Menuju konten utama

Apakah Berkumur Membatalkan Puasa dan Hukum Sikat Gigi Siang Hari

Apakah berkumur membatalkan puasa? Bagaimana hukum sikat gigi siang hari saat masih keadaan berpuasa?

Apakah Berkumur Membatalkan Puasa dan Hukum Sikat Gigi Siang Hari
Ilustrasi Sikat Gigi. foto/istockphoto

tirto.id - Apakah berkumur membatalkan puasa? Bagaimana hukum sikat gigi siang hari saat masih keadaan berpuasa?

Karena berkurangnya produksi air liur ketika berpuasa, maka lazimnya bau mulut orang yang berpuasa beraroma tak sedap. Tak jarang hal ini menurunkan kepercayaan diri dan mengganggu hubungan sosial dengan orang lain. Mengatasi hal tersebut, sebagian orang menggosok gigi atau berkumur-kumur untuk menghilangkan bau mulutnya.

Lalu, apa hukumnya sikat gigi dan berkumur-kumur ketika berpuasa, apakah membuat puasa batal?

Apakah Berkumur Membatalkan Puasa? Apa Hukumnya?

Dalam buku 125 Masalah Puasa (2008) yang ditulis Muhammad Anis Sumaji, dijelaskan bahwa sikat gigi, baik itu menggunakan odol, bersiwak, atau berkumur-kumur tidak membatalkan puasa.

Hal ini disebabkan bahwa yang membatalkan puasa adalah memasukkan benda ke rongga tubuh dengan sengaja, termasuk ke dalam tenggorokan.

Sementara itu, orang yang sikat gigi atau berkumur-kumur sebatas memasukkan sesuatu ke dalam mulut, lalu dikeluarkan lagi. Karena itulah sikat gigi dan berkumur-kumur tidak membatalkan puasa.

Berbeda halnya ketika sikat gigi atau berkumur-kumur, kemudian sisa-sisa pasta gigi atau airnya tertelan, maka hal itu akan membuat puasa batal.

Dalam kasus berkumur-kumur, bahkan terdapat anjuran khusus dari Nabi Muhammad SAW:

"Diriwayatkan dari Laqith bin Saburah ia berkata, Aku bertanya, 'Wahai Rasulullah SAW, terangkanlah kepadaku perihal wudu. Beliau bersabda, 'Ratakanlah air wudu dan sela-selalah jari-jarimu , serta keras-keraskanlah menghirup air di hidung [istinsyaq] kecuali apabila kamu sedang berpuasa," (H.R. Tirmidzi).

Berdasarkan hadis di atas, berkumur-kumur ketika berpuasa, khususnya saat wudu diperbolehkan. Syaratnya, jangan berlebihan ketika berkumur-kumur agar air tidak tertelan.

Jika sampai airnya tertelan, kendati sedikit saja, maka puasanya batal, demikian dilansir dari NU Online.

Selain itu, bolehnya sikat gigi dan berkumur-kumur juga dianalogikan (kias) terhadap hadis yang diriwayatkan dari Abdullah bin Abbas, ia berkata:

"Tidak mengapa seseorang mencicipi kuah makanan atau suatu makanan, selama tidak sampai tertelan ke tenggorokan, saat ia berpuasa," (H.R. Ibnu Abi Syaibah dan Baihaqi).

Kendati demikian, Isnan Ansory dalam buku Pembatal Puasa Ramadan dan Konsekuensinya (2019) menuliskan bahwa hukum sikat gigi dan berkumur-kumur menjadi makruh jika telah melewati waktu zuhur hingga sore hari, menurut mazhab Syafi'i dan Hanbali.

Dalilnya adalah sabda Nabi Muhammad SAW: “Bau mulut orang yang puasa lebih harum di sisi Allah dari aroma kesturi,” (H.R. Bukhari).

Sikat gigi dan berkumur usai waktu zuhur dianggap makruh karena sudah menyalahi keutamaan puasa. Kendati tidak dilarang, namun aktivitas ini sebaiknya ditinggalkan.

