tirto.id - Mahkamah Konstitusi (MK) menolak gugatan sistem pemilu proporsional tertutup atau coblos partai politik. Hal tersebut tertuang dalam putusan nomor 114/PUU-XX/2022 yang menolak seluruh gugatan dan petitum provisi yang diajukan oleh para pemohon atas nama Demas Brian Wicaksono dkk.
"Mengadili dalam provisi, menolak provisi para pemohon. Dalam pokok permohonan, menolak permohonan pemohon untuk seluruhnya," ucap Ketua MK Anwar Usman saat membacakan putusan pada Kamis, 15 Juni 2023.
Dalam pertimbangannya, MK menilai permohonan pemohon yang meminta agar pasal-pasal yang mengatur sistem proporsional terbuka dibatalkan, tidak berlasan menurut hukum.
Dalam putusan itu, Hakim MK Arief Hidayat mengajukan dissenting opinion.
Sebagai informasi, sebanyak delapan fraksi menolak sistem pemilu proporsional tertutup. Hanya Fraksi PDIP yang tidak ikut serta. Delapan fraksi tersebut juga meminta Mahkamah Konstitusi menolak uji materi yang saat ini diajukan mengenai Pasal 168 ayat (2) mengenai sistem pemilu dengan proporsional terbuka. Menurut mereka hal itu penting demi mengawal pertumbuhan demokrasi Indonesia.
Mereka menilai Putusan MK Nomor 22-24/PUU-VI/2008 pada 23 Desember 2008 telah memberikan kesempatan kepada rakyat untuk langsung mengenal, memilih, dan menetapkan wakil di parlemen. Dengan demikian delapan fraksi itu tetap mendukung sistem proporsional terbuka.
Gugatan uji materi sistem pemilu ini diajukan kepada Mahkamah Konstitusi sejak November 2022 lalu oleh kader PDIP Demas Brian Wicaksono, kader Partai Nasdem dan empat koleganya.
Uji materi dilakukan terhadap Pasal 168 ayat (2) terkait sistem proporsional terbuka dalam UU Pemilu. Penggugat menilai sistem proporsional terbuka membawa lebih banyak keburukan, sebab membuat caleg dari satu partai akan saling sikut untuk mendapatkan suara terbanyak. Penggugat menghendaki pemilihan legislatif menggunakan sistem tertutup.
Penulis: Fatimatuz Zahra
Editor: Fahreza Rizky