tirto.id - Lewat video berdurasi 14:44 menit, Anies Baswedan akhirnya buka suara ke publik usai batal maju sebagai bakal calon gubernur di Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2024. Belakangan mantan calon presiden 2024 itu memang digadang-gadang untuk maju baik di Jakarta atau pun Jawa Barat.
"Ada yang usul supaya saya masuk partai atau bikin partai politik. Nah gini, kalau masuk partai, pertanyaannya partai mana yang sekarang tidak tersandera oleh kekuasaan? Jangankan dimasuki, mencalonkan saja terancam," kata Anies mengutip video YouTube pribadinya, Senin (2/9/2024).
Anies lantas memberi sinyal akan membentuk partai politik baru usai gagal mengikuti kontestasi Pilkada serentak 2024. Dia mengaku wacana tersebut berdasarkan usulan yang diberikan masyarakat akhir-akhir ini. Wacana tersebut juga bisa saja diwujudkan jika semangat perubahan dari masyarakat Indonesia tak berhenti dan semakin membesar.
"Maka membangun ormas atau membangun partai baru mungkin itu jalan yang akan kami tempuh kita lihat sama sama ke depan," jelas Anies.
Anies berharap wacana membangun partai politik baru dapat diwujudkan dalam waktu dekat. Dia berharap partai politik tersebut akan menjadi wadah bagi gerakan politik yang mengedepankan substansi dan kesetaraan dalam demokrasi.
"Semoga tidak terlalu lama lagi kita bisa mewujudkan langkah-langkah konkret untuk bisa mewadahi gerakan yang sekarang ini makin hari makin membesar. Menginginkan Indonesia yang lebih setara, demokrasi yang lebih sehat, politik yang lebih mengedepankan policy, gagasan," tegas dia.
Juru bicara Anies Baswedan, Sahrin Hamid, membenarkan rencana Anies untuk membuat partai politik baru. Bahkan, kata dia, saat ini sedang dalam perumusan tim di internal dan akan diumumkan dalam waktu dekat.
“Tentunya akan diumumkan ke publik pada saatnya,” kata Sahrin saat dikonfirmasi Tirto, Senin (2/9/2024).
Sahrin menekankan, semangat dari pendirian parol baru ini adalah sebagaimana tujuannya yakni sarana partisipasi politik. Anies, kata Sahrin, ingin membangun sebuah bahtera politik baru sebagai alternatif kekuatan yang berbeda dengan ada saat ini.
Direktur Eksekutif Skala Data Indonesia, Arif Nurul Imam, mengatakan jika Anies ingin tetap eksis di politik ada baiknya memang membangun parpol atau masuk parpol yang sudah ada. Membangun parpol dengan semangat perubahan, menurut Arif, tentu menjadi cita-cita mulia.
“Namun begitu di politik praktis tentu banyak negosiasi dan kompromi politik sehingga bisa terjebak serupa dengan parpol yang telah ada saat ini,” ujar dia kepada Tirto, Senin (2/9/2024).
Menatap Pilpres 2029
Arif mengatakan, jika benar Anies ingin membangun partai baru, maka kemudian ini bisa dibaca sebagai upaya menyiapkan kendaraan politiknya termasuk untuk Pilpres 2029.
Namun menurut Analis Sosio-politik dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS), Musfi Romdoni, cukup berat bagi Anies membuat parpol baru untuk kendaraan di Pilpres 2029. Kecuali, kata Musfi, kasusnya seperti Pemilu 2009, di mana waktu itu Prabowo Subianto dapat maju di Pilpres 2009 meskipun Gerindra baru terbentuk pada 2008.
Pemilihan legislatif (Pileg) 2009 saat itu dilaksanakan pada 9 April. Sedangkan Pilpres 9 Juli, sehingga pada saat itu Gerindra sudah punya kursi untuk bertarung di Pilpres 2009.
“Sedangkan kalau Pilpres 2029 sama dengan 2024 yang mana penyelenggaraannya serentak dengan pileg, partai baru Anies belum punya kursi sebagai modal maju,” kata dia kepada Tirto, Senin (2/9/2024).
Sekali pun, katakanlah Pemilu 2029 sama dengan Pemilu 2009, Anies tidak punya sumber daya seperti Prabowo Subianto atau Surya Paloh untuk membuat partai barunya langsung punya mesin yang kuat. Akan tetapi jika sekedar untuk kendaraan agar tidak kehilangan panggung politik, menurutnya ini masih cukup masuk akal.
“Karena dengan partai barunya Anies dapat terus relevan di perbincangan publik. Setidaknya dalam lima tahun ke depan, Anies dapat mengenalkan program-program progresif partainya sembari menjadi oposisi bagi pemerintah,” jelas dia.
