tirto.id - Hukum mengucapkan selamat Natal menurut Al-Qur’an diperbolehkan sekaligus dilarang. Adapun terdapat perbedaan pendapat di antara para ulama mengenai hukum mengucapkan selamat Natal bagi kaum muslim.
Dalam Al-Qur'an dan hadis, tidak ada dalil yang secara jelas dan tegas menerangkan keharaman maupun kebolehan mengucapkan selamat Natal. Padahal Rasulullah Saw. dan para sahabat hidup berdampingan dengan orang Yahudi dan Nasrani.
Oleh sebab itu, hukum mengucapkan selamat Natal masuk kategori permasalahan ijtihad yang berlaku kaidah:
لَا يُنْكَرُ الْمُخْتَلَفُ فِيْهِ وَإِنَّمَا يُنْكَرُ الْمُجْمَعُ عَلَيْهِ
Artinya:
"Permasalahan yang masih diperdebatkan tidak boleh diingkari [ditolak], sedangkan permasalahan yang sudah disepakati boleh diingkari".
Berdasarkan hukum fikih di atas sekaligus melihat keadaan sekarang, ulama yang memperbolehkan maupun mengharamkan mengucapkan selamat Natal, sama-sama menggunakan dalil yang hanya berpegangan pada generalitas (keumuman) ayat Al-Qur’an atau hadis.
Hukum Mengucapkan Selamat Natal dalam Islam
Perbedaan hukum mengucapkan selamat Natal menurut Al-Qur’an dalam Islam mengerucut dalam satu pertanyaan, yakni apakah ucapan tersebut termasuk kategori akidah (keyakinan) atau muamalah (pergaulan)?
Adapun ulama yang mengharamkan maupun membolehkan melihat dari masing-masing sisi yang dikuatkan dengan dalil masing-masing.
1. Alasan Para Ulama yang Mengharamkan Mengucapkan Selamat Natal
Bagi para ulama yang mengharamkan, mengucapkan selamat Natal masuk sebagai kategori akidah. Sebab ucapan tersebut merupakan doa dan kerelaan atas agama orang lain.Para ulama yang mengharamkan mengucapkan selamat Natal di antaranya Ibnu Taimiyyah, Ibnu Qayyim al-Jauziyyah, Syekh Abdul Aziz bin Baz, Syekh Utsaimin, Syekh Ibrahim bin Muhammad al-Haqil, Syekh Ibrahim bin Ja’far, hingga Syekh Ja’far At-Thalhawi. Salah satu dalil larangan mengucapkan selamat Natal adalah Surah Al-Furqan ayat 72 berikut:
وَالَّذِيْنَ لَا يَشْهَدُوْنَ الزُّوْرَۙ وَاِذَا مَرُّوْا بِاللَّغْوِ مَرُّوْا كِرَامًا
Arab Latinnya:
Wal-lażīna yasyhadūnaz-zūr(a), wa iżā marrū bil-lagwi marrū kirāmā(n).
Artinya:
"Dan, orang-orang yang tidak memberikan kesaksian palsu serta apabila mereka berpapasan dengan [orang-orang] yang berbuat sia-sia, mereka berlalu dengan menjaga kehormatannya,"(QS. Al-Furqan [25]: 72).
Para ulama di atas melihat kaum muslim yang mengucapkan selamat Natal dianggap memberikan persaksian palsu dan membenarkan keyakinan umat non-muslim. Atas dasar itulah, sebagian ulama tersebut mengharamkan mengucapkan kalimat tersebut. Dalil lain yang digunakan untuk memperkuat argumentasi mereka di antaranya hadis sebagai berikut:
"Bedakanlah dirimu dari orang-orang musyrik, panjangkanlah jenggot dan cukurlah kumis," (HR Al-Bukhari dan Muslim dari Ibn Umar Ra).
"Siapa yang meniru suatu kaum maka ia adalah bagian dari mereka," (HR Abu Dawud dari Ibnu Umar Ra).
