tirto.id - Dinas Sosial Provinsi Jawa Barat membuat sebuah banner (poster berdiri) tentang sosialisasi perang melawan penyakit masyarakat. Banner tersebut dikecam sejumlah pihak karena berisi anjuran untuk berbuat diskriminatif terhadap kelompok marjinal.
“Perangi penyakit masyarakat; Gelandangan, Pengemis, WTS, LGBT, Trafficking, Eks Napi, ODHA,” demikian tertera tulisan dalam banner tersebut.
Banner dipasang di salah satu acara kemudian kemudian tersebar ke grup-grup WhatsApp sejumlah organisasi di Jawa Barat. Saat foto tersebar, sejumlah pihak yang berkecimpung dalam mengadvokasi ODHA dan masyarakat marjinal langsung memberi kecaman.
Salah satu pihak yang mengecam adalah Kepala Sekretariat Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) Jawa Barat Iman Tedja.
“Tulisan pada banner tersebut keliru,” ujar Iman kepada Tirto, Sabtu (12/8/2018).
Imam menceritakan banner tersebut berasal dari salah satu kantor pemerintahan di lingkungan Provinsi Jawa Barat. Ia tak menyebut detail apa kantor tersebut. Ia tak mencari tahu lebih lanjut lantaran kadung emosi saat melihat foto itu dibagikan di grup WhatsApp, sejak Jumat (11/5/2018).
Ia mengaku langsung menghubungi Dinas Sosial Provinsi Jawa Barat untuk meminta klarifikasi atas tersebarnya banner tersebut. Saat diklarifikasi, Imam mengatakan, Dinas Sosial mengakui mereka salah.
Kesalahan tersebut, kata Imam, berasal dari petugas dinsos yang tak bisa membedakan mana perilaku dan entitas masyarakat yang menjadi penderita.
“Banner ini kekeliruan konseptor banner,” ucap Imam.
Penjelasan Dinsos Jawa Barat
Tirto juga mengklarifikasi keberadaan iklan itu kepada Kepala Seksi Rehabilitasi Tuna Sosial, Korban Penyalahgunaan Napza, dan Perdagangan Orang Dinsos Jawa Barat Ipik Supena. Ipik mengakui kesalahan dalam iklan dan mengklaim akan menarik poster berdiri itu.
“Kami dari Dinas Sosial Provinsi Jabar mohon maaf yang sebesar-nya. Banner tersebut akan ditarik,” ujar Ipik kepada Tirto.
Ipik menjelaskan tujuan awal Dinsos Jawa Barat membuat banner itu sebenarnya untuk meningkatkan perhatian dan kepedulian masyarakat terhadap penyandang masalah kesejahteraan sosial (PMKS). Iklan itu dibuat untuk menjelaskan kategori PMKS sesuai Peraturan Menteri Sosial.
Ia menjelaskan isi tulisan dalam banner itu sebenarnya ingin meringkas isi Peraturan Menteri Sosial (Permensos) Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pedoman Pendataan dan Pengelolaan Data Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial dan Potensi Sumber Kesejahteraan Sosial (PDF) menyebut ada 26 jenis PMKS. PMKS mencakup anak terlantar, gelandangan, kelompok minoritas, korban bencana alam.
“Tapi karena kurang efektif merangkai kata dan kalimatnya, persepsinya jadi lain,” ujar Ipik.
“Unsur pimpinan kami menyampaikan mohon maaf atas kesalahan dan kekurangcermatan konsep serta isi pesan. Kami akan menarik banner sebagai bentuk tanggung jawab,” ucapnya menutup pembicaraan.
Dinsos Harus Evaluasi Pendekatan
Kesalahan yang dilakukan Dinsos harus menjadi bahan evaluasi. Dinas Sosial yang seharusnya menjadi pelindung untuk kelompok marjinal, seharusnya menghindari tindakan diskriminatif.
Menurut pendiri LSM antidiskriminasi Rumah Cemara Ginan Koesnadi, pemerintah selama ini masih menggunakan pola lama dalam melakukan pendekatan terhadap berbagai masalah sosial. Ia mencontohkan seringnya pemerintah menyosialisasikan HIV sebagai penyakit moral atau kutukan Tuhan.
“[Padahal] permasalahan sosial itu berevolusi beserta diskursusnya,” kaya Ginan kepada Tirto.
Ia merasa perlu ada tindakan konkret untuk mengatasi masalah diskriminatif ini. Ginan menyarankan pemerintah mulai menyebarkan informasi ihwal masalah sosial dengan baik. Definisi baik yang ia maksud adalah tanpa ada tendensi moral dalam iklan yang dikeluarkan.
“Sehingga wajar kalau pemerintahnya seperti itu, masyarakat malah akan semakin bodoh,” kata Ginan.
Penulis: Lalu Rahadian
Editor: Mufti Sholih