Menuju konten utama
Kasus Kekerasan Seksual Anak

Herry Wirawan Didesak Penuhi Biaya Restitusi bagi 13 Korbannya

KPAI menyatakan lebih fokus kepada kepentingan korban dibandingkan hukuman mati Herry Wirawan.

Herry Wirawan Didesak Penuhi Biaya Restitusi bagi 13 Korbannya
Terpidana kasus kekerasan seksual terhadap anak Herry Wirawan (ketiga kanan) berjalan memasuki ruangan untuk menjalani sidang vonis di Pengadilan Negeri Bandung, Jawa Barat, Selasa (15/2/2022). ANTARA FOTO/Novrian Arbi/foc.

tirto.id - Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) merespons vonis banding Pengadilan Tinggi Bandung atas terdakwa kekerasan seksual, Herry Wirawan yang dikenakan hukuman mati dan membayar uang pengganti kerugian atau restitusi Rp300 juta kepada 13 korbannya.

Keputusan ini sekaligus memperbaiki keputusan Majelis Hakin Pengadilan Negeri Bandung yang membebankan Restitusi kepada Negara melalui Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak.

Menanggapi hal tersebut, Komisioner KPAI, Retno Listyarti menilai biaya restitusi Rp300 juta untuk 13 korban dan bayi yang dilahirkan terlalu sedikit. Retno pun mendesak kepada Herry berkewajiban memenuhi biaya restitusi untuk para korbannya.

"Yang penting restitusi dipastikan pemenuhannya, karena para korban harus melanjutkan hidupnya, masa depannya masih panjang, termasuk para bayi yang dilahirkan. Seharusnya dihitung restitusinya juga, karena bayi-bayi itu juga korban. Jadi restitusi Rp330 juta terlalu kecil," kata Retno melalui keterangan tertulisnya, Selasa (5/4/2022).

Dia sepakat, alasan majelis hakim membebankan biaya restitusi kepada negara bertentangan dengan hukum positif yang berlaku.

Hakim menjelaskan ada empat elemen utama dari restitusi di antaranya ganti kerugian diberikan kepada korban atau keluarga, ganti kerugian materiil dan atau imateriel yang diderita korban atau ahli warisnya, dibebankan kepada pelaku atau pihak ketiga, dan berdasarkan putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap.

“Bahwa pembebanan pembayaran restitusi kepada negara akan menjadi preseden buruk dalam penanggulangan kejahatan kekerasan seksual terhadap anak-anak,” ucapnya.

Menurutnya, jika restitusi ditanggung negara, pelaku kejahatan akan merasa nyaman tidak dibebani ganti kerugian kepada korban dan hal ini berpotensi menghilangkan efek jera dari pelaku.

Lebih lanjut, KPAI menyatakan lebih fokus kepada kepentingan korban dibandingkan hukuman mati Herry Wirawan.

"Kalau pelaku di hukum mati, lalu korban dapat apa? Adilkah untuk korban?" pungkasnya.

Komisioner Komnas Perempuan, Siti Aminah juga mendukung putusan majelis hakim bahwa restitusi dibebankan kepada terdakwa untuk pemulihan kekerasan seksual terhadap korban.

"Kami mengapresiasi untuk putusan terkait dengan restitusi dan hak korban dalam memberikan persetujuan untuk perawatan dan pengasuhan anak," kata Siti kepada Tirto, Selasa (5/4/2022).

Siti pun berpandangan bahwa pidana seumur hidup yang dijatuhkan oleh hakim tingkat pertama sudah memadai daripada hukuman mati.

Sementara itu, Deputi Bidang Perlindungan Anak Kemen PPPA, Nahar mengatakan menghormati putusan Majelis Hakim PT Bandung yang telah mengabulkan permohonan banding dari Jaksa dengan menghukum terdakwa dengan pidana mati.

Putusan ini juga sesuai dengan harapan korban dan keluarga korban, serta telah sesuai dengan UU No. 17 Tahun 2016 yang memungkinkan pelaku tindak pidana yang memenuhi unsur Pasal 76D UU 35 Tahun 2014 yang menimbulkan korban lebih dari satu orang. Sementara pada kasus ini korbannya 13 anak dengan sembilan bayi yang dilahirkan.

"Dikabulkannya restitusi dibayarkan oleh pelaku menjadi sesuai dengan peraturan perundang-undangan terkait Perlindungan Saksi dan Korban," kata Nahar kepada Tirto, Selasa (5/4/2022).

Baca juga artikel terkait VONIS HERRY WIRAWAN atau tulisan lainnya dari Riyan Setiawan

tirto.id - Hukum
Reporter: Riyan Setiawan
Penulis: Riyan Setiawan
Editor: Maya Saputri