2. Para Ulama yang Memperbolehkan Mengucapkan Selamat Natal
Di sisi lain, ada pula hukum mengucapkan selamat Natal menurut Al-Qur’an yang mengkategorikan sebagai muamalah. Sebab ucapan tersebut dianjurkan sebagai perwujudan toleransi yang dijunjung tinggi Islam.Para ulama yang memperbolehkan mengucapkan selamat Natal di antaranya Syekh Ali Jum’ah, Syekh Muhammad Rasyid Ridla, Syekh Yusuf Qaradhawi, Syekh al-Syurbashi, Syekh Abdullah bin Bayyah, Syekh Nasr Farid Washil, Syekh Musthafa Zarqa, Syekh Ishom Talimah, Syekh Musthafa al-Zarqa', Prof. Dr Abdussattar Fathullah Sa'id, Prof. Dr. Muhammad al-Sayyid Dusuqi, Majelis Fatwa Eropa, hingga Majelis Fatwa Mesir.
Salah satu dalil yang digunakan para ulama untuk memperbolehkan mengucapkan selamat Natal seperti Syeikh Yusuf al-Qardhawi adalah Surah Al-Mumtahanah ayat 8 berikut:
لَا يَنْهٰىكُمُ اللّٰهُ عَنِ الَّذِيْنَ لَمْ يُقَاتِلُوْكُمْ فِى الدِّيْنِ وَلَمْ يُخْرِجُوْكُمْ مِّنْ دِيَارِكُمْ اَنْ تَبَرُّوْهُمْ وَتُقْسِطُوْٓا اِلَيْهِمْۗ اِنَّ اللّٰهَ يُحِبُّ الْمُقْسِطِيْنَ
Arab Latinnya:
Lā yanhākumullāhu ‘anil-lażīna lam yuqātilūkum fid-dīni wa lam yukhrijūkum min diyārikum an tabarrūhum wa tuqsiṭū ilaihim, innallāha yuḥibbul-muqsiṭīn(a).
Artinya:
"Allah tidak melarang kamu berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tidak memerangimu dalam urusan agama dan tidak mengusir kamu dari kampung halamanmu. Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berlaku adil,"(QS. Al-Mumtahanah [60]: 8).
Syeikh Yusuf al-Qardhawi sebagaimana ayat di atas justru melihat mengucap selamat Natal sebagai kebaikan (al-birr). Begitupun sebaliknya, orang Kristen juga diperbolehkan atau berhak memberikan ucapan selamat kepada kita (kaum muslim) sebagaimana firman Allah Swt. dalam Surah An-Nisa ayat 86 sebagai berikut:
وَاِذَا حُيِّيْتُمْ بِتَحِيَّةٍ فَحَيُّوْا بِاَحْسَنَ مِنْهَآ اَوْ رُدُّوْهَا ۗ اِنَّ اللّٰهَ كَانَ عَلٰى كُلِّ شَيْءٍ حَسِيْبًا
Arab Latinnya:
Wa iżā ḥuyyītum bitaḥiyyatin fa ḥayyū bi'aḥsana minhā au ruddūhā, innallāha kāna ‘alā kulli syai'in ḥasībā(n).
Artinya:
"Apabila kamu dihormati dengan suatu penghormatan [salam], balaslah penghormatan itu dengan yang lebih baik daripadanya atau balaslah dengan yang sepadan. Sesungguhnya Allah Maha Memperhitungkan segala sesuatu,"(QS. An-Nisa [4]: 86).
Musthafa Ahmad az-Zarqa’, seorang ulama asal Suriah menjelaskan bahwa tidak ada dalil yang secara tegas melarang seorang muslim mengucapkan selamat hari raya kepada orang non-muslim. Beliau mengutip hadis yang menceritakan Rasulullah Saw. pernah berdiri menghormati jenazah Yahudi.
Lebih lanjut, Musthafa Ahmad az-Zarqa’ menjelaskan bahwa mengucapkan selamat Natal tidak berhubungan dengan pengakuan terhadap kebenaran keyakinan mereka. Namun hanya sebagai bentuk saling berbuat baik dan sopan santun kepada teman yang berbeda agama.
3. Pendapatan Lain tentang Hukum Mengucapkan Selamat Natal
Selain dua pandangan di atas, terdapat ulama yang tidak mengharamkan atau membolehkan mengucapkan selamat Natal secara mutlak. Ulama tersebut memilih keharaman dan kebolehan melalui ucapan yang dapat ditolerir.Pertama, ucapan yang diperbolehkan (halal) adalah yang tidak mengandung hal-hal bertentangan dengan syariat. Sebagai contoh, "Semoga Tuhan memberi petunjukNya kepada Anda".
