Menuju konten utama

Gerindra dan PDIP Kompak Bantah Bisnis Prabowo Dihambat

Anggota Komisi XI DPR dari Fraksi Gerindra Heri Gunawan mengatakan pernyataan Fahri Hamzah tak sesuai kenyataan, sebab bisnis Prabowo baik-baik saja.

Gerindra dan PDIP Kompak Bantah Bisnis Prabowo Dihambat
Ketua umum Partai Gerindra Prabowo Subianto memimpin upacara ziarah di kawasan Makam Presiden Soekarno, Blitar, Jawa Timur, Jumat (4/5/2018). ANTARA FOTO/Irfan Anshori.

tirto.id - Partai Gerindra dan PDIP membantah pernyataan Wakil Ketua DPR RI, Fahri Hamzah bahwa upaya penggalangan dana politik dari rakyat yang dilakukan Ketua Umum Gerindra, Prabowo Subianto lantaran bisnisnya terhambat.

Anggota Komisi XI DPR dari Fraksi Gerindra Heri Gunawan menilai pernyataan Fahri berbanding terbalik dengan realita kondisi bisnis Prabowo yang menurutnya masih baik-baik saja. Heri pun membantah anggapan Fahri bahwa bisnis Prabowo seperti dihambat pemerintah lantaran menjadi oposisi.

“Saya pikir pemerintah enggak seperti itu lah. Mereka fair-fair saja,” kata Heri kepada Tirto, Selasa (26/6/2018).

Heri juga menjelaskan semua regulasi bisnis yang diatur pemerintah adalah bersifat umum. Bukan untuk menguntungkan pihak-pihak tertentu. Bahkan, menurut dia, saat ini segala regulasi bisa diawasi secara terbuka dan transparan.

"Yang bertentangan dengan undang-undang tentu bisa langsung diproses hukum," kata Heri.

Sebaliknya, Heri menegaskan bahwa penggalangan dana yang dilakukan Prabowo semata untuk meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pemilu dan memberikan pendidikan berdemokrasi bagi masyarakat.

"Crowdfunding itu justru bagus untuk mendewasakan pemilih kita. Supaya mereka tahu kalau biaya pemilihan umum itu memang mahal. Kalau biaya demokrasi itu memang mahal,” kata Heri berdalih.

Harapannya, kata Heri, ketika masyarakat mengetahui mahalnya biaya demokrasi, mereka dapat ikut mengawasi jalannya pemilu dari tindakan politik uang yang menurutnya bisa merugikan demokrasi di Indonesia.

"Jadi jangan disangkutkan dengan izin usaha dan sebagainya. Saya pikir enggak ada hubungannya terkait itu. Ini untuk mendewasakan kita berdemokrasi saja. Seperti demokrasi yang dianggap lebih tua kan di Amerika. Di sana juga seperti itu," kata Heri.

Sementara itu, Anggota Komisi XI DPR dari F-PDIP, Eva Kusuma Sundari menyatakan, pemerintah justru berupaya meningkatkan daya saing seluruh bisnis dalam negeri untuk berhadapan dengan bisnis luar negeri. Hal ini, di antaranya melalui peningkatan tata kelola bisnis dan regulasi yang bisa mendorong tumbuhnya bisnis lokal.

"Pak Jokowi, kan, berulang kali bilang agar regulasi tidak perlu dibikin terlalu ruwet. Itu berlaku untuk umum. Baik untuk kubu koalisi dan oposisi,” kata Eva kepada Tirto.

Eva menjelaskan, faktor-faktor yang bisa membuat sebuah bisnis terhambat bukan hanya perkara regulasi saja. "Kalau sektor tertentu ada yang menurun, bisa karena faktor internal, faktor eksternal seperti permintaan turun. Jadi isunya teknis bisnis, bukan politis," kata Eva.

Sekretaris Kaderisasi DPP PDIP ini pun meminta kepada Fahri Hamzah agar tak sembarangan menuduh pemerintah. "Kalau memang ada diskriminasi laporkan ke Ombudsman," kata Eva.

Bantahan yang sama juga disampaikan Ketua DPP PDIP, Hendrawan Supratikno. Menurutnya, Fahri hanya menerka saja dan sedang melakukan drama politik. “Hasilnya, hal-hal imajiner dan absurd. Internal Gerindra saja menolak pernyataannya. Bisnis Prabowo masih jalan seperti biasa,” kata Hendrawan.

Anggapan Hendrawan dan Heri terkait kondisi bisnis Prabowo boleh jadi benar. Jika melihat data LHKPN Prabowo di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), terdapat peningkatan kekayaan dari tahun 2003 ke 2014. Pada 23 Juli 2003, kekayaan Prabowo sebesar Rp10,1 miliar dan $416.135. Kekayaannya menjadi Rp1,67 triliun dan $7.503.134 pada 2014.

