tirto.id - Sejak Selasa (12/3) pekan lalu, berita soal eksodusnya 52 warga dari Dusun Dukuh Krajan, Desa Watubonang, Ponorogo ke sebuah pesantren di Kasembon, Kabupaten Malang, Jawa Timur viral di media sosial. Mereka diduga ramai-ramai meninggalkan kampung halaman karena isu kiamat yang akan datang dalam waktu dekat.
Kabar tersebut pertama kali viral di laman Facebook Info Cegatan Wilayah Ponorogo (ICWP). Diwartakan Detik, pada Senin (11/3) sekitar pukul 10.14 WIB seorang pengguna Facebook bernama Rizky Ahmad Ridho mengunggah tulisan yang menanyakan kejelasan perihal kabar soal warga yang menjual tanah dan pindah ke Malang.
Bupati Ponorogo Ipong Muchlissoni membenarkan tentang kabar pindahnya sejumlah warganya ke Kabupaten Malang karena isu kiamat. “Itu kan nggak masuk akal, masa ada kiamat lokal?", ujar Ipong dikutip dari BBC.
Ipong berujar, puluhan warganya yang pindah ke Kabupaten Malang itu adalah jamaah Thoriqoh Musa yang dipimpin oleh seorang warga desa bernama Khotimun.
Selain warga Ponorogo saja yang pindah ke Kabupaten Malang terkait isu kiamat, juga ada warga Jember, Jombang, Mojokerto, dan Ngawi, Jawa Timur.
Respons Pengasuh Ponpes dan MUI
Pengasuh Pondok Pesantren (Ponpes) Miftahul Falahil Mubtadin yang terletak di DesaPulosari, Kecamatan Kasembon, Kabupaten Malang, KH Muhammad Romli Soleh atau akrab disapa Gus Romli, membantah kabar soal fatwa kiamat sudah dekat.
"Tidak ada, itu hoaks semua," tegas Gus Romli diwartakan oleh Jawa Pos. Pernyataan tersebut turut membantah kabar soal jual beli senjata tajam, foto kiai ulama termasuk ajakan menjual harta benda. Gus Romli menuding adanya pihak-pihak lain yang ingin menjatuhkan reputasinya. "Gorengan dari orang tidak bertanggung jawab," imbuhnya.
Gus Romli menjelaskan bahwa kasus ini bermula dari program triwulan menyongsong meteor menjelang Ramadan. Biasanya jamaah datang selama tiga bulan. Yakni saat Rajab, Syakban, dan Ramadan. Di jalan masuk pondok, membentang spanduk bertuliskan “Selamat Datang Peserta Mondok Rajabiyahan & Biatan Plus Romadhonan dalam rangka Persiapan Akhir Zaman di Ponpes Pulosari Kasembon Malang”.
Program tersebut menurut Gus Romli bukan bermaksud menakut-nakuti orang akan datangnya kiamat. Gus Romli hanya ingin mengajarkan bahwa meteor adalah salah satu tanda kebesaran Allah.
Perwakilan MUI Kabupaten Malang Ibnu Mukti mengatakan pondok yang diasuh Gus Romli tidak dianggap menyimpang. Menurut Ibnu, pihaknya menghargai keyakinan Gus Romli soal meteor yang terjadi saat Ramadan lantaran banyak sudut pandang tentang hari kiamat.
Isu Kiamat Bikin Heboh
Terlepas dari berita kepindahan puluhan orang ke sebuah pesantren di Kabupaten Malang dan dugaan isu kiamat yang melatarbelakanginya, kabar seputar hari akhir memang selalu menarik perhatian dan dinanti-nantikan oleh sebagian orang.
Di Amerika Serikat, isu kiamat dari perspektif agama kerap muncul. Dikutip dari Encylopaedia Britannica, Harold Camping, seorang pemuka agama Kristen dan penyiar radio asal California Amerika Serikat pernah meramalkan kiamat secara terbuka sebanyak 12 kali. Camping mendasarkan ramalannya dari hitung-hitungan alkitabiah. Pada tahun 1992, ia menerbitkan buku berjudul 1994? Yang meramalkan kiamat di sekitar tahun tersebut. Camping pernah menghitung peringatan 7.000 peristiwa banjir besar Nuh yang jatuh pada 21 Mei 2011 dan dikaitkan dengan hari akhir.
