tirto.id - Tema debat kedua pemilihan gubernur Jakarta diperuncing: reformasi birokrasi, pelayanan publik, dan perencanaan tata ruang dan wilayah. Sebelumnya, Rabu (25/1), Ketua Komisi Pemilihan Umum Jakarta Sumarno mengatakan bahwa ketiga tema itu “penting karena menjadi salah satu hal yang perlu dibenahi.”
Eko Prasojo, mantan wakil menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, menjadi panelis sekaligus pendamping presenter Tina Talisa sebagai moderator. Ketiga panelis lain, yang merepresentasikan tema debat tersebut, adalah Siti Zuhro (peneliti politik dari LIPI ), Tulus Abadi (ketua Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia), dan Gunawan Cahyono (pengamat perkotaan).
Ada sejumlah topik yang dirumuskan keempat panelis itu dan dielaborasi selama debat, yakni intervensi politik birokrasi, pengukuran kinerja dan tunjangan kinerja, kompetensi aspek pelayanan air dan sampah, tata kota dan serapan air, kemacetan, serta hak ruang udara maupun ruang bawah tanah.
Dalam segmen pertama, saat menyampaikan visi dan misi, masing-masing kandidat melayangkan pukulan pembuka. Agus Yudhoyono menekankan, dalam program pembangunan nanti rakyat tak hanya dijadikan obyek, melainkan digandeng menjadi subyek, yang membangun bersama-sama. Sedangkan Basuki Tjahaja Purnama menegaskan prinsip birokrasi ialah melayani. “Pemerintah bukan bertindak layaknya bos, tapi pelayan masyarakat,” katanya.
Sementara Anies Baswedan mengawali dengan mengucapkan hari raya Imlek pada Ahok dan masyarakat Tionghoa, serta menyambut mantan guru dia yang datang dari Yogyakarta. Anies banyak membuang waktu. Barulah pada menit ke 01:28 ia menyampaikan visi dan misi, yang intinya menata perkotaan tak harus mengabaikan aspek kesejahteraan masyarakat dan keadilan.
Di sesi rehat, masing-masing pasangan calon didatangi panitia pelaksana. Mereka memeriksa kondisi mikrofon tiap-tiap kandidat. Seorang perempuan, mengenakan setelan nomor urut dua, menghampiri Ahok di atas panggung, lalu mengeluarkan dan menyodorkan sebotol air mineral dari tas hitamnya, tetapi Ahok menolaknya.
Agus dipanggil istrinya, Annisa Pohan, dari barisan samping kanan arena. Agus menghampiri. “Semangat!” teriak Annisa. Agus tersenyum dan kembali duduk di kursi kandidat. Di sebelahnya, Sylviana Murni bergoyang dan mengacungkan salam 1 jari mengikuti irama yel-yel para pendukung. Agus tak tinggal diam. Ia mengikuti apa yang dilakukan Sylvi.
Di barisan depan para pendukung, ketua tim pemenangan Agus-Sylvi, Nachrowi Ramli mengambil mikrofon pembawa acara, lantas meneriakkan yel-yel penyemangat.
Segmen kedua dimulai. Kali ini setiap pasangan calon diberikan pertanyaan sesuai visi dan misi. Pada pasangan Agus-Sylvi, Prasojo menanyakan intervensi politik yang kuat terhadap birokrasi di Indonesia. Lebih spesifik, ia menyindir Ahok dan menyampaikan, seringkali ada pencopotan mendadak tanpa memperhatikan indikator kinerja dan masa kerja. Agus menjawab bahwa ia akan mencontoh sistem birokrasi dari pengalamannya di militer.
Kepada pasangan Ahok-Djarot, Tina meminta penjelasan soal pengaruh kenaikan tunjangan PNS terhadap peningkatan kinerja dan kualitas pelayanan publik, serta penurunan tingkat korupsi. Pertanyaan ini dijawab oleh calon wakil gubernur Djarot Saiful Hidayat. Ia menjelaskan, harus ada evaluasi rutin bulanan terhadap kinerja pegawai. Ini akan berhubungan dengan tunjangan kinerja. Jika ada tunjangan, maka akan menciptakan kompetisi untuk bekerja lebih baik dan menjauhkan dari perilaku korupsi.
Kepada pasangan Anies-Sandiaga, Tina menanyakan bagaimana pendapat mereka ketika melihat kondisi profesionalisme birokrasi di Jakarta. Selain itu, apakah yang akan dilakukan terhadap PNS yang memilki kompetensi dan potensi yang sangat rendah? Anies berpendapat, tidak seharusnya pegawai diberikan iming-iming tunjangan kerja. Justru yang harus dieksekusi ialah konsep open government dan pemimpin harus memotivasi, bukan memukul. Saat menjawab, Anies menyisakan 26 detik.
Laga dihentikan sementara. Panitia membersihkan lapisan minyak di muka setiap calon. Di arena, Agus meneguk air mineral yang diberikan pendukungnya. Ia dan Sylvi kemudian mendatangi tiga pendukungnya di sisi kanan arena untuk menerima ajakan berswafoto. Seketika hal itu menarik para pendukungnya yang lain, yang sebagian dari mereka mendatangi tempat duduk Ani Yudhoyono di barisan terdepan untuk mengajak berswafoto.
