikan tersangka. Untuk itu, kami minta agar status tersangkanya dicabut,” ujar Andre, Minggu (9/5/2021).
ILUNI UI akan mengadvokasi mahasiswa itu yang kebetulan menjadi Ketua BEM Fakultas Hukum U.
Wakil Dekan FHUI Prof Andri Gunawan Wibisana menilai adanya penyalahgunaan wewenang dan pembungkaman suara kritis lewat penersangkaan. Jika dibiarkan, kondisi ini akan berbahaya dan dapat membawa bangsa kembali pada situasi gelap sebelum reformasi.
“Sudah saatnya kita melihat lagi hukum acara pidana kita apakah masih layak dipertahankan atau justru perlu melakukan kajian-kajian lebih kritis. Apakah terlalu banyak diskresi yang akan membahayakan publik. Jika kemungkinan terburuk harus dilawan di pengadilan, kita lawan. Jangan sampai hal ini dibiarkan,” jelas dia.
Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Asfinawati mengkritisi diskriminasi yang terjadi dalam penindakan pelanggaran protokol kesehatan. Penersangkaan serupa tidak dijalankan polisi terhadap pelanggar protokol kesehatan dalam Pilkada 2020.
“Data-data dan foto-foto yang beredar menunjukkan mahasiswa ditangkap bukan karena protokol kesehatan. Ada surat telegram Kapolri yang meminta meredam, mencegah, dan mengalihkan aksi,” ujar Asfinawati.
Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden (TAU KSP) Donny Gahral Adian mengklaim pemerintah tidak punya niat untuk melakukan represi kepada pihak yang menyuarakan pendapat.
Editor: Zakki Amali