Menuju konten utama

Hasto Tuding Food Estate Gagal dan Hanya Dilihat sebagai Proyek

Melalui kongres yang akan datang, PDIP akan mengangkat tema-tema sosial lain yang berkaitan dengan masyarakat kecil.

Hasto Tuding Food Estate Gagal dan Hanya Dilihat sebagai Proyek
Sekjen PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto (kiri) berbicara dalam diskusi Kudatuli, Kami Tidak Lupa di kantor DPP PDI Perjuangan, Jakarta, Sabtu (20/7/2024). ANTARA FOTO/Reno Esnir/tom.

tirto.id - Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDIP, Hasto Kristiyanto, menyatakan bahwa petani di Tanah Air masih jauh dari kata sejahtera. Bahkan, petani Indonesia hanya meraup keuntungan sangat sedikit selama sembilan tahun ke belakang.

Menurut dia, nilai tukar petani (NTP) selama sembilan tahun hanya 101 persen. NTP adalah perbandingan indeks harga yang diterima petani terhadap indeks harga yang dibayar petani. NTP merupakan salah satu indikator untuk melihat tingkat kemampuan atau daya beli petani.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistika (BPS), berikut merupakan NTP selama kurun 2017-2023:

NTP 2014: 101,32 persen

NTP 2015: 102,83 persen

NTP 2016: 101,49 persen

NTP 2017: 103,06 persen

NTP 2018: 103,16 persen

NTP 2019: 104,46 persen

NTP 2020: 103,25 persen

NTP 2021: 108,34 persen

NTP 2022: 109 persen

• NTP 2023: 117,76 persen

"Nilai tukar petani selama sembilan tahun hanya 101 persen. Artinya, keuntungan petani hanya satu persen selama sembilan tahun," ucap Hasto di Kantor DPP PDIP, Jakarta Pusat, Kamis (15/8/2024).

Hasto menyebutkan, salah satu faktor yang menyebabkan rendahnya kesejahteraan petani adalah program food estate. Program yang dieksekusi oleh Kementerian Pertahanan itu juga disebutnya sebagai salah satu proyek yang gagal.

Kata Hasto, pemerintah pusat hanya melihat food estate sebagai proyek saja. Masyarakat dan petani di sekitar lahan food estate disebutnya diabaikan begitu saja oleh pemerintah.

"Berbagai program food estate gagal, hanya dilihat sebagai proyek. Maka kami terus mencermati itu, kita perbaiki," ucapnya.

PDIP, kata Hasto, berupaya untuk menyejahterakan petani melalui beberapa langkah. Salah satunya melalui penyelenggaraan kegiatan focus group discussion (FGD) bertema kedaulatan pangan di Indonesia di Kantor DPP PDIP pada Kamis ini.

Selain itu, melalui kongres partai yang akan datang, PDIP akan mengangkat tema-tema sosial lain yang berkaitan dengan masyarakat kecil. Menurutnya, membela masyarakat kecil merupakan ideologi PDIP serta amanat konstitusi.

"Kami siap untuk terus berdialog dalam menghasilkan kebijakan-kebijakan yang prorakyat karena itulah fungsi dari parpol," ucap Hasto.

Selain itu, Hasto turut mengingatkan bahwa Pancasila berakar dari ideologi pembebasan nasib petani yang terjajah kolonialisme dan imperialisme. Hasto menyebut bahwa kolonialisme dan imperialisme merupakan nafsu belaka, bukan berbentuk bangunan.

"Itu nafsu yang menjajah kita, sistem hukum yang menjajah kita," ucap dia.

Sementara itu, dalam forum yang sama, Guru Besar IPB, Dwi Andreas, melontarkan keresahannya atas salah satu program yang digagas Presiden dan Wakil Presiden Terpilih, Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming. Program yang dia maksud adalah makan siang gratis.

Kata Andreas, Indonesia bisa jadi ketergantungan pada impor pangan karena makan siang gratis. Pasalnya, produktivitas padi di Tanah Air cenderung menurun.

Karena itu, menurut Andreas, Prabowo-Gibran harus mampu mengemas program pangan secara benar nantinya.

"Terlepas setuju atau tidak, progam makan siang gratis ini akan dilakukan. Tapi, harus disiapkan bagaimana mitigasi resiko program ini sehingga tidak menjadi bencana," ujar Andreas dalam FGD di Kantor DPP PDIP, Kamis.

Sejalan dengan pernyataan Andreas, Hasto berharap pemerintahan Prabowo-Gibran nantinya dapat memperbaiki kebijakan pangan Tanah Air. Dengan demikian, proses impor pangan Indonesia dapat semakin berkurang.

"Kita berharap pemerintah Pak Prabowo ke depan dapat memperbaiki politik pangan ini untuk mengurangi ketergantungan impor dan membangun kedaulatan pangan yang menyejahterakan petani," sebut Andreas.

Klaim Kementan

Menteri Pertanian (Mentan), Andi Amran Sulaiman, menepis tudingan bahwa program food estate atau lumbung pangan gagal. Dia menilai bahwa program tersebut membutuhkan proses dan teknologi agar menjadi lahan produktif.

Food estate ini bukan proyek instan, butuh proses. Kenyataannya kita memiliki 600 hektar lahan yang sebelumnya tidak dimanfaatkan untuk lahan pertanian. Kami sekarang menggarap itu, butuh proses, butuh teknologi agar menjadi lahan produktif,” kata Amran dikutip dari keterangan tertulis, Rabu (24/1/2024).

Dia menjelaskan bahwa panen jagung membuktikan keuntungan bila teknologi pertanian diterapkan secara tepat guna. Lebih lanjut, Amran pun optimistis mampu menggarap lahan food estate karena teknologi yang dimiliki saat ini sudah maju.

Dari awal, kami sampaikan saat baru dilantik menjadi menteri kembali bahwa kita pasti mampu menggarap lahan food estate tersebut. Kami tidak ragu karena teknologi pertanian kita sudah demikian maju. Kami harapkan segera dapat diikuti panen-panen selanjutnya,” ucap Mentan.

Baca juga artikel terkait FOOD ESTATE atau tulisan lainnya dari Muhammad Naufal

tirto.id - Sosial budaya
Reporter: Muhammad Naufal
Penulis: Muhammad Naufal
Editor: Fadrik Aziz Firdausi