Hal-hal Yang Membatalkan Puasa

Makan dan Minum

Makan, minum, dan segala sesuatu yang masuk melalu lubang pada anggota tubuh pada siang hari (waktu berpuasa), jika dilakukan secara sengaja, akan membatalkan puasa.

Makan dan minum selama puasa Ramadan hanya dapat dilakukan sebelum fajar (waktu subuh) dan setelah matahari terbenam (magrib). Dasarnya adalah Surah al-Baqarah:187, " ... makan dan minumlah sampai waktu fajar tiba dengan dapat membedakan antara benang putih dan hitam ..."

Makan atau minumnya seseorang yang lupa, tidak membatalkan puasa. Diriwayatkan, Nabi Muhammad bersabda, "Siapa yang lupa keadaannya sedang berpuasa, kemudian ia makan dan minum, maka hendaklah ia menyempurnakan puasanya, karena sesungguhnya Allah-lah yang memberikan makanan dan minuman itu”. (H.R. al-Bukhari 1797 dan Muslim 1952)

Hubungan Badan Waktu Puasa

Suami-istri yang melakukan hubungan seksual dengan sengaja di antara waktu fajar terbit hingga matahari terbenam, berarti puasanya batal. Suami-istri yang demikian, wajib mengganti puasa yang gugur itu di luar bulan Ramadan.

Selain itu, mereka mesti membayar kafarat salah satu dari tiga pilihan, yaitu memerdekakan seorang budak, atau jika tidak mampu mesti berpuasa 2 bulan berturut-turut, atau jika tidk mampu, memberi makan 60 orang miskin.

Muntah Disengaja

Seseorang yang sengaja muntah, atau memasukkan benda ke dalam mulut hingga muntah, batal puasanya. Sebaliknya, jika muntah itu tidak disengaja, atau terjadi karena sakit, puasa tidak batal. Diriwayatkan, Nabi Muhammad bersabda, "Ssiapa yang tidak sengaja muntah, maka ia tidak diwajibkan untuk mengganti puasanya, dan siapa yang sengaja muntah maka ia wajib mengganti puasanya”. (H.R al-Tirmidzi 653 dan Ibn Majah 1666).

Keluar Air Mani Secara Sengaja

Keluarnya air mani yang terjadi karena sentuhan kulit meski tanpa hubungan seksual, membatalkan puasa. Keluarnya mani ini baik dalam konteks masturbasi (onani) maupun sentuhan dengan pasangan. Namun, jika mani keluar karena mimpi basah, hal ini dikategorikan tidak sengaja, sehingga puasa tidak batal.

Haid/Nifas

Haid atau datang bulan bagi perempuan juga membatalkan puasa. Perempuan yang mengalami haid saat Ramadan dapat menggantinya dengan puasa sejumlah hari haid di luar bulan puasa. Hal yang sama berlaku untuk nifas, ketika perempuan mengeluarkan darah akibat proses melahirkan.

Diriwayatkan Aisyah, "Kami (kaum perempuan) diperintahkan untuk mengganti puasa yang ditinggalkan, tetapi tidak diperintahkan untuk mengganti salat yang ditinggalkan”. (H.R. Muslim 508)

Gila

Aapabila seseorang mendadak gila ketika sedang mengerjakan ibadah puasa, maka puasanya batal. Puasa diwajibkan untuk umat Islam yang baligh (dewasa), berakal sehat, dan tidak terkena halangan.

Murtad

Jika seseorang keluar dari Islam, maka dengan sendirinya puasa orang tersebut batal. Yang termasuk dalam kategori murtad adalah mengingkari keesaan Allah atau mengingkari hukum syariat.

Baca juga artikel terkait YANG MEMBATALKAN PUASA atau tulisan lainnya dari Abdul Hadi

tirto.id - Sosial budaya
Kontributor: Abdul Hadi
Penulis: Abdul Hadi
Editor: Dhita Koesno
Penyelaras: Yulaika Ramadhani