Menuju konten utama

Idrus Marham: Golkar Tak Ikut Campur Proses Hukum Novanto

Partai Golkar tidak akan ikut campur dalam proses hukum Setya Novanto dalam kasus korupsi e-KTP.

Idrus Marham: Golkar Tak Ikut Campur Proses Hukum Novanto
Sekjen Partai Golkar Idrus Marham tiba di Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk menyampaikan surat keterangan sakit yang menyatakan Ketua DPR RI dan tersangka korupsi e-ktp Setya Novanto tidak bisa penuhi panggilan KPK, Jakarta, Senin (11/9/2017). tirto.id/Andrey Gromico

tirto.id - Partai Golkar tak akan ikut campur dalam proses hukum Ketua Umum DPP Golkar, Setya Novanto setelah ditetapkan lagi sebagai tersangka korupsi megaproyek e-KTP oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Hal tersebut disampaikan Sekjen Partai Golkar, Idrus Marham setelah bertemu Novanto di rumahnya, Jalan Widjaya, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Jumat malam ini (10/11/2017). “Saya kira Bang Nov ini punya tim kuasa hukun sendiri, tentu mereka akan melakukan langkah-langkah sendiri dan tentu itu sudah mungkin sudah berkoordinasi dengan Bang Nov," kata Idrus.

Terkait langkah hukum Novanto ke depannya pun Idrus mengaku tidak dapat memastikan apakah yang bersangkutan akan melakukan praperadilan atau tidak. Menurut dia, Golkar juga menyerahkan hal itu kepada kuasa hukum Novanto.

"Kami tidak tahu itu dan silakan nanti saya kira Bang Nov pada gilirannya akan menentukan dan semuanya akan ditangani oleh tim penasehat hukum karena sudah punya tim penasehat hukum sendiri," kata Idrus.

Berbeda dengan saat penetapan tersangka Novanto yang pertama, menurut Idrus kali ini Golkar tak akan menggelar Rapat Pleno sebagai langkah antisipasi partai.

Karena, menurutnya Rapat Pleno pada 18 Juli lalu sudah cukup mengatur mekanisme Golkar dalam menghadapi proses hukum Novanto. Ia pun yakin Golkar tetap akan berjalan meskipun Novanto menjadi tersangka dan berproses hukum.

"Satu dua kali, sama saja prosesnya, ini sama semua dan karena itu maka ini jalan seperti biasa, daerah-daerah tetap jalan seperti biasa," kata Idrus.

Sementara itu, Kuasa Hukum Novanto Fredrich Yunadi menyatakan akan melakukan langkah praperadilan lagi atas penetapan tersangka kliennya.

Selain itu, Fredrich juga mengaku akan melaporkan balik KPK ke polisi dengan Pasal 414 KUHP dengan masa hukuman penjara 9 tahun. Ia beranggapan KPK telah melawan putusan praperadilan Novanto pada akhir 29 September 2017 yang melarang lembaga anti rasuah itu menyidik kembali kliennya dalam kasus yang sama.

“Siapa yang nandatangi sprindik itu yang dilaporkan nanti,” kata Fredrich saat dihubungi Tirto, (10/11).

Hari ini (10/11) KPK secara resmi mengumumkan kembali penetapan tersangka Novanto terkait kasus dugaan tindak pidana korupsi e-KTP setelah sebelumnya sudah menerbitkan Surat Perintah Penyidikan (Sprindik) untuk Novanto pada akhir oktober 2017 lalu.

"KPK menerbitkan surat perintah penyidikan pada tanggal 31 oktober 2017 atas nama tersangka SN [Setya Novanto]," kata Wakil Ketua KPK Saut Situmorang di Gedung Merah Putih KPK, Kuningan, Jakarta, Jumat (10/11/2017).

Sewaktu menjabat sebagai Anggota DPR RI 2009-2014, Novanto diduga bersama-sama dengan Dirut Quadra Solution Anang Sugiana S, pengusaha Andi Agustinus, serta mantan pejabat Kemendagri Irman dan Sugiharto telah menyalahgunakan wewenang dengan tujuan untuk memperkaya diri sendiri, orang lain dan korporasi.

Novanto bersama yang lainnya diduga telah merugikan negara sebesar Rp2,3 triliun dalam proyek pengadaan e-KTP tahun 2011-2012 di Kemendagri.

KPK menyangkakan Novanto telah melanggar pasal 2 ayat 1 subsider pasal 3 UU Tipikor Jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Baca juga artikel terkait KORUPSI E-KTP atau tulisan lainnya dari M. Ahsan Ridhoi

tirto.id - Hukum
Reporter: M. Ahsan Ridhoi
Penulis: M. Ahsan Ridhoi
Editor: Abdul Aziz