tirto.id -
Hal ini dikatakan Bibit saat menghadiri Konferensi Nasional Pemberantasan Korupsi sekaligus peringatan Hari Anti Korupsi Sedunia, di Hotel Bidakara hari ini, Senin (11/12/2017).
"Sebetulnya kan polisi kenapa ga bisa efektif melawan korupsi karena anggarannya ga cukup," katanya.
Berdasarkan pengalaman saat menjabat asisten operasi Kapolri, Bibit menyampaikan bahwa dari banyaknya laporan korupsi yang masuk, hanya 60 persen yang bisa diselesaikan dari anggaran yang ada di Polri. Hampir seluruh anggaran juga habis untuk penyidikan. Ia menganggap apabila Densus Antikorupsi yang dulu dibentuk, maka pemberantasan korupsi oleh kepolisian bisa lebih masif lagi.
"Kalau pembentukan Densus Antikorupsi, ada bagusnya juga, agar dia bisa diupgrade dan ditambah anggarannya untuk pemberantasan korupsi," tandasnya.
Mantan Wakil Ketua KPK ini menilai pembentukan Densus Antikorupsi ini masih dimungkinkan karena Presiden Joko Widodo sekalipun tidak serta merta menolak usulan tersebut. Bibit berpendapat bahwa Densus tidak disetujui tersebab anggarannya yang terlalu besar, bahkan melebihi anggaran Komisi Pemberantasan Korupsi.
"Presiden kan juga ga menolak, tapi menyuruh untuk mengkaji ulang," katanya lagi.
Apabila memang tidak dimungkinkan, ia lantas menambahkan bahwa dana pemberantasan korupsi, terutama di pihak kepolisian, tentu harus ditambahkan. "Yang penting biayanya ditingkatkan dan anggaran segala macam dikasih, jadi tinggal ambil aja."
Bibit juga menilai bahwa penegakan kasus korupsi harus dibereskan sejak dini mulai dari kepalanya, yaitu "dari penegak hukum."
Ia menegaskan bahwa tidak mungkin membenahi korupsi bila lembaga hukumnya sendiri terlibat korupsi atau tidak steril dari kasus pidana. Bibit sendiri masih memandang positif bahwa pemilihan pejabat negara yang bersih ini bisa dilakukan.
"Tergantung niatnya untuk pilih pemimpin-pemimpin yang tidak busuk. Orang Jepang bilang ikan busuk dari kepalanya. Pilihlah kepala yang benar," lanjutnya kemudian.
Penulis: Felix Nathaniel
Editor: Maya Saputri