tirto.id - Ketua Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Wahyu Imam Santoso mengkonfrontasi keterangan Ferdy Sambo dengan situasi di lapangan yang sempat ia lihat langsung melakukan peninjauan lokasi pada 4 Januari lalu.
Hakim Wahyu menilai dengan pagar rumah yang tinggi, tak mungkin Ferdy Sambo melihat keberadaan Yosua dari dalam mobil yang ia tumpangi. Mobil tersebut, menurut pengakuan Sambo, sedianya akan membawa dirinya bermain bulu tangkis, tapi karena terpancing emosi saat melihat Yosua saat melintas di depan rumah dinasnya, Sambo memutuskan untuk menghampiri Yosua.
“Kalau dari keterangan saudara yang disampaikan saudara melihat Yosua, sementara saudara di dalam mobil. Setelah kami perhatikan dan kita lihat rekaman bersama CCTV, sepertinya cerita saudara itu tidak mungkin,” ujar Hakim Wahyu dalam persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (10/1/2023).
Hakim menyebut tembok pagar rumah Ferdy Sambo terlalu tinggi untuk dapat melihat Yosua dari dalam mobil.
“Kenapa saya bilang tidak mungkin? Karena kalau saudara duduk di dalam mobil, tembok pagar rumah saudara di Duren Tiga itu terlalu tinggi untuk dilihat dari luar," imbuh Hakim Wahyu.
Namun demikian, Ferdy Sambo berdalih bahwa dirinya melihat Yosua saat keluar dari rumah dinasnya.
“Mohon maaf Yang Mulia, pada saat (terekam) CCTV kan Yosua sempat keluar, saya lihat, kemudian dia masuk kembali," kata Ferdy Sambo.
"Pada saat saudara Yosua keluar itu saudara melihat?" tanya hakim.
"Iya Yang Mulia, pada saat kembali ke depan pagar jadi pintu itu belum tertutup, jadi saya melihat," ujar Sambo.
"Oke saudara melihat di situ," lanjut hakim.
Dalam kasus ini terdapat 5 terdakwa yang diduga merencanakan dan melakukan pembunuhan terhadap Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat. Mereka adalah mantan Kadiv Propam Polri, Ferdy Sambo, Richard Eliezer, Putri Candrawathi, Bripka Ricky Rizal (RR), dan Kuat Ma'ruf.
Kelima terdakwa tersebut didakwa melanggar Pasal 340 subsidair Pasal 338 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Pasal 340 mengatur pidana terkait pembunuhan berencana dengan ancaman pidana hukuman mati, pidana penjara seumur hidup, atau penjara 20 tahun.
Penulis: Fatimatuz Zahra
Editor: Abdul Aziz