Sebelum Camping, ada rekan senegaranya sesama pemuka agama Kristen bernama William Millerm, seorang pengkhotbah tahun 1831-an. Miller yang seorang pensiunan tentara ini menitik beratkan pada khotbah akhir zaman dengan mengutip narasi Kekristenan tentang kedatangan Yesus Kristus untuk kedua kalinya kian dekat. Gerakan keagamaan yang kemudian disebut Millerisme ketika itu memiliki ratusan ribu pengikut yang turut menanti-nantikan nubuat hari akhir.
Miller kemudian memprediksi bahwa di tahun 1843 hari akhir akan tiba. Ketika meleset, Miller sekali lagi bilang bahwa pada 1844 adalah hari akhir yang semua tau, dunia beserta kehidupannya masih berjalan hingga kini. Beberapa pengikutnya mengungkapkan kekecewaannya.
Tak cuma berlatar agama, ketakutan akan datangnya kiamat bumi pernah terjadi pada tahun 1910 gara-gara komet. Sebabnya, komet Halley yang melewati Bumi per 76 tahun sekali ketika itu dipercaya mampu menghancurkan Bumi, baik ketika proses tabrakan maupun gas beracun yang dibawa komet.
Sejumlah media mewartakan kepanikan tersebut. Bahkan ini memicu sebuah kelompok keagamaan bernama Sacred Flower di Oklahoma, AS mencoba mengorbankan seorang perawan untuk menangkal bencana. Beruntung polisi mencegah aksi tersebut dan menyelamatkan nyawa perempuan yang hendak dijadikan tumbal itu.
Dalam sejarah peradaban umat manusia, banyak orang yang tidak hanya berpikir bahwa dunia dengan segala isinya sedang bergerak berjalan, tetapi juga memikirkan tentang hari di mana semuanya akan punah, terhenti. Saat demam kiamat berdasar kalender suku Maya merebak tahun 2012, Reuters pernah merilis hasil jajak pendapat yang menemukan bahwa hampir satu dari empat orang AS dan satu dari tujuh orang di seluruh dunia percaya bahwa dunia akan berakhir saat mereka masih hidup. Angka kepercayaan ini berkurang di Inggris dengan satu banding 12.
Pertanyaannya, mengapa banyak orang terobsesi dengan hari kiamat kendati sejauh ini banyak prediksi yang meleset?
Jeff Greenberg, psikolog sosial di University of Arizona menyebut, ketertarikan manusia pada akhir zaman mungkin berasal dari rasa penasaran bawaan kita terhadap hal-hal yang membuat kita takut.
"Itu adalah sesuatu yang kita takuti (kiamat) dan hal-hal yang kita takuti juga membuat kita penasaran," ujar Greenberg dikutip dari Newsweek. “Ada minat alami terhadap hal-hal yang kita khawatirkan dan yang menakuti kita. Ada ketertarikan dengan kami.”
Sedangkan menurut Daniel Sullivan, psikolog sosial lainnya dari University of Arizona, ketertarikan orang terhadap prediksi kiamat mengingatkan pada sebuah studinya di mana para peserta diberitahu bahwa mereka akan disetrum listrik. Mayoritas peserta yang sudah diberitahu itu memilih untuk ingin segera menerima sengatan listrik dibanding harus menunggu-nunggu tanpa kepastian.
Jika merujuk prediksi para ilmuwan luar angkasa, Bumi memang akan hancur lebur ketika matahari sebagai pusat tata surya makin menua dan kehabisan bahan bakarnya sendiri. Di fase ini matahari akan membengkak secara maksimal yang disebut raksasa merah. Setelah itu Bumi mungkin akan terhisap ke matahari. Kejadian itu diprediksi terjadi antara 5 hingga 7,76 miliar tahun mendatang.
Sementara kehancuran total Bumi diprediksi masih miliaran tahun lagi, namun bumi yang ditaksir sudah berusia lebih dari 4,5 miliar tahun ini dalam sejarahnya sudah mengalami lima kali kepunahan massal. Kepunahan massal pertama terjadi pada periode Ordovician sekitar 445 juta tahun yang lalu dan kepunahan massal kelima 65 juta tahun yang lalu dengan tingkat kepunahan 80 persen dari total spesies makhluk hidup di Bumi.
Penyebab lima kepunahan massal itu beragam. Mulai dari pendinginan global, kejatuhan asteroid, gas beracun, aktivitas vulkanik, dan lainnya. Saat ini para ilmuwan meyakini bahwa proses menuju kepunahan massal keenam sedang berlangsung yang salah satunya karena ulah umat manusia.
Editor: Nurul Qomariyah Pramisti