Menuju konten utama

Hari HAM 10 Desember, 930 Aparat Disiagakan di Jayapura Papua

Aparat kepolisian menyiagakan 930 aparat keamanan di Jayapura, Papua untuk mengantisipasi demonstrasi massa pada peringatan Hari HAM, hari ini, Selasa (10/12/2019).

Hari HAM 10 Desember, 930 Aparat Disiagakan di Jayapura Papua
Suasana Pelabuhan Jayapura, Kota Jayapura, Papua, Senin (2/9/2019). ANTARA FOTO/Zabur Karuru.

tirto.id - Dalam momentum peringatan Hari Hak Asasi Manusia (HAM) yang jatuh hari ini, 10 Desember, 930 aparat keamanan disiagakan di wilayah Jayapura untuk mengantisipasi kemungkinan demonstrasi massa.

Hal ini disampaikan oleh Kepala Bagian Humas Kepolisian Resor Jayapura Kota Iptu Yahya Rumra, Selasa (10/12/2019).

Menurut dia, aparat keamanan antara lain disiagakan di kawasan ekspo, perumahan, Lingkaran Abe, dan Taman Imbi.

Ia mengatakan bahwa Kepolisian Resor Jayapura Kota tidak menerbitkan izin aksi massa karena permohonan izin aksi yang diajukan tidak mencantumkan penanggung jawab dan organisasi yang mengajukan tidak terdaftar di Kantor Kesatuan Bangsa dan Politik.

"Karena itulah tidak diizinkan dan akan diambil tindakan tegas bagi mereka yang tetap nekat berdemo," kata Yahya.

Ia menambahkan bahwa sampai saat ini wilayah Jayapura dalam keadaan aman.

“Situasi kamtibmas kondusif, walaupun begitu anggota masih berjaga jaga di sejumlah kawasan,” katanya.

Total sudah kali ke-13, Presiden Joko Widodo menyambangi Bumi Cenderawasih, kali terakhir pada pekan lalu. Namun, kata Direktur Eksekutif Amnesty International Usman Hamid, belum ada solusi penyelesaian masalah dari akarnya.

Perkara-perkara terkait hak asasi manusia belum rampung, padahal Jokowi diharapkan mampu menyelesaikan masalah di ujung timur Indonesia itu.

Kepentingan ekonomi turut jadi penyebab masalah. Usman mencontohkan soal peristiwa Mapenduma yang berakar dari praktik bisnis keamanan oleh militer, yang mengambil banyak keuntungan finansial dari keuntungan politik seperti PT Freeport Indonesia.

"Ini tidak ada koreksi, sehingga tiada perubahan paradigma, mungkin karena diskursus selalu tentang politik, hukum dan keamanan," kata Usman beberapa waktu lalu.

Hingga Agustus 2019, ada 182 warga Nduga tewas karena konflik bersenjata. Sebagian meninggal dalam konflik bersenjata antara tentara Pembebasan Papua Barat dan TNI, lainnya tewas dalam pelarian di hutan, dan ada pula yang meregang nyawa di pengungsian karena kelaparan.

182 korban tewas itu terdiri atas 17 bayi perempuan; 8 bayi laki-laki; 12 balita laki-laki; 14 balita perempuan; 20 anak laki-laki: 21 anak perempuan; 21 perempuan dewasa; dan 69 orang laki-laki dewasa.

Baca juga artikel terkait HARI HAM 10 DESEMBER

tirto.id - Sosial budaya
Sumber: Antara
Penulis: Maya Saputri
Editor: Abdul Aziz