Menuju konten utama
Salat Tarawih Ramadhan 2023

Hukum Shalat Tarawih di Bulan Ramadhan: Apakah Harus Berjamaah?

Hukum shalat Tarawih di bulan Ramadhan, anjuran sunnah, dan apakah harus berjamaah?

Hukum Shalat Tarawih di Bulan Ramadhan: Apakah Harus Berjamaah?
Umat Islam melaksanakan Shalat Tarawih pertama di Masjid Agung Al-Azhar, Jakarta, Jumat (1/4/2022) malam. ANTARA FOTO/Galih Pradipta/aww.

tirto.id - Shalat Tarawih merupakan salah satu ibadah yang lumrah dikerjakan umat Islam pada malam sepanjang bulan Ramadhan. Hukumnya sunah muakadah, artinya sangat dianjurkan. Lantas, apakah salat Tarawih harus berjamaah?

Tarawih merupakan bentuk plural dari kata tunggal tarwihah, yang berarti 'istirahat'. Dinamakan Tarawih karena orang yang melaksanakannya akan beristirahat sejenak di antara dua kali salam atau setiap empat rakaat.

Salat Tarawih disebut juga sebagai salat Qiyam Ramadan, yaitu salat yang bertujuan menghidupkan malam-malam di bulan suci. Hal ini merujuk pada perkataan Imam Nawawi al-Dimasyqiy bahwa yang dimaksud Qiyam Ramadan adalah Tarawih.

Maksud ucapan Imam Nawawi dijelaskan oleh al-Hafiz Imam Ibn Hajar al-A'sqallaniy dalam kitab Fath al-Bâriy Syarh al-Bukhâriy vol. 4, hal. 778.

یَعْنِي أَنَّھُ یَحْصُلُ بِھَا الْمَطْلُوبُ مِنَ الْقِیَامِ لاَ أَنَّ قِیَامَ رَمَضَان لاَ یَكُون إِلاَّ بِھَا.

Artinya: ”Qiyam Ramadhan dapat dilakukan dengan shalat apa saja termasuk shalat Tarawih. Namun, ini bukan berarti Qiyam Ramadhan hanya sebatas shalat Tarawih saja”.

Hukum Shalat Tarawih di Bulan Ramadhan 2023

Sebagaimana disinggung di awal, hukum melaksanakan Tarawih adalah sunah muakadah. Umat muslim dianjurkan menunaikannya sepanjang bulan Ramadan, dengan berbagai macam jumlah rakaat tergantung mazhab masing-masing.

Hukum sunah tersebut diambil dari hadis dari jalur Aisyah, bahwa Rasulullah saw. bersaabda sebagai berikut:

“Pada suatu malam [Ramadhan], Nabi saw. berada di dalam masjid, beliau salat dan diikuti oleh para sahabat. Di hari berikutnya Nabi salat seperti di hari pertama dan jemaah yang mengikutinya bertambah banyak."

Kemudian, di hari ketiga atau keempat sahabat berkumpul di masjid untuk menanti kedatangan Nabi untuk salat jemaah tarawih bersama-sama. Namun, Rasulullah tidak kunjung hadir hingga subuh.

Beliau menjelaskan perihal ketidakhadirannya di masjid semalam, beliau bersabda:

"Aku telah melihat apa yang kalian lakukan, tidaklah mencegahku untuk keluar salat bersama kalian kecuali aku khawatir salat ini difardukan atas kalian. Perawi hadis menjelaskan bahwa yang demikian itu terjadi di bulan Ramadan,” (HR. Bukhari dan Muslim).

Sunah muakadah yang dijelaskan di atas selaras dengan pahala yang dihadiahkan. Dari Abu Hurairah, Rasulullah saw. bersabda:

مَنْ قَامَ رَمَضَانَ إِیمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَھُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِھِ

Artinya: “Barangsiapa melakukan qiyam Ramadhan karena iman dan mencari pahala, maka dosa-dosanya yang telah lalu akan diampuni.”(HR. Bukhari dan Muslim).

Yang dimaksud Qiyam Ramadan adalah salat Tarawih sebagaimana yang dituturkan oleh Imam Nawawi.

Apakah Shalat Tarawih Harus Berjamaah?

Salat Tarawih dianjurkan agar dilaksanakan secara berjamaah, mengikuti imam hingga selesai. Sebab, salat ini hampir serupa tingkatannya dengan salat wajib (fardhu).

Dari Abu Dzar, Nabi Muhammad saw. pernah mengumpulkan keluarga dan para sahabatnya. Lalu beliau bersabda:

إِنَّھُ مَنْ قَامَ مَعَ الإِمَامِ حَتَّى یَنْصَرِفَ كُتِبَ لَھُ قِیَامُ لَیْلَةً

Artinya: “Siapa yang shalat bersama imam sampai ia selesai, maka ditulis untuknya pahala qiyam satu malam penuh.” (H.R. An Nasai no. 1605, Tirmidzi no. 806, Ibnu Majah no. 1327)

Salat Tarawih pertama kali dikerjakan Nabi Muhammad saw. pada 23 Ramadan di tahun kedua hijriah. Pengerjaan salat Tarawih pada masa itu pernah dijalankan secara berjemaah, tetapi tidak rutin dan lebih sering ditunaikan sendiri-sendiri (munfarid).

Pada masa Umar bin Khattab, salat Tarawih dilaksanakan sebanyak 20 rakaat secara berjemaah. Pelaksanaan ini merupakan kesepakatan mayoritas sahabat dan para muslim. Inisiatif tersebut diambil lantaran para kaum muslim tidak kompak menunaikan salat Tarawih berjemaah atau munfarid.

Peristiwa kesepakatan Salat Tarawih 20 rakaat diriwayatkan Abdurrahman bin ‘Abdul Qari’ sebagai berikut:

“Dari ‘Abdurrahman bin ‘Abdul Qari’, beliau berkata, 'Saya keluar bersama Sayyidina Umar bin Khattab RA ke masjid pada bulan Ramadan. [Didapati dalam masjid tersebut] orang yang salat tarawih berbeda-beda. Ada yang salat sendiri-sendiri dan ada juga yang salat berjemaah,"

"Lalu Sayyidina Umar berkata, 'Saya punya pendapat, andai mereka aku kumpulkan dalam jemaah satu imam, niscaya itu lebih bagus.' Lalu, beliau mengumpulkan kepada mereka dengan seorang imam, yakni sahabat Ubay bin Ka’ab. Kemudian satu malam berikutnya, kami datang lagi ke masjid. Orang-orang sudah melaksanakan salat tarawih dengan berjemaah di belakang satu imam. Umar berkata, ‘Sebaik-baiknya bid’ah adalah ini [salat tarawih dengan berjemaah],” (HR. Bukhari).

Pelaksanaan Salat Tarawih 20 rakaat dalam perjalanannya menjadi ijma yang digunakan Mazhab Syafi’i, Hanafi, Hambali, dan mayoritas ulama Maliki. Sebagian lain ulama Maliki berpendapat bahwa salat Tarawih dapat dilaksanakan 20-36 rakaat. Sementara itu, Imam Malik memiliki pelaksanaan salat Tarawih sebanyak 8 rakaat.

Baca juga artikel terkait RAMADHAN 2023 atau tulisan lainnya dari Syamsul Dwi Maarif

tirto.id - Sosial budaya
Kontributor: Syamsul Dwi Maarif
Penulis: Syamsul Dwi Maarif
Editor: Muhammad Fadli Nasrudin Alkof