Menuju konten utama

Hippindo Khawatir Masyarakat Pilih Stop Belanja jika PPN 12%

Banyak dampak yang timbul apabila pajak pertambahan nilai (PPN) naik menjadi 12 persen pada 2025. Apa saja?

Hippindo Khawatir Masyarakat Pilih Stop Belanja jika PPN 12%
Ibu dan anak berbelanja di supermarket. (FOTO/iStockphoto)

tirto.id - Ketua Himpunan Peritel dan Penyewa Pusat Perbelanjaan Indonesia (Hippindo), Budihardjo Iduansjah, menyatakan kekhawatirannya mengenai dampak apabila pajak pertambahan nilai (PPN) naik menjadi 12 persen pada 2025.

Dia mengatakan, kenaikan tersebut dikhawatirkan akan membuat masyarakat menahan untuk membeli barang kebutuhan sehari-hari. Hal ini lantaran harga barang juga akan naik karena imbas kenaikan PPN itu.

“Yang saya dengar sih bukan borong, ya malah memboikot. Masyarakat sudah nggak usah beli barang. Nah, sebenarnya itu kan nggak baik, karena konsumsi itu kan harus. Semua orang mau spend money. Kalau semua orang saving, nggak bergerak ekonominya,” ujarnya usai acara Gambir Trade Talk #17 di Jakarta, Selasa (19/11/2024).

Budi menjelaskan, kenaikan harga barang akan naik di setiap lini, mulai dari distributor, pabrik, hingga ritel, dan diperkirakan bisa melonjak sampai 5 persen.

“Dari pabrik naikin 1 persen ke distributor. Dari distributor bisa dua tingkat. Ada sub. Ritel naikin 1 persen. Ya bisa 5 persen (naiknya),” tuturnya.

Berdasarkan perhitungannya, apabila PPN 12 persen jadi diberlakukan pada Januari 2025, maka omzet penjualan di ritel diproyeksi bisa menurun hingga 50 persen dibandingkan bulan sebelumnya. Sedangkan jika dilihat secara tahunan, kemungkinan akan ada penurunan 10 hingga 15 persen.

“Januari biasanya turun. Saya takutnya Januari, orang-orang sudah habis belanja di Nataru, dia negerem habis, saya takut anjlok banget turunnya,” tuturnya.

Dia mengatakan, adanya penurunan itu disebabkan oleh adanya ketidakstabilan ekonomi. Hal inilah juga yang membuat daya beli masyarakat menurun.

“Kalau tidak ada kestabilan dan kepastian (ekonomi), orang ngerem (kebutuhan), itu yang kami takut. Karena konsumsi harus terus jalan,” ungkapnya.

Maka dari itu, Budi meminta pemerintah untuk menunda peningkatan PPN 12 persen yang mulai berlaku pada Januari tahun 2025. Dia berharap pemerintah sebaiknya melakukan evaluasi sembari melihat kondisi ekonomi Indonesia.

“Ditunda, timing nya nggak tepat. Ya (ditunda) setahun dilihat. Siapa tahu tahun depan (2026) kalau lagi bagus banget, nggak apa-apa (dinaikkan),” ucapnya.

Sebelumnya, Menteri Keuangan (Menkeu), Sri Mulyani, akan tetap menerapkan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 12 persen pada 1 Januari 2025. Ini sesuai dengan keputusan yang telah diatur dalam Pasal 7 ayat (1) huruf b Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP), yang menyatakan bahwa tarif PPN 12 persen mulai berlaku paling lambat 1 Januari 2025.

"Di sini (Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat/DPR), kami sudah membahas bersama Bapak/Ibu sekalian. Sudah ada Undang-Undangnya. Kita perlu untuk menyiapkan agar itu bisa dijalankan tapi itu dengan penjelasan yang baik," kata dia, dalam Rapat Kerja bersama Komisi XI DPR RI, di Gedung Parlemen, Jakarta Pusat, Rabu (13/11/2024).

Baca juga artikel terkait PPN atau tulisan lainnya dari Nabila Ramadhanty

tirto.id - Ekonomi
Reporter: Nabila Ramadhanty
Penulis: Nabila Ramadhanty
Editor: Anggun P Situmorang