tirto.id - Sejak pembentukannya yang sempat menuai kontroversi, tim Pansus Hak Angket KPK DPR RI memulai menggalang dukungan ke beberapa penegak hukum terkait yang dianggap bisa menunjang kinerja pansus.
Langkah awal penggalangan dukungan ini dimulai dengan menggelar Rapat Dengar Pendapat dengan sejumlah narapidana koruptor di Lembaga Pemasyarakatan Klas I Sukamiskin.
Kunjungan yang berlangsung selama delapan jam ini bertujuan untuk menggali informasi dari narapidana korupsi terkait standar prosedur operasional (SOP) pemeriksaan yang dilakukan oleh KPK, Kamis (6/7/2017).
“Tentu kita fokus ke substansi soal proses SOP pemeriksaan di KPK itu aja. Kami tidak bicara kasus per kasus si A kasusnya apa, si B kasusnya apa,” kata Wakil Ketua Pansus Hak Angket KPK, Risa Mariska.
Menurut Ketua Pansus Hak Angket KPK Agun Gunandjar Sudarsa, kunjungan ini untuk memastikan jika pansus membutuhkan keterangan maka napi koruptor ini siap memberikan segala informasi terkait dugaan adanya kejanggalan prosedur penyelidikan yang dilakukan lembaga antirasuah tersebut.
"Dan mereka menyatakan kesiapannya apabila, suatu saat dibutuhkan secara formal secara diundang untuk memberikan keterangan seperti apa yang sudah diutarakan," tutur Agun.
Dari rapat dengar pendapat tersebut, pansus Angket KPK tidak memilah-milah siapa saja narapidana yang akan dimintai keterangan. Narapidana yang ditemui seluruhnya berdasarkan mekanisme dari pihak Lapas Sukamiskin.
Kunjungan tim pansus angket KPK menemui napi koruptor ini, menurut mantan Wakil Ketua KPK Busyro Muqoddas, adalah sebuah kekonyolan.
Menurut Busyro, Pansus Hak Angket KPK menganggap kunjungan mereka tersebut etis, padahal masyarakat menilai kunjungan ke napi koruptor untuk mendalami SOP pemeriksaan dan kinerja KPK jelas sebagai lelucon.
“Kalau sudah terbukti terus yang mau diwawancara apanya? Apakah mengharapkan sesuatu yang berbeda dari yang diputuskan hakim itu. Kalau itu yang diharapkan berarti Pansus ini kan tidak jelas arahnya. Apa yang mau ditarget dengan menemui napi-napi itu,” kata Busyro, dikutip Antara, Kamis.
Dari RDP dengan Napi Koruptor Hingga Minta Dikawal
Setelah mengunjungi napi koruptor, pansus angket KPK juga mendatangi Mabes Polri kemarin, Rabu (12/7/2017). Dalam kunjungan ini, Pansus Angket KPK mencapai beberapa kesepakatan dengan petinggi Mabes Polri. Salah satu poin kesepakatan yakni Pansus meminta pengawalan kepada Polri untuk mengamankan berbagai kegiatan mereka.
"Meminta dukungan Polri untuk mengawal tugas Pansus agar bisa berjalan efektif, efisien," kata Ketua Pansus Angket Agun Gunandjar usai bertemu dengan Kapolri Jenderal Pol Tito Karnavian.
Menurut dia, dukungan