Anies dan calon wakil gubernurnya, Sandiaga Uno, turun dari panggung. Berdua mendatangi dan mengajak salaman tamu undangan di barisan terdepan. Sementara Ahok dan Djarot tak beranjak, saling berbincang dan sesekali menulis di kertas catatan.
Para Pembisik Memberikan Amunisi
Menjelang segmen ketiga, Tina mengingatkan agar para tamu dan pendukung tiap-tiap kandidat kembali duduk.
Anies menyampaikan bahwa di Jakarta, ada 13 juta motor, 4 juta mobil dengan 10,2 juta penduduk. Dengan situasi seperti ini, jika terpilih, ia akan membuat jalur MRT (mass rapid transit), LRT (light rapid transit), dan BRT (bus rapid transit) sebagai tulang punggung transportasi publik Jakarta. (Lihat periksa data @TirtoID)
Menyusul kemudian, Sylvi menjelaskan program tentang pengelolaan sampah. Sambil melihat catatan di kertas kecil, Silvy mengungkapkan, “Kita punya UU 8 tentang pengelolaan sampah.” Jika kita jeli, seharusnya undang-undang terkait pengelolaan sampai ialah Undang-undang Nomor 18 Tahun 2008. (Lihat periksa data TirtoID)
Di sisi lain, Ahok memaparkan soal PAM Jaya yang mengalami swastanisasi tapi hanya mampu memasok sepertiga dari total kebutuhan air bersih warga Jakarta. Sebagai petahana, ia tengah memproses penggabungan manajemen antara PD Pal Jaya dan perusahaan air minum. Dan, katanya, supaya air bersih mampu diakses warga miskin, akan dilakukan subsidi berupa public service obligation.
Saat jeda, Sylvi dipanggil seorang lelaki dari salah satu tim sukses di bibir panggung. Si lelaki itu semula duduk di barisan terdepan, diapit wakil ketua DPR Agus Hermanto dan ketua DPD PAN Jakarta Eko Patrio. Ia tampak serius menjelaskan sesuatu kepada Silvy. Mengetahui hal itu, Agus turut bergabung dan menyimak.
Di sisi lain, Anies dan Sandiaga tengah mendengarkan penjelasan dari seorang pria yang mendatangi mejanya di atas arena. Pria itu memakai kemeja putih dan celana cokelat muda.
Djarot turun panggung dan berbincang dengan beberapa tamu. Sedangkan Ahok masih di atas panggung dan mencatat sesuatu.
Lanjut ke segmen keempat: tiap-tiap pasangan calon diberi kesempatan untuk saling bertanya, menjawab, dan saling menanggapi.
“Cek.. Cek...,” kata Agus yang bersiap mengayunkan pertanyaan kepada pasangan Ahok-Djarot. Tetapi, saat mengawali kalimat, mikrofon yang menempel di tubuhnya tak berfungsi.
“Kami akan pastikan untuk audio paslon 1...,” kata Tina diiringi teriakan kecewa dari pendukung Agus-Sylvi.
“Mohon tenang karena waktu tidak akan dikurangi. Waktu baru dihitung mundur sejak paslon berbicara. Dapat dibantu penyelenggara … mikrofon untuk paslon nomor 1,” imbuh Tina.
Setelah diberi mikrofon genggam, Agus mempersoalkan kebebasan seorang pejabat untuk mengambil keputusan sendiri dalam situasi tertentu. Usai Ahok menjawab, giliran Sylvi menanggapi. Sambil menyontek kertas catatan, ia mengkritik Ahok yang dinilai “tidak terjadi” apa yang ia istilahkan “harmonisasi antara eksekutif dan DPRD Jakarta.” Manuver ini disambut gemuruh teriakan para pendukung Agus-Sylvi.
Pada bagian lain, Sandiaga menyerang pukulan pada pasangan Ahok-Djarot soal reklamasi Teluk Jakarta. “Sudah ada putusan hukum, reklamasi harus dihentikan. Terkait perjanjian kerjasama yang berhenti di tengah jalan, bisa diselesaikan dengan mediasi. Ini adalah perjuangan untuk membela rakyat,” klaim Sandiaga.
Anies menyindir soal Indeks Pembangunan Manusia ibukota yang selalu tinggi. Tetapi, klaimnya, IPM itu sebagai warisan dari pemerintah provinsi sebelumnya. (Lihat periksa data @TirtoID)
Sandiaga diberi kesempatan untuk bertanya kepada pasangan Agus-Sylvi. Pertanyaan Sandiaga terkait bagaimana Sylvi memandang pemerintahan Ahok jika dibandingkan pemerintahan Fauzi Bowo, gubernur Jakarta sebelumnya.
“Saya melihat memang taktiknya baik sekali. Bertanya kepada kami untuk menyerang nomor dua,” kata Agus saat diberi kesempatan bicara.
