tirto.id - Ijtima Ulama IV menyatakan menolak kekuasaan yang dilandasi kecurangan dan kedzaliman. Sikap itu dinyatakan setelah acara yang diinisiasi Gerakan Nasional Pengawal Fatwa (GNPF) Ulama, Front Pembela Islam (FPI), dan Persaudaraan Alumni (PA) 212 tersebut menyoroti jalannya Pemilu 2019.
"Serta mengambil jarak dengan kekuasaan tersebut," kata Ketua Umum GNPF, Yusuf Martak saat membacakan sikap Ijtima Ulama IV, di Lorin Hotel Sentul, Bogor, Jawa Barat, Senin (5/8/2019).
Yusuf menyatakan Ijtima Ulama IV menilai Pemilu 2019 adalah pesta demokrasi yang dipenuhi kecurangan secara terstruktur, sistematis, dan masif (TSM). Menurut Yusuf, Ijtima Ulama IV juga menolak segala putusan hukum yang tidak memenuhi prinsip keadilan.
Dia menambahkan, Ijtima Ulama IV menganggap kematian 500-an petugas pemilu, yang mayoritas anggota Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS), adalah tragedi yang harus diusut.
"Ada lebih dari 11.000 petugas pemilu yang jatuh sakit serta dirawat di berbagai Rumah Sakit adalah tragedi kemanusiaan yang harus diusut tuntas untuk mengetahui sebab-musababnya," ujar dia.
Selain itu, Yusuf melanjutkan, Ijtima Ulama IV mendesak pengusutan terhadap kerusuhan 21-22 Mei yang membuat 10 warga sipil terbunuh, dan lainnya disiksa saat ditangkap aparat. Apalagi, kata dia, empat di antara 10 korban meninggal masih berusia anak.
"[Kasus ini] merupakan pelanggaran HAM berat yang harus diproses tuntas secara hukum demi tegaknya keadilan," kata Yusuf.
Ke depan, kata Yusuf, kelompoknya akan memberikan perhatian secara khusus terhadap isu dan masalah substansial tentang perempuan, anak dan keluarga.
"Melalui berbagai kebijakan dan regulasi yang tidak bertentangan dengan agama dan budaya," ujar dia.
Penulis: Riyan Setiawan
Editor: Addi M Idhom