Menuju konten utama

Harga Ayam Jatuh karena Salah Perhitungan Pasokan Saat Lebaran

Asosiasi mencatat harga ayam di tingkat peternak berada di kisaran Rp6 ribu-Rp10 ribu/kilogram, padahal biaya operasionalnya saja mencapai Rp18.500/kilogram.

Harga Ayam Jatuh karena Salah Perhitungan Pasokan Saat Lebaran
Pekerja memberi pakan ternak ayam di Limbangan, Kabupaten Garut, Jawa Barat, Selasa (12/6). ANTARA FOTO/M Agung Rajasa.

tirto.id - Asosiasi Peternak Ayam Yogyakarta (Apayo) mengeluhkan anjloknya harga ayam di tingkat peternak. Sebagai bentuk protes, mereka rencananya membagi-bagikan sekitar lima ribu ekor ayam secara cuma-cuma kepada masyarakat jika harga tak kunjung membaik.

Ketua Apayo, Hari Wibowo mengatakan saat ini harga ayam di pasaran sudah menembus Rp29 ribu hingga Rp30 ribu per kilogram. Sebaliknya, harga di tingkat peternak mentok di kisaran Rp7 ribu hingga Rp8 ribu per kilogram.

Menurut Hari, seharusnya harga ayam di pasaran menyesuaikan dengan tingkat peternak. Jika harga ayam di tingkat peternak Rp7 ribu hingga Rp8 ribu, harga di tingkat peternak paling tidak Rp15 ribu per kilogram.

"Tapi ternyata ini, kan, Rp30 ribu berarti di luar nalar," ucap Hari saat dihubungi reporter Tirto, Senin (24/6/2019). Masalah ini bikin banyak peternak merugi dan mulai berhenti memelihara ayam.

Hari tak tahu kenapa pedagang tak mau membeli ayam di tingkat peternak dengan harga lebih tinggi, padahal, selisih harga di pasaran dan peternak sudah selebar ini.

Sekretaris Jenderal Gabungan Organisasi Peternak Ayam Nasional (Gopan), Sugeng Wahyudi mencatat anjloknya harga ayam di tingkat peternak hampir merata di Pulau Jawa. Bahkan, dia juga mendapati situasi serupa di Kalimantan Selatan.

Sugeng mengatakan peternak di berbagai daerah pantas menjerit lantaran harga jual ayam berada di kisaran Rp6 ribu hingga Rp10 ribu per kilogram, padahal biaya operasional mencapai Rp18.500 per kilogram. Ia memperkirakan kerugian peternak mencapai Rp700 miliar untuk UMKM.

"Rugi Rp8.500 per kilogram saja kali jumlah ayam peternak setara 20 persen total ayam yang beredar di pasaran," ucap Sugeng saat dihubungi reporter Tirto, Selasa (25/6/2019).

Apa Penyebabnya?

Sugeng menduga masalah ini ada kaitannya dengan perusahaan skala besar yang menguasai pasar tradisional. Pasalnya, ia mendapati adanya kelebihan suplai besar-besaran di pasar saat permintaan ayam kepada peternak stagnan.

"Perusahaan-perusahaan ini, kan, menguasai ayam dalam jumlah besar, tapi pasarnya sama dengan kami. Ini harus dipisah. Kami ke pasar tradisional mereka ke pasar modern," ucap Sugeng.

Dalam kesempatan berbeda, peneliti cum dosen Institut Pertanian Bogor (IPB), Dwi Andreas Santosa menilai persoalan ini merupakan buntut melesetnya perhitungan pasokan bibit ternak ayam ke peternak atau Day Old Chicken (DOC). Idealnya pada kondisi seperti ini, DOC memang perlu dikurangi agar pasar tidak kelebihan suplai, tetapi Dwi mengatakan hal itu sudah terlambat.

Dwi menyarankan DOC yang sudah berjalan ini tidak dikurangi karena dikhwatirkan dapat mengganggu produksi ayam selanjutnya. Ia memprediksi seiring dengan berkurangnya DOC, harga ayam dapat segera membaik lantaran produksi ayam berkurang.

"Satu bulan ke depan perkiraan saya [harga] sudah agak kembali normal,” ucap Dwi saat dihubungi reporter Tirto, Selasa siang.

Solusi jangka pendeknya, Dwi menyarankan pemerintah menanggung kerugian peternak untuk sementara waktu. Ia menjelaskan langkah ini lebih baik dibanding pemerintah melakukan intervensi yang belum tentu berdampak baik pada pasar.

"Jangan sampai kegagalan pasar diatasi dengan kegagalan kebijakan pemerintah. Nanti tambah ruyam," ucap Dwi.

Bagaimana Solusi Pemerintah?

Sementara itu, Direktur Pengolahan dan Pemasaran Hasil Peternakan (PPHNaK) Kementerian Pertanian, Fini Murfiani mengatakan masalah ini terjadi karena ekspektasi tinggi terhadap permintaan ayam pada Lebaran kemarin. Namun, ekspektasi itu tidak terjadi sehingga berujung pada kelebihan stok.

Di samping itu, Fini mengatakan ada juga pengaruh dari perilaku penjualan daging ayam ras broiler dalam bentuk hot karkas dan ayam hidup di pasar tradisional.

Fini mengklaim Kementan sudah berkoordianasi dengan Kementerian Perdagangan, Satgas Pangan, hingga pelaku usaha, dalam menghadapi anjloknya harga ayam di tingkat peternak.

"Kementan sudah berusaha berkoordinasi dengan lembaga terkait dalam upaya terjadinya perbaikan harga ayam hidup di tingkat peternak," ucap Fini saat dihubungi reporter Tirto, Selasa siang.

Fini mengatakan pemerintah telah meminta peternak besar membuat Pakta Integritas bahwa tidak semua ayam yang diternakkan di wilayah Jawa Tengah dan Jawa Timur dijual ke pasar tradisional. Selain itu, sebagian ayam harus diolah dalam bentuk daging beku atau dalam bentuk olahan lainnya.

Ia menambahkan, pemerintah juga meminta peternak usaha besar dan peternak usaha menengah melaporkan data para pedagang perantara atau broker kepada Dirjen Perdagangan Dalam Negeri Kemendag. Ini perlu dilakukan lantaran pemerintah tengah berupaya mendata peternak di daerah dan memberikan bimbingan jika ada masalah.

Bersamaan dengan itu, Fini megatakan pemerintah mencoba mengusulkan review Permendag Nomor 96 Tahun 2018 tentang Harga Acuan Pembelian di Tingkat Petani dan Harga Acuan di Tingkat Konsumen. Pemerintah juga bakal mengkaji harga acuan DOC dan pakan.

Baca juga artikel terkait HARGA AYAM atau tulisan lainnya dari Vincent Fabian Thomas

tirto.id - Ekonomi
Reporter: Vincent Fabian Thomas
Penulis: Vincent Fabian Thomas
Editor: Gilang Ramadhan