Kedua, ucapan yang dilarang (haram) adalah yang mengandung hal-hal bertentangan dengan syariat. Sebagai contoh, "Semoga Tuhan memberkati dan menyelamatkan Anda sekeluarga".
Di samping membedakan secara ucapan, para ulama golongan ketiga tersebut melihat berdasarkan terpaksa atau tidak terpaksa. Sebagai contoh, kaum muslim yang bekerja dengan orang-orang Nasrani, apabila tidak mengucapkan selamat karirnya akan dihambat atau dikurangi hak-haknya. Maka mereka boleh mengucapkan selamat Natal. Keadaan tersebut merujuk pada Surah An-Nahl ayat 106 sebagai berikut:
مَنْ كَفَرَ بِاللّٰهِ مِنْۢ بَعْدِ اِيْمَانِهٖٓ اِلَّا مَنْ اُكْرِهَ وَقَلْبُهٗ مُطْمَىِٕنٌّۢ بِالْاِيْمَانِ وَلٰكِنْ مَّنْ شَرَحَ بِالْكُفْرِ صَدْرًا فَعَلَيْهِمْ غَضَبٌ مِّنَ اللّٰهِ ۗوَلَهُمْ عَذَابٌ عَظِيْمٌ
Arab Latinnya:
Man kafara billāhi mim ba‘di īmānihī illā man ukriha wa qalbuhū muṭma'innum bil-īmāni wa lākim man syaraḥa bil-kufri ṣadran fa ‘alaihim gaḍabum minallāh(i), wa lahum ‘ażābun aẓīm(un).
Artinya:
"Siapa yang kufur kepada Allah setelah beriman [dia mendapat kemurkaan Allah], kecuali orang yang dipaksa [mengucapkan kalimat kekufuran], sedangkan hatinya tetap tenang dengan keimanannya [dia tidak berdosa]. Akan tetapi, siapa yang berlapang dada untuk [menerima] kekufuran, niscaya kemurkaan Allah menimpanya dan bagi mereka ada azab yang besar,"(QS. An-Nahl [16]: 106).
Pemuka agama yang tergabung dalam Inter Religious Council (IRC) Indonesia Din Syamsuddin, Romo Heri Wibowo, Jacky Manuputty, Ws Lie Suprijadi, Pndt Jimmy Sormin, Ws Rudi Gunawijaya, Bhikkhu Indamedha, Bona Beding, dan Andriyanto bergandeng tangan bersama seusai memberikan keterangan pers dalam rangka Hari Toleransi Internasional di Kantor CDCC, Jakarta, Senin (18/11/2019). IANTARA FOTO/Aprillio Akbar/aww.
Landasan Hukum dan Dalil tentang Mengucapkan Selamat Natal Menurut Al-Quran
Hukum mengucapkan selamat Natal menurut Al-Quran terlampir dalam beberapa surat, di antaranya ada yang dijadikan acuan untuk memperbolehkan dan mengharamkan (tidak boleh). Dinukil dari laman resmi Majelis Ulama Indonesia (MUI), berikut landasan hukum yang bisa dipakai.
1. QS. Al-Hujurat ayat 13, QS. Luqman ayat 15, dan QS. Muntahanah ayat 8
Ketiga ayat di atas menjelaskan tentang bolehnya pergaulan dan kerja sama seorang umat Muslim dengan umat beragama lain. Namun demikian, permasalahan yang dibahas mereka hanya menyangkut duniawi saja.
2. QS. Al-Kafirun ayat 1-6 dan QS. Al-Baqarah ayat 42
Dua surat dan beberapa ayat di atas menjelaskan tentang tidak boleh adanya campur aduk akidah serta peribadatan agama Islam dengan agama non-Islam. Oleh sebab itu, mengucapkan selamat Natal tidak boleh disampaikan.
