Menuju konten utama

Harga Ayam Lagi-Lagi Anjlok, Ada Pembiaran?

Setidaknya lima tahun terakhir ini, isu harga ayam anjlok di peternak kerap muncul setiap tahunnya. Mengapa demikian?

Harga Ayam Lagi-Lagi Anjlok, Ada Pembiaran?
Pekerja memanen ayam broiler dengan sistem kandang tertutup atau close house di Peternakan Naratas Poultry Shop, Kampung Alinayin, Kabupaten Ciamis, Jawa Barat, Jumat (28/6/2019). ANTARA FOTO/Adeng Bustomi/pd.

tirto.id - Suasana ricuh mendadak terjadi di salah satu sudut Kota Yogyakarta pada Rabu siang, 26 Juni 2019. Dalam sebuah video yang diunggah di YouTube, sejumlah warga terlihat sedang berlarian dan mengerubuti mobil boks berisikan ayam ras.

Akibat kericuhan itu, kemacetan langsung terjadi. Suasana semakin ramai manakala orang-orang berteriak. Belum lagi, suara klakson dari kendaraan nyaring bersahutan. Suasana ricuh itu terjadi bukan tanpa sebab. Pasalnya, sejumlah peternak ayam ras asal Yogyakarta saat itu tengah membagi-bagikan sekitar 5.000 ekor ayam kepada masyarakat secara cuma-cuma alias gratis.

Aksi peternak ayam yang tergabung dalam Asosiasi Peternak Ayam Yogyakarta (Apayo) ini bukan sekadar bagi-bagi saja, namun sebagai bentuk protes mereka terhadap rendahnya harga ayam ras belakangan ini. Dalam catatan Apayo, harga ayam di tingkat peternak saat ini hanya berkisar Rp7.000 hingga Rp9.000 per kilogram. Harga itu jauh lebih rendah ketimbang biaya produksi yang mencapai Rp16.000 hingga Rp18.000, per kilogram.

Akibat harga jual di tingkat peternak yang rendah, para peternak ayam merugi hingga Rp10.000 setiap kilogramnya. Adapun, kondisi yang membuat rugi peternak ayam itu sudah terjadi sejak September 2018.

"Sebagian peternak itu pengalamannya rugi satu bulan atau dua bulan itu sudah bagus, tapi ini rugi berkepanjangan. Desember 2018 saja, kami untung hanya dua minggu," ujar Ketua Apayo Hari Wibowo sebagaimana dilaporkan Tirto.

Rendahnya harga jual ayam ras belakangan ini diakui Sekjen Kementerian Perdagangan Karyanto Suprih. Menurutnya, harga ayam di pasaran yang jatuh saat ini merupakan dampak dari terjadinya kelebihan pasokan di pasar.

"Iya [harga jatuh], karena oversupply. Kami akan bicara dengan sektor hulu tolongsuplainya jangan terlalu [besar] harus di-rem dulu supaya tidak oversupply," tuturnya sebagaimana dilaporkan Tirto.

Persoalan Menahun

Isu harga jual ayam ras yang rendah ini sebenarnya bukan hal baru. Setiap tahun, para peternak ayam ras memang kerap protes kepada pemerintah lantaran harga ayam ras di peternak tidak stabil dan cenderung menurun.

Beberapa faktor yang diduga menyebabkan rendahnya harga ayam ras di peternak sebetulnya sudah teridentifikasi, seperti faktor oversupply. Namun, pemerintah juga seakan tidak berdaya. Lantas, apa yang membuat harga ayam di peternak terus menurun?

Dalam ilmu ekonomi, harga barang atau jasa bisa terbentuk dari tinggi rendahnya permintaan. Semakin tinggi permintaan, semakin tinggi pula harga yang dibentuk. Sebaliknya, permintaan yang rendah, membuat harga yang terbentuk ikut rendah.

Dalam konteks harga ayam ras, harga yang rendah bukan disebabkan rendahnya permintaan. Pasalnya, konsumsi atau permintaan daging ayam cukup stabil dan terus meningkat. Dalam lima tahun terakhir, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, konsumsi daging ayam naik 12 persen/tahun.

Masih dari data BPS, rata-rata konsumsi daging ayam di Indonesia pada 2013 mencapai 0,078 kg/pekan. Selang lima tahun, rata-rata konsumsi daging ayam itu tumbuh 71 persen menjadi 0,12 kg/pekan.

Permintaan daging ayam yang relatif stabil juga diakui oleh Asosiasi Rumah Potong Hewan Unggas Indonesia (Arphuin). Menurut mereka, permintaan daging ayam yang masih stabil terutama terjadi pada konsumen besar seperti ritel dan waralaba.

"Beberapa hari terakhir ini, permintaan di peritel dan waralaba enggak jauh beda. Tidak naik atau turun. Stabil tepatnya," kata Sekjen Asosiasi Rumah Potong Hewan Unggas Indonesia P. Nono sebagaimana dilaporkan Tirto.

