tirto.id - Hari ini Presiden Joko Widodo (Jokowi) memerintahkan harga tes polymerase chain reaction (PCR) COVID-19 ada di kisaran Rp450 ribu sampai Rp550 ribu.
Selama ini harga tes PCR COVID mandiri mengacu Surat Edaran Kementerian Kesehatan Nomor HK.02.02/I/3713/2020 ditetapkan harganya Rp900 ribu. Namun menurut Indonesia Corruption Watch (ICW) selama ini penentuan harga Rp900 ribu tidak transparan dan kemahalan.
Peneliti ICW, Wana Alamsyah menjelaskan mahalnya tarif pemeriksaan PCR di Indonesia tentu berdampak pada upaya memutus rantai penularan COVID-19. Dari permasalahan tersebut, ICW mendesak Kementerian Kesehatan untuk membuka informasi mengenai perhitungan dan harga asli dari komponen tarif tes PCR kepada masyarakat.
“Kementerian Kesehatan harus segera membuka informasi mengenai komponen penetapan tarif PCR kepada publik,” jelas dia, Minggu (15/8/2021).
Ia menjelaskan, banyaknya kasus pasien COVID-19 tanpa gejala dan mahalnya tarif pemeriksaan, menghambat sejumlah warga untuk melakukan tes PCR secara mandiri. Berdasarkan penjelasan dari Kemenkes, mahalnya tarif pemeriksaan karena bahan baku untuk tes PCR masih bergantung pada impor dan harga reagen yang mahal.
Berdasarkan penjelasan yang disampaikan oleh Kemenkes, ICW menemukan tidak ada biaya impor yang dibebankan kepada pelaku usaha untuk produk test kit dan reagen laboratorium. Mereka mendapat fasilitas pembebasan pungutan pajak penghasilan (PPh) Pasal 22 merujuk Pasal 2 ayat (1) huruf c Peraturan Menteri Keuangan Nomor 34/PMK.04/2020.
Dengan demikian, tidak adanya biaya impor barang tentu akan mempengaruhi komponen penyusun tarif PCR. Namun publik tidak pernah diberikan informasi mengenai apa saja komponen pembentuk harga dalam kegiatan tarif pemeriksaan PCR.
“Kami mendesak Kementerian Kesehatan harus memberikan subsidi terhadap pemeriksaan PCR yang dilakukan secara mandiri,” terang dia.
ICW juga menilai terdapat rentang harga reagen PCR yang selama ini dibeli oleh pelaku usaha senilai Rp180.000 hingga Rp375.000. Setidaknya ada 6 merk reagen PCR yang beredar di Indonesia sejak tahun 2020 yaitu Intron, SD Biosensor, Toyobo, Kogene, Sansure, dan Liverifer.
"Jika dibandingkan antara penetapan harga dalam surat edaran milik Kemenkes dengan harga pembelian oleh pelaku usaha, gap harga reagen PCR mencapai lima kali lipat," kata Wana.
Kemenkes didesak untuk menyampaikan mengenai besaran komponen persentase keuntungan yang didapatkan oleh pelaku usaha yang bergerak pada industri pemeriksaan PCR.
Kebijakan yang dibuat tanpa adanya keterbukaan berakibat pada kemahalan harga penetapan pemeriksaan PCR dan pada akhirnya hanya akan menguntungkan sejumlah pihak saja.
Maka dari itu ICW mendesak agar Kemenkes segera merevisi Surat Edaran Nomor HK.02.02/I/3713/2020 tentang Batasan Tarif Tertinggi Pemeriksaan PCR.
Penulis: Selfie Miftahul Jannah
Editor: Zakki Amali