Menuju konten utama

Heboh Persiapan Pilpres 2019, Pilkada 2018 pun Adem Saja

“Ya tentu ini konsekuensi dari tahapan yang ditentukan KPU sendiri,” kata Ketua Desk Pilkada Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Daniel Johan.

Heboh Persiapan Pilpres 2019, Pilkada 2018 pun Adem Saja
Massa pendukung tanda pagar #2019GantiPresiden menghadiri deklarasi akbar gerakan #2019GantiPresideni di kawasan Silang Monas, Jakarta, Minggu (6/5/2018). tirto.id/Andrey Gromico.

tirto.id - Gelaran pilkada serentak 2018 sudah di depan mata. Namun, gaungnya tak senyaring kampanye kandidat yang digadang-gadang akan berlaga di Pilpres 2019. Hal ini menjadi sorotan Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Arief Budiman mengingat pelaksanaan pilpres masih lama, sementara pemilihan kepala daerah hanya hitungan hari, yaitu 27 Juni 2018.

Ketua Desk Pilkada Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Daniel Johan menilai, semaraknya gerakan dan kampanye pilpres saat ini karena tahapan yang mepet dengan pelaksanaan pilkada. “Ya tentu ini konsekuensi dari tahapan yang ditentukan KPU sendiri,” kata Daniel kepada Tirto, Minggu (6/5/2018).

Daniel menyatakan, upaya PKB mengampanyekan Muhaimin Iskandar sebagai cawapres merupakan sebuah strategi untuk menghadapi mekanisme yang mepet tersebut sembari tetap fokus kepada gelaran pilkada.

“Kalau boleh jujur, ya tahapan yang mepet sangat mengganggu dan menguras tenaga,” kata Daniel.

Hal berbeda diungkapkan Ketua DPP PKS sekaligus inisiator gerakan #2019GantiPresiden, Mardani Ali Sera. Menurut dia, wajar saja kampanye pilpres lebih nyaring, karena presiden merupakan jabatan tertinggi di negeri ini yang mempunyai sejumlah hak prerogatif dan wewenang untuk menentukan nasib bangsa ke depan.

“Pilpres 2019 penting, strategis, fundamental, pilihlah yang terbaik,” kata Mardani, di Silang Barat Daya Monas, Jakarta Pusat, Minggu (6/5/2018).

Mardani tidak setuju dengan Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang seolah menyalahkan masyarakat dengan mengimbau agar kampanye pilkada lebih semarak ketimbang pilpres hanya karena tahapannya telah dimulai.

“KPU mesti berpikir sehat bahwa makin dinamis masyarakat semakin baik. Satu problem terbesar politik itu tidak ada engagement. Tidak ada keterkaitan masyarakat dengan politik. Ini gerakan membangun engagement keterkaitan politik dengan masyarakat,” kata Mardani berdalih.

Anggota Komisi II DPR dari Fraksi PKS ini menambahkan “jangan disalahkan masyarakat kalau pilkadanya tidak menarik.”

Lagi pula, kata Mardani, gerakan #2019GantiPresiden bukanlah sebuah kampanye politik untuk mendukung capres tertentu. Sehingga, kata dia, tidak tepat jika dibandingkan dengan kampanye Pilkada serentak 2018.

“Fokus gerakan ini menjadi pressure group. Menjadi pendidikan politik agar negeri ini tahu, teriak bicara ganti presiden sah dan konstitusional,” kata Mardani.

Akan tetapi, menurut Mardani, PKS tetap fokus dalam mengawal Pilkada 2018. Terutama untuk memenangkan calonkada yang mereka usung di 171 daerah penyelenggara pilkada. “Pasti tetap fokus untuk menang,” kata Mardani.

Pernyataan Mardani ini sebagai respons atas pernyataan Ketua KPU Arief Budiman yang menilai gerakan pilpres lebih semarak ketimbang kampanye dukungan untuk pilkada 2018. Padahal, menurut Arief, tahapan pilpres belum dimulai. Hal itu, kata Arief, seperti tercermin dari maraknya tagar #2019GantiPresiden dan #DiaSibukKerja di sosial media yang berkaitan dengan pilpres 2019.

Senada dengan Mardani, Ketua DPP Partai Gerindra, Habiburokhman menyatakan, gerakan-gerakan semacam #2019GantiPresiden dan #DiaSibukKerja adalah legal sebagai bagian dari aspirasi publik. Maka, menurut dia, KPU tidak semestinya menganggapnya sebagai ancaman bagi berlangsungnya pilkada serentak 2018.

"Kami di Partai Gerindra tentu sudah membagi tugas. Ada bagian Pilkada dan Pilpres. Jadi tetap fokus dan kami yakin akan menang pilpres dan pilkada,” kata Habiburokhman, di Silang Barat Daya Monas, Jakarta Pusa, Minggu (6/5/2018).

Infografik Current issue Dilarang kampanye di HBKB

Parpol Tetap Harus Kedepankan Pilkada

Pakar Politik dari Universitas Airlangga (Unair), Suko Widodo menilai parpol harus tetap mengutamakan pilkada ketimbang pilpres yang belum dimulai tahapannya. Alasannya, kata Suko, pilkada akan sangat menentukan kemenangan capres yang mereka usung.

"Yang betul parpol harus lebih getol berkampanye pilkada dan pileg ketimbang pilpres. Ini juga menentukan nasib pengurus mereka dalam kompetisi legislatif dan pilpres," kata Suko kepada Tirto.

Suko menilai, kebijakan parpol yang cenderung lebih getol mengampanyekan pilpres ketimbang pilkada dan pileg karena kekuasaan parpol yang terpusat. Sehingga, urusan daerah dianggap tidak lebih penting.

“Harusnya KPU memang buat otonomi parpol. Rekomendasi jangan terpusat seperti sekarang,” kata Suko.

Peneliti Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Fadli Ramdhanil juga berpendapat parpol sebaiknya lebih mementingkan pilkada jika ingin memenangi Pilpres 2019. Karena, menurutnya, pilkada serentak 2018 dapat menjadi gambaran suara mereka di Pileg dan Pilpres 2019.

"Karena DPT Pilkada 2018 hampir mencapai 80 persen Pileg dan Pilpres 2019. Jadi enggak mungkin parpol mengabaikan proses pilkada," kata Fadli kepada Tirto.

Tidak hanya itu, kata Fadli, kepala daerah merupakan pejabat yang akan bersentuhan langsung dengan publik. Maka, mau tidak mau, jika parpol menginginkan perubahan yang lebih baik di Indonesia harus serius melaksanakan pilkada dengan sebaik-baiknya, termasuk dengan melakukan pengawasan agar tidak terjadi kecurangan.

"Kalau pengawasan berkurang tidak boleh terjadi karena potensi-potensi kecurangan di Pilkada lebih meninggi apa lagi mendekati pemilihan suara," kata Fadli.

Baca juga artikel terkait PILPRES 2019 atau tulisan lainnya dari M. Ahsan Ridhoi

tirto.id - Politik
Reporter: M. Ahsan Ridhoi
Penulis: M. Ahsan Ridhoi
Editor: Abdul Aziz & Maulida Sri Handayani