Faktor penawaran atau pasokan juga turut memengaruhi harga. Untuk diketahui, pemerintah mengklaim stok bibit ayam potong (day old chicken/DOC) terlampau melimpah, sehingga harga ayam ras di peternak menjadi rendah.

Baru-baru ini Kemendag mengeluarkan kebijakan memotong produksi bibit ayam potong itu hingga 30 persen pada 14 Juni 2019. Meski begitu, sampai dengan saat ini, dampak kebijakan itu belum terasa.

"Ketika terjadi oversupply, pemerintah kerap mengeluarkan kebijakan memangkas DOC. Ini sampai dua bulan ke depan agar tidak berlebih," kata Sugeng Wahyudi, Sekretaris Jenderal Gabungan Organisasi Peternak Ayam Nasional (GOPAN) kepada Tirto.

Apa yang dikatakan Sugeng benar adanya. Pemangkasan DOC kerap menjadi solusi sementara pemerintah yang dilakukan setiap tahunnya. Dengan kata lain, peluang isu harga ayam anjlok muncul kembali tetap masih terbuka.

Di samping itu, kenaikan produksi daging ayam sebetulnya masih lebih rendah dibandingkan dengan permintaan atau konsumsi. Dalam catatan BPS, rata-rata produksi daging ayam ras naik 8 persen/tahun selama lima tahun terakhir.

Pada 2013, volume produksi daging ayam ras mencapai 1,49 juta ton. Lima tahun berikutnya, volume produksi daging ayam ras di Indonesia menjadi 2,14 juta ton, atau hanya naik sebesar 37 persen.

Infografik harga ayam

Infografik harga ayam. tirto.id/Fuad

Lemah Data dan Regulasi

Tak bisa dimungkiri, oversupply menjadi alasan utama harga ayam di peternak kerap anjlok setiap tahunnya. Meski begitu, GOPAN melihat bahwa pemerintah juga menjadi salah satu faktor penyebab dari persoalan itu.

Menurut Sugeng, oversupply terjadi lantaran data yang dimiliki Kementerian Pertanian kerap meleset dengan jumlah yang ada di lapangan. Data yang dimaksud adalah data terkait dengan jumlah DOC.

"Di Kementan itu ada tim ahli yang bertugas untuk membantu memprediksi jumlah DOC, indukan dan lain-lain di lapangan. Sayang, kerja mereka belum maksimal. Padahal data itu sangat penting untuk menjaga agar tidak terjadi oversupply," tutur Sugeng.

Dalam catatan GOPAN, jumlah produksi DOC di Indonesia saat ini sudah mencapai 68 juta DOC per minggu, lebih besar dari kebutuhan sebanyak 60-62 juta DOC per minggu. Alhasil, melimpahnya DOC membuat harga tidak stabil.

Sayang, Dirjen Peternakan dan Kesehatan Hewan (PKH) Kementerian Pertanian I Ketut Diarmita memilih tidak banyak berkomentar terkait data populasi ayam yang meleset tersebut ketika Tirto mengkonfirmasi.

"Coba mintakan data ke GOPAN lalu adu dengan data kita, baru kita tahu mana salah mana yang benar. Sebelum data dia ada, saya tidak mau komentar," sebutnya pada Tirto.

Selain urusan data, persoalan lainnya adalah masih banyaknya peternak ayam yang belum melaksanakan aturan dari pemerintah. Aturan yang dimaksud adalah soal kepemilikan rumah potong dan fasilitas rantai dingin (cold storage).

Beleid yang dimaksud adalah Permentan No. 32/2017 tentang Penyediaan, Peredaran dan Pengawasan Ayam Ras dan Telur Konsumsi. Peraturan ini mengatur kewajiban peternak yang memiliki populasi live bird lebih dari 300.000 ekor/minggu untuk memiliki rumah potong ayam (RPA) dan fasilitas rantai pendingin.

Tak hanya beleid Kementan saja yang dilanggar, regulasi yang dibuat Kemendag juga begitu. Aturan yang dimaksud terkait harga jual acuan ayam sebagaimana tertuang di dalam Permendag No. 96 Tahun 2018.

Dalam beleid itu disebutkan harga batas bawah ayam ras di peternak adalah Rp18.000 per kilogram, dan batas atas sebesar Rp20.000 per kilogram. Adapun, rata-rata harga ayam ras menurut GOPAN saat ini di kisaran Rp11.000-Rp12.000 per kg.

"Jadi menurut saya, jika persoalan data dan regulasi saja masih belum beres, isu harga ayam yang rendah juga tidak akan selesai-selesai ke depannya," jelas Sugeng.

Baca juga artikel terkait HARGA AYAM atau tulisan lainnya dari Ringkang Gumiwang

tirto.id - Ekonomi
Penulis: Ringkang Gumiwang
Editor: Ign. L. Adhi Bhaskara