Gerindra Tak Mau Prabowo Terlihat Bokek

Direktur Eksekutif Parameter Politik Indonesia, Adi Prayitno menilai kekompakan Gerindra dengan PDIP membantah pernyataan Fahri lantaran partai berlambang garuda tersebut enggan capres yang mereka usung terlihat tidak punya uang atau bokek.

"Citra Prabowo terancam jika masyarakat menganggapnya benar-benar bokek," kata pengamat politik dari UIN Jakarta ini kepada Tirto.

Karena, kata Adi, selama ini masyarakat masih menganggap politikus sebagai aset ekonomi yang bisa memberi mereka bantuan, baik secara barang atau uang di saat pemilu. "Faktanya, kan, masyarakat itu juga menunggu sembako yang dibagi waktu kampanye. Rejeki lima tahunan bilangnya," kata Adi.

Sehingga, jika Prabowo terlihat bokek, kata Adi, masyarakat bisa cenderung mengalihkan dukungan ke kandidat lain yang dianggap memiliki kemampuan finansial lebih banyak.

Untuk itu, dalam hal ini, Adi menilai langkah Prabowo menggalang dana merupakan sebuah hal yang positif. Sebab, menurut dia, mantan menantu Soeharto itu bisa menutupi kekurangan finansialnya sekaligus mengubah pandangan masyarakat terhadap pemilu.

"Crowdfunding itu memang hal yang positif. Rakyat bisa diajak terlibat langsung dalam pemilu dan mereka mengerti bahwa biaya yang dibutuhkan itu mahal. Jadinya tidak lagi berharap memilih karena dapat berapa dari si calon,” kata Adi.

Secara politik elektoral, Adi menilai, kebijakan galang dana dari Prabowo baik untuk mengecek simpati publik terhadap dirinya dan Gerindra menjelang Pemilu 2019 lewat jumlah dana yang terkumpul di akhir masa penggalangan.

"Dalam politik test the water itu penting untuk menentukan langkah dan kebijakan," kata Adi.

Hanya saja, Adi menekankan pentingnya akuntabilitas dari Gerindra kepada publik atas seluruh dana yang telah masuk. Sebab, selama ini banyak penggalangan dana politik yang tidak jelas juntrungannya, seperti dana yang digalang untuk pemenangan Ahok di Pilgub DKI 2017.

Adi juga meminta kepada KPU agar membuat regulasi batas jumlah dana kampanye. Bukan sekadar batas dana awal. Tujuannya, kata Adi, agar biaya politik di negeri ini bisa dipangkas dan menghindarkan dari praktik-praktik korupsi.

"Kalau besaran dana kampanye maksimalnya ditentukan, semua calon akan bersaing secara sehat. Biaya juga bisa ditekan. Yang tidak taat, tinggal dikasih sanksi saja," kata Adi.

Konteks Pernyataan Fahri Hamzah

Dalam konteks ini, Fahri Hamzah menyebut Prabowo menggalang dana politik dari publik lantaran bisnisnya sedang terhambat yang menjadikan finansialnya seret.

"Saya mendengar malah bisnis-bisnisnya pun seperti dihambat. Akhirnya enggak punya uang, begitu mau maju lagi dari mana sumbernya? Enggak ada pembiayaan," kata Fahri, di Kompleks DPR, Senayan, Jakarta Pusat, Senin (25/6/2018).

Hal itu, kata Fahri, ditambah lagi dengan posisi Prabowo yang tidak sedang berkuasa sehingga susah untuk mengumpulkan sumbangan. Ditambah lagi, kata dia, banyak pengusaha takut menyumbang lantaran takut bisnisnya dihambat pemerintah.

"Kalau kelas menengah nyumbang, kan, enggak berani, dia hamba Allah dia nyumbangnya, kenapa? Ketahuan sama pemerintah dia bisa digencet bisnisnya. Enggak ada UU yang memproteksi penyumbang," kata Fahri.

Padahal, kata Fahri, untuk berkontestasi politik di Indonesia membutuhkan dana yang cukup besar, bahkan mencapai triliunan rupiah. "Minimal Rp3 triliun ada yang bilang paling minimal Rp2,5 triliun. Rp2,5 Triliun ini dari mana? 0 nya 12 itu bos, dari mana duit itu. Itu yang membuat dia bingung," kata Fahri.

Baca juga artikel terkait PILPRES 2019 atau tulisan lainnya dari M. Ahsan Ridhoi

tirto.id - Politik
Reporter: M. Ahsan Ridhoi
Penulis: M. Ahsan Ridhoi
Editor: Abdul Aziz