Menuju konten utama

Adu Tagar di Car Free Day dan Politisasi Ruang Publik

Tagar #2019GantiPresiden atau #DiaSibukKerja dinilai bernuansa politis namun tidak termasuk kampanye.

Adu Tagar di Car Free Day dan Politisasi Ruang Publik
Warga yang menggunakan kaus "Dia Sibuk Kerja" bertemu dengan warga yang menggunakan kaus "2019 Ganti Presiden" bertemu dengan ketika berlangsungnya Hari Bebas Kendaraan Bermotor (HBKB) di kawasan Bundaran HI, Jakarta, Minggu (29/4/2018). ANTARA FOTO/Aprillio Akbar

tirto.id - Pemakaian kaos bertuliskan #DiaSibukKerja atau #2019GantiPresiden dinilai sebagai tindakan politik praktis. Meski hal itu merupakan bagian kebebasan berkespresi, tetapi sebaiknya tidak dipakai di ruang nonpolitis seperti car free day (CFD).

"Oleh sebab itu kami meminta kepada Gubernur agar kembali lagi kepada Peraturan Gubernur soal larangan berpolitik, berkampanye, di arena CFD," kata anggota Bawaslu RI Rahmat Bagja kepada wartawan, Senin (5/1).

Bagja mengaku sudah mengimbau pengawas pemilu di DKI Jakarta untuk mengawasi maraknya penggunaan kaos bertulisan #2019GantiPresiden sejak beberapa pekan lalu. Ia yakin suasana kondusif akan tercipta jika penggunaan kaos #2019GantiPresiden dan #DiaSibukKerja tidak dilakukan di ruang publik secara massal.

Meski telah mengeluarkan imbauan, pengawas pemilu tak menganggap pemakaian atribut #2019GantiPresiden maupun #DiaSibukKerja sebagai aktivitas kampanye pemilu. Menurut Bagja, definisi kampanye pemilu baru bisa dilekatkan jika penggunaan tanda pagar diikuti ajakan agar masyarakat memilih parpol tertentu.

"Belum kampanye, tetapi kalau hashtag, kemudian ada yel-yel ganti presiden, lalu sudah mulai ada ajakan pilih parpol A atau parpol B, maka itu sudah mulai [masuk kategori kampanye]," kata Bagja.

Berdasarkan Peraturan Gubernur Nomor 12 Tahun 2016 tentang Hari Bebas Kendaraan Bermotor (HBKB), kawasan CFD harusnya tak bisa diisi dengan kegiatan politik. Aturan itu terbit saat DKI Jakarta masih dipimpin Basuki Tjahaja Purnama (Ahok).

Ketua KPU RI Arief Budiman juga angkat bicara menanggapi polemik penggunaan tanda pagar oleh masyarakat. Menurut Arief, kebebasan warga berekspresi harusnya dilakukan secara santun.

"Jadi siapa pun yang mau menyampaikan idenya, kira-kira kepatuhan atau kepatutan itu harus dikedepankan [...] Nah kalau ada yang bertindak di luar atau melanggar ketentuan hukum, ya, silakan diproses sesuai ketentuan hukum," ujar Arief.

Hingga kini, Peraturan KPU (PKPU) tentang Kampanye 2019 urung terbit. Beleid itu akan menjadi acuan dalam pelaksanaan teknis kampanye pemilu presiden ataupun legislatif.

Dua tanda pagar itu menjadi sorotan setelah beredar video dugaan intimidasi di kawasan Car Free Day (CFD) Bundaran HI, Jakarta, Minggu (29/4/2018). Dugaan intimidasi dilakukan massa pemakai kaus #2019GantiPresiden terhadap beberapa orang yang memakai kaus #DiaSibukKerja. Berdasarkan rekaman video YouTube yang diunggah akun Jakartanicus, terlihat massa #2019GantiPresiden menyoraki pemakai kaus #DiaSibukKerja sebagai orang bayaran. Massa juga tampak berkali-kali mengibaskan lembaran uang ke korban.

Korban pertama intimidasi di CFD adalah pria berkaus #DiaSibukKerja yang berjalan sendirian. Setelah itu, seorang perempuan berkaus sama yang sedang berjalan dengan seorang anak. Ulah pemakai kaus #2019GantiPresiden sempat membuat sang anak menangis.

Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menyebut telah menyarankan KPU dan DPR untuk membuat Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) tentang Perlindungan Anak untuk pemilu. Usul itu sudah diakomodasi dalam draf PKPU Kampanye Pemilu 2019.

Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini menilai pemakaian kaus bertulisan #2019GantiPresiden atau #DiaSibukKerja dapat dikategorikan sebagai kampanye politik. Sebab kedua tulisan itu membangun opini dan membangun sentimen pro serta kontra terhadap presiden petahana. Hal itu menunjukkan ada tujuan politik dari pemakaian tanda pagar tersebut.

"Tapi secara normatif belum bisa dikategorikan sebagai kampanye pemilu, sebab kampanye pemilu diatur sangat formal harus ada pasangan calon yang definitif," ujar Titi kepada Tirto, Senin (30/4/2018).

Infografik CI Persekusi

Pengertian kampanye pemilu diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017. Beleid itu menyebut kampanye sebagai kegiatan peserta, atau pihak yang ditunjuk peserta pemilu, untuk meyakinkan pemilih dengan menawarkan visi, misi, program dan/atau citra diri peserta pemilu.

Masa kampanye pemilu 2019 berlangsung 23 September 2018 hingga 13 April 2019. Sebelum itu, parpol tidak boleh melakukan sosialisasi kecuali untuk kalangan internal.

Titi berkata, kekosongan aturan di masa sebelum kampanye harus diatasi bersama Komisi Pemilihan Umum (KPU), Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), dan Pemerintah. Kekosongan hukum yang mengatur masa pra-kampanye dapat berakibat maraknya aktivitas politik seperti penggunaan tanda pagar #2019GantiPresiden

"KPU dan Bawaslu harus duduk bersama untuk membuat pengaturan yang bisa mengisi kekosongan hukum, guna mencegah terjadinya ekses dan benturan antar kelompok. Demikian pula pemerintah perlu membangun komunikasi dengan para pemangku kepentingan di masyarakat," ujar Titi.

Baca juga artikel terkait PILPRES 2019 atau tulisan lainnya dari Muhammad Akbar Wijaya

tirto.id - Politik
Reporter: Lalu Rahadian
Penulis: Muhammad Akbar Wijaya
Editor: Muhammad Akbar Wijaya