3. QS. Maryam ayat 30-32, QS. Al-Maidah ayat 75, dan QS. Al-Baqarah ayat 285
Ketiga surah dan sejumlah ayat pada poin ini mengharuskan umat Islam untuk mengakui kenabian serta kerasulan Isa Al-Masih. Oleh sebab itu, perayaan hari lahir Yesus Kristus (dianggap dalam Kristen sebagai Isa Al-Masih) bukanlah perbuatan yang perlu dilakukan.
4. QS. Al-Maidah ayat 72-73 dan QS. At-Taubah ayat 30
Hukum mengucapkan selamat Natal juga bisa mengacu kepada dua surat di atas, di mana Allah merupakan zat tunggal (tak lebih dari satu). Mereka yang percaya bahwa Allah punya anak bernama Isa Al-Masih akan masuk kategori musyrik dan kafir.
5. QS. Al-Maidah ayat 116-118
Ayat-ayat ini menyatakan bahwa Allah SWT. akan mempertanyakan tentang: apakah Allah pernah memerintahkan Isa AS untuk mengaku sebagai Tuhan? Pendapat ini bisa dijadikan dasar hukum Islam mengenai mengucapkan selamat Natal menurut Al Qur’an sebagai tindakan yang tak seharusnya dilakukan.
6. QS Al-Ikhlas ayat 1-4
Berdasarkan Al-Quran Surat Al-Ikhlas ayat 1-4, Allah SWT. dideskripsikan sebagai Yang Maha Satu dan tidak dapat diperanakan. Oleh sebab itu, pengakuan terhadap Yesus sebagai Tuhan akan mencoreng nilai-nilai ini, termasuk pengucapan ketika hari kelahirannya.
7. HR. Bukhari dan Muslim
Dikutip dari laman Muslim, terdapat hadis Ibunda Aisyah radhiyallahu’anha. Nabi SAW. bersabda, “Sesungguhnya setiap kaum memiliki hari raya dan hari raya kita adalah hari ini (yaitu hari idul adha)” (HR. Bukhari dan Muslim). Oleh sebab itu, ikut memeriahkan perayaan umat lain seperti Natal bukanlah sesuatu yang perlu.
Apakah Orang Islam Boleh Mengucapkan Selamat Natal?
Pertanyaan mengenai apakah orang Islam boleh mengucapkan selamat Natal kepada orang Kristen pun berakhir pada maksud penyampaian. Apakah seseorang mengucapkan itu sebagai bentuk keimanan atau sekadar pergaulan.
Dinukil dari Pendidikan dan Pembinaan Agama Islam, hukum mengucapkan selamat Natal menurut Al-Qur’an diperbolehkan. Namun, situasi ini berlaku terhadap orang-orang yang “tidak memerangi” dan “mengusir kamu” dari negeri.
Pendapat ini didasarkan kepada Surat Al-Mumtahanah ayat 8, di mana pengucapan dimaksud sebagai perbuatan baik. Mengucapkan selamat Natal kepada orang Kristen juga didasari oleh rasa keadilan karena “Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil.”.
Adapun hukum mengucapkan selamat Natal menurut Al-Quran yang mengharamkan ucapannya didasarkan pada Surat Al-Furqan ayat 72. Ulama yang menggunakan dasar ini menganggap Natal sebagai perbuatan “yang tidak berfaedah” dan pengucapan terhadapnya adalah “persaksian palsu”.
Pernyataan di atas didukung oleh hadits yang diriwayatkan Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma. Di mana Rasulullah SAW bersabda:
“Barangsiapa menyerupai suatu kaum maka dia termasuk bagian kaum tersebut”. (HR. Abu Daud, N. 4031)
Kendati terdapat perbedaan pendapat mengenai hukum mengucapkan selamat Natal menurut Al-Quran, toleransi pada intinya menjadi titik pusat perhatian. Anda boleh mengucapkan itu sebagai bentuk toleransi terhadap umat agama lain.
Sementara orang Islam yang menganggap pengucapan selamat Natal haram harus melakukan itu sebagai wujud menjaga akidah. Ketegasan ini juga perlu didukung toleransi, sehingga tak menimbulkan perselisihan seumat atau umat lainnya.
Penulis: Syamsul Dwi Maarif
Editor: Yulaika Ramadhani
Penyelaras: Yuda Prinada