tirto.id - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) diperkirakan akan terus tertekan pada perdagangan saham Jumat (28/2/2020) disebabkan peningkatan wabah COVID-19 di luar Cina. IHSG dibuka anjlok 99,52 poin atau 1,8 persen ke posisi 5.436,17 poin.
Sementara, kelompok 45 saham unggulan atau indeks LQ45 bergerak turun 26,64 poin atau 2,98 persen terhadap perdagangan Kamis (27/2/2020), menjadi diperdagangkan pada 866,12 poin.
Tim Riset Samuel Sekuritas, melalui risetnya yang dikutip Antara, memperkirakan peningkatan kasus wabah Corona yang meningkat di luar Cina akan berpotensi negatif terhadap rantai ekonomi global.
Lembaga kesehatan AS Center for Disease Control (CDC) memperingatkan adanya potensi community spread penyebaran virus COVID-19 setelah ditemukannya kasus infeksi pada seseorang yang tidak diketahui memiliki kontak langsung dengan area penyebaran atau positif COVID-19 lainnya.
Saat ini, presentase peningkatan konfirmasi kasus COVID-19 mulai menurun di Cina. Namun sebaliknya, peningkatan tinggi terjadi di Korea Selatan, Italia, dan Iran. Korea Selatan mengumumkan peningkatan sebanyak 505 kasus baru menjadi 1.766 pada Kamis (27/2/2020) kemarin.
Di sisi lain, perdagangan bursa AS semalam ditutup turun tajam, dengan indeks acuan S&P 500 turun 4,42 persen, Dow Jones turun 4,42 persen, dan Nasdaq sebesar 4,61 persen.
Sementara pada penutupan perdagangan Kamis (27/2/2020) kemarin, IHSG ditutup melemah 153,23 poin atau 2,69 persen ke posisi 5.535,69 poin dan kelompok 45 saham unggulan atau indeks LQ45 bergerak turun 29,9 poin atau 3,24 perssen menjadi 892,76 poin.
Tertekannya indeks pada zona merah dipicu oleh kepanikan pasar terhadap dampak dari wabah virus Corona atau COVID-19 yang semakin meluas hingga Korea Selatan, Italia, dan Iran.
“Penyebaran COVID-19 tersebut berpotensi mengancam pertumbuhan ekonomi global apabila masih belum ditemuka obat antivirusnya. Sehingga terjadilah kondisi ‘panic selling’,” ujar Analis Binaartha Sekuritas M Nafan Aji Gusta di Jakarta, Kamis (27/2/2020) dikutip dari Antara.
Nafan juga menambahkan bahwa perkembangan data-data makroekonomi domestik masih minim dalam memberikan dampak besar terhadap pasar saat ini.
Dari awal perdagangan dibuka, indeks tidak beranjak dari zona merah hingga penutupan perdagangan saham di sore hari. Penutupan IHSG diiingi aksi jual saham oleh para investor asing yang ditunjukkan dengan jumlah jual bersih asing atau “net foreign sell” sebesar Rp1,05 triliun.
Perdagangan Saham di Luar Negeri
Indeks utama Wall Street anjlok pada akhir perdagangan Kamis (27/2/2020) waktu setempat selama enam sesi beruntun. Dilansir dari Antara, indeks acuan S&P 500 turun 4,42 persen, Dow Jones turun 4,42 persen, dan Nasdaq sebesar 4,61 persen.
Dalam perdagangan ini, indeks S&P 500 mengonfirmasikan koreksi tercepat dalam sejarah ketika penyebaran global yang cepat dari virus Corona yang mengkhawatirkan bagi pertumbuhan ekonomi.
Penurunan juga terjadi pada perdagangan saham di Australia. Perdagangan Jumat (28/2/2020) pagi waktu setempat dengan indeks acuan S&P/ASX 200 melemah dengan penurunan sebesar 203,40 poin atau 3,06 persen menjadi diperdagangkan pada 6.454,50 poin.
Sementara, indeks All Ordinaris yang lebih saham bergerak turun 213,90 poin atau 3,17 persen pada 6.523,50 poin seperti diwartakan Antara.
“Dampak ekonomi dari virus COVID-19 terus mendominasi pemikiran pasar, dan kekhawatiran terhadap prospek pertumbuhan global mendorong aksi pasar. Minyak mentah dan logam industri turun sementara obligasi AS dan Australia mencapai rekor tertinggi,” ungkap Kepala Strategi Pasar CMC Markets Michael McCarthy.
Sementara, bursa regional Asia juga terkoreksi antara lain Indeks Harga Saham Gabungan Korea (KOSPI) jatuh 1,49 persen atau 30,66 poin menjadi diperdagangkan pada 2.024,23 poin. Indeks Nikkei pada Bursa Efek Jepang (TSE) melemah 734,5 poin atau 3,35 persen ke 21.213,7 poin.
Indeks Hang Seng di Hong Kong melemah 513,3 poin atau 1,92 persen menjadi 26.265,3 poin dan indeks Straits Times di Singapura terkoreksi 61,3 poin atau 1,96 poin menjadi diperdagangkan pada 3.050,67 poin.
Penulis: Dinda Silviana Dewi
Editor: Yantina Debora