tirto.id - Direktur Eksekutif Institute For Criminal Justice Reform (ICJR) Anggara merekomendasikan agar Dirjen PAS bisa melakukan penolakan terhadap narapidana-narapidana yang akan dimasukan ke penjara, mengingat keadaan lapas di Indonesia sudah overcrowded (kelebihan narapidana). Ia mengambil contoh negara Belanda pada tahun 1970an.
"Di Belanda, pernah ada kebijakan menolak orang masuk penjara pada tahun 1970, yang akhirnya mendorong pemerintah mengubah secara drastis sistem hukumnya. Ini kebijakan ekstrem memang," kata Anggara, Minggu (23/9/18) sore.
"Situasi bukan sudah bukan overcrowded lagi, tapi sudah extreme overcrowded. Parah sekali," lanjutnya.
Dirjen PAS Sri Puguh Budi Utami memang mengakui bahwa telah terjadi overcrowded lapas yang terjadi di seluruh Indonesia.
Dari total keseluruhan lapas di Indonesia yang hanya dapat menampung 124.974 orang saja, namun saat ini nyatanya terdapat 249.000 orang. Itu artinya telah lebih dari 100 persen dari kapasitas yang tersedia.
"Dengan sumber daya yang ada yang 124.973 orang, terbanyak kasus kasus narkotika 111.000, kami harus membina 249.000, bahkan pernah sampai 251.000 bersama kami selama 24 jam. Kami punya beban tugas dua kali lipat. Akhirnya sistem tidak berjalan baik," kata Sri Puguh.
"Contoh lapas rutan Salemba yang harusnya hanya menampung 1.500 orang, ini sudah 4000 orang. 462 orang terorisme kami juga pegang. Beberapa lapas, teroris sering melawan dan melukai penjaga. Koruptor 5000-an lebih," lanjutnya.
Anggara menilai salah satu penyebab dari overcrowded lapas dikarenakan sistem hukum pidana Indonesia yang sangat tidak ramah terhadap orang miskin, yang berujung pada mudahnya memenjarakan mereka.
"Para pembuat kebijakan ingin sekali membuat terpidana denda untuk pemasukan negara bukan pajak dengan memasukkan mereka ke penjara. Kasian orang-orang miskin ini," katanya.
Penulis: Haris Prabowo
Editor: Yandri Daniel Damaledo