Menuju konten utama

ICW Minta Pemerintah & KPK Tegas Proses Hukum Lukas Enembe

ICW menilai kasus dugaan korupsi oleh Gubernur Papua Lukas Enembe membuktikan ada kelemahan besar dalam proses pengawasan inspektorat daerah.

ICW Minta Pemerintah & KPK Tegas Proses Hukum Lukas Enembe
Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Alexander Marwata (ketiga kiri) didampingi Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud MD (kedua kiri) dan Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Ivan Yustiavandana (ketiga kanan) menyampaikan keterangan pers terkait kasus korupsi di Papua, di Kantor Kemenkopolhukam, Jakarta, Senin (19/9/2022). ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso

tirto.id - Indonesia Corruption Watch (ICW) menilai narasi pemerintah dengan menawarkan penghentian perkara dugaan korupsi Gubernur Papua Lukas Enembe berlebihan. Ia menilai, KPK diskriminatif dalam penegakan hukum Enembe dengan perkara lain.

"Ini menimbulkan kesan diskriminasi terhadap pihak-pihak lain yang sedang diproses hukum oleh lembaga antirasuah itu. Mestinya ada pesan tegas, bukan malah seperti memohon kepada terduga pelaku agar kooperatif," kata peneliti ICW Kurnia Ramadhana dalam keterangan, Kamis (22/9/2022).

ICW juga menilai, isu Lukas Enembe bisa menjadi tanda bahwa politikus Partai Demokrat itu sebagai kepala daerah paling korup dalam sejarah Indonesia. Ia beralasan, Lukas Enembe tidak hanya terjerat dugaan gratifikasi Rp1 miliar yang disangka KPK, tetapi juga ada aliran dana tidak wajar mencapai setengah triliun rupiah.

Di sisi lain, kasus Lukas Enembe juga membuktikan bahwa ada kelemahan besar dalam proses pengawasan inspektorat daerah.

Mengacu pada pernyataan Ketua Pusat Pelaporan Analisis Transaksi Keuangan Ivan yustiavandana dalam konferensi pers bersama Menkopolhukam Mahfud MD dan Wakil Ketua KPK Alexander Marwata beberapa waktu lalu, aliran dana tidak wajar Lukas sudah terjadi sejak 2017 silam.

"Hal itu menandakan selama lima tahun ke belakang praktis peran inspektorat lemah sebagai aparat pengawas internal pemerintah provinsi Papua sekaligus benteng awal preventif praktik korupsi," kata Kurnia.

Kurnia juga menilai, kasus Enembe mengingatkan tentang motif para kepala daerah korupsi. Ia menuturkan, kebutuhan anggaran untuk bisa memenangkan kursi kepala daerah bisa menyentuh miliaran rupiah berdasarkan temuan Kementerian Dalam Negeri beberapa waktu lalu.

Sementara itu, untuk level gubernur, calon kepala daerah perlu anggaran hingga ratusan miliar. Angka ini tidak sebanding dengan perolehan pendapatan per bulan kepala daerah.

"Jika dilihat pendapatan setiap bulan, mustahil pimpinan daerah tersebut dapat mengembalikan modal yang telah dikeluarkan saat masa kampanye. Pada titik ini kemudian praktik korupsi merajalela dan berhasil menyeret ratusan kepala daerah ke proses hukum," kata Kurnia.

Oleh karena itu, ICW mendesak Lukas Enembe tidak hanya diproses secara hukum sesuai ketentuan yang berlaku, tetapi juga meminta agar Lukas Enembe kooperatif dalam proses hukum.

ICW, kata Kurnia juga meminta agar KPK tegas dalam mengambil tindakan dalam kasus Lukas Enembe seperti penegakan hukum upaya penjemputan paksa dan pihak yang menghalangi proses penyidikan. Ia juga meminta Partai Demokrat yang merupakan tempat Enembe bernaung untuk ikut membantu penyelesaian kasus korupsi mantan Bupati Puncak Jaya itu.

"Partai Demokrat mendukung sepenuhnya langkah KPK dalam upaya pemberantasan korupsi, khususnya menyangkut penyidikan terhadap Lukas Enembe," kata Kurnia.

Baca juga artikel terkait KASUS LUKAS ENEMBE atau tulisan lainnya dari Andrian Pratama Taher

tirto.id - Hukum
Reporter: Andrian Pratama Taher
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Bayu Septianto