Saat jeda, Sekjen PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto buru-buru menghampiri Ahok dan Djarot. Dari bibir arena, ia menerangkan sesuatu dengan serius. Ahok dan Djarot tampak mengangguk-angguk sambil tersenyum.
Sedangkan Annisa kembali menghampiri Agus di bibir kanan arena. Di samping Annisa, seorang dengan seragam kampanye menyampaikan penjelasan dengan serius kepada Agus dan Sylvi. Di sisi kanan pria itu, Eko memastikan penyebab mati mikrofon yang dipakai Agus.
Panitia sibuk mengecek suara mikrofon tiap-tiap kandidat. “Halo. Apakah suara bisa dicek dengan baik?” kata Anies. Sandiaga ikut mencoba: “Tiga.. Tiga.. Tiga.”
Di jeda berikutnya, Hasto kembali menjelaskan sesuatu kepada Ahok-Djarot. Anies dan Sandiaga sibuk mendengarkan penjelasan dari dua pria yang memakai kemeja putih dan celana cokelat muda. Agus dan Sylvi pun demikian.
Setelah jeda, pada sesi kelima, moderator memberikan tiap-tiap kandidat saling bertanya. Kesempatan ini disambar dengan pukulan pertanyaan yang saling menyindir. Pada bagian ini, Sylvi terlalu lama berputar-putar sampai-sampai tenggat keburu habis. Itu segera ditimpali Anies: “Ini penjelasannya panjang tapi pertanyaannya enggak keluar.”
Mendengar itu, Sylvi dan Anies saling mendekat ke tengah arena di depan pasangan Ahok-Djarot, yang berdiri untuk menghentikan interaksi keduanya. Ahok spontan merentangkan tangan, berputar badan, dan kembali duduk, sementara Anies dan Sylvi kembali menjauh. Sontak aksi Ahok disambut tawa para hadirin dan suasana rada mencair.
Saat Agus Naik ke Atap Mobil
Dalam debat kedua, moderator 11 kali menegur kepada pendukung Agus-Sylvi, 8 kali ke pendukung Ahok-Djarot, dan 7 kali ke pendukung Anies-Sandi. Tina juga 3 kali menegur kepada seluruh pendukung selama dua jam debat.
“Capek. Capek saya,” kata Eko Prasojo kepada saya usai debat. “Saya enggak terbiasa berdiri 2 jam seperti ini.”
Ia menyinggung soal kandidat yang punya pengalaman birokrasi di Jakarta. “Keuntungan menjadi petahana, data itu bisa lebih lengkap ditambah pengalaman. Sebenarnya Bu Sylvi, Pak Ahok, dan Pak Djarot sebagai petahana bisa lebih optimal lagi dalam menggunakan data-data.”
Tina Talisa mengatakan ia punya hak sesuai ketentuan untuk menegur kandidat bila waktu habis. Ini terjadi sesudah Anies bilang "pertanyaannya enggak ada" kepada Sylviana dan mereka masih nimbrung. “Oh iya, durasi harus sesuai dengan yang ditentukan," kata Tina kepada saya. "Jadi tadi saat Bu Sylvi masih ngobrol sama Pak Anies, ya saya harus memisahkan mereka. Karena sudah tidak boleh lagi ada komunikasi.”
Usai debat, puluhan polisi memasuki sisi kiri dan kanan gedung, membentuk barisan di depan kursi-kursi para tamu, membelakangi arena panggung debat. Para undangan dan pendukung memperhatikan momen itu. Ada yang memotretnya, mengobrol, dan ada yang mengacungkan jari dukungan.
Segera kemudian Ahok dan Djarot pergi melalui pintu di sebelah kiri arena. Sedangkan Anies dan Sandiaga berkeliling ke sisi tengah dan depan ruang debat untuk menjumpai para wartawan.
Saya tertarik mengamati polah Agus dan Sylviana. Masih di atas panggung, Agus dipanggil Annisa Pohan yang merentangkan kedua tangan seakan pengin dipeluk. Agus mendatangi dan mengecup kening istrinya. Setelah itu Agus dan Sylvi dikerubungi para pendukung, lalu beranjak keluar dari Hotel Bidakara.
Di halaman hotel, Agus dan Sylvi naik ke atap mobil Nissan Navara hitam bernomor B 9192 SBB. Agus mengambil megafon. Belum sempat bicara, seorang komandan polisi menegurnya melalui pelantang mobil polisi.
“Saudara jangan sampai menghalangi jalan,” sergah si polisi.
Agus cuek dan berseru kepada para pendukung: “Terima kasih dukungannya. Rapatkan barisan. Dukung nomor 1!”
“Saudara-saudara,” kata polisi itu lagi dengan intonasi tinggi, “Saya minta silakan maju mobilnya. Maju. Maju. Mobil Anda menghambat perjalanan.”
Agus dan Sylvi lalu menuju ke dalam mobil. Mereka duduk di kursi belakang, mengapit Annisa.
“Bapak, Ibu, silakan pulang dengan tertib. Silakan menggunakan perjalanan yang nyaman,” lanjut si polisi.
Penulis: Dieqy Hasbi Widhana
Editor: Fahri Salam