Namun terlepas dari potensi itu, menurut Musfi, Anies sendiri tidak benar-benar serius ingin mendirikan partai politik. Dia justu melihat pernyataan Anies kemarin lebih ke satire terhadap partai politik karena batal maju di Pilkada 2024.
“Anies sangat pandai memainkan komunikasi politik. Saya kira ini bagian dari cara Anies untuk tetap diperbincangkan. Kalimat mendirikan partai ini kan sangat menarik, Anies jadi diperbincangkan secara nasional meskipun tidak maju di Pilkada,” tutur Musfi.
Di sisi lain, peneliti politik senior Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Firman Noor, menyoroti bahwa untuk mendirikan dan menjalankan parpol baru itu sangat mahal. Karena ini sudah menjadi rahasia umum, kehidupan politik di Indonesia berbiaya sangat tinggi.
Sebagai partai politik baru, tentu Anies tidak mudah untuk mendapatkan dana besar tersebut. Satu-satunya jalan yang paling memungkinkan adalah mendapatkan dukungan dana dari orang-orang yang punya modal besar seperti para pengusaha. Masalahnya, kata Firman, apakah Anies mampu membuat sejumlah pengusaha tertarik untuk mendukung pendanaan partainya.
“Tapi intinya saya belum melihat ada pemodal besar. Karena tanpa itu susah. Idealisme itu susah berkembang,” ujar dia saat dihubungi Tirto, Senin (2/9/2024).
Parpol Baru Bukan Jaminan
Kehadiran parpol baru, lanjut Firman, juga bukan menjadi jaminan kendaraan di 2029 mendatang. Terlebih sudah banyak sejumlah tokoh di Indonesia yang mencoba mendirikan partai politik baru, tetapi tidak berhasil.
Amien Rais, misalnya. Setelah keluar dari PAN, dia mendirikan Partai Ummat pada 2021, tetapi gagal meraih ambang batas parlemen. Demikian pula Din Syamsuddin yang mendirikan Partai Pelita pada 2022, tapi tidak berhasil lolos untuk menjadi peserta Pemilu 2024.
“Dan kalau hanya akan kefiguran, sudah banyak yang bertumbangan,” ujar dia.
Firman sendiri mengakui, kehidupan kepartaian di lndonesia belum berbasis pada sistem, melainkan masih bergantung pada ketokohan atau figur. Ketika figur itu kuat dan mendapatkan dukungan luas dari publik, partainya pun berkembang pesat. Demikian pula sebaliknya.
“[Partai] Ummat yang mengandalkan Amien Rais atau Partai Kebangkitan Nasional (PKN) yang mengandalkan Anas Urbaningrum [belum cukup]. Apalagi situasinya secara politik itu belum bisa diandalkan untuk bertarung secara ide. Kalau sekedar ada [parpol baru], saya kira bisa,” jelasnya.
Peneliti Senior Populi Center, Usep Saepul Ahyar, menambahkan jika dilihat dari hasil Pemilu 2024 kemarin hampir mayoritas bahkan dimenangkan oleh parpol-parpol lama. Sudah bisa dipastikan tidak ada parpol baru yang lolos ke senayan, sehingga ini mejadi tantangan sendiri untuk parpol baru, termasuk bagi Anies Baswedan.
“Partai-partai baru itu relatif masih harus berjuang banyak ya. Termasuk PSI, Perindo, kemudian Garuda dan lain sebagainya,” ujar dia saat dihubungi Tirto, Senin (2/9/2024).
Menurut Usep, jika Anies ingin tetap mendirikan parpol harus benar-benar mampu membuat identitas kepartaian yang berbeda dengan partai-partai lama. Jika selama ini dia sering bertumpu pada gagasan atau pemikiran, sudah seharusnya partai politik besutan Anies merumuskan sebuah gagasan politik yang berbeda dengan yang berlaku sekarang, sehingga bisa menarik minat warga.
“Kalau sama aja wataknya itu masyarakat juga ‘ya sudah lah, sebaiknya partai lama’. Tapi kan memang semangatnya perubahan untuk masalah demokrasi, bisa mengambil pembeda itu,” ujar dia.
Sebagai contoh, sumber daya manusia partai yang didirikan Anies nanti diisi oleh orang-orang yang justru tidak puas dengan kinerja Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Prabowo Subianto. Jika orang-orang tersebut diakomodir dalam satu organisasi hingga menjadi pembeda dengan lain.
“Kemarin-kemarin ada semacam partai kayak PSI yang mungkin akan menjadi pembeda. Tapi ternyata layu sebelum berkembang. Dia wataknya ternyata sama aja kan dengan partai-partai yang lama. Ini tantangannya saya kira,” pungkas dia.
Penulis: Dwi Aditya Putra
Editor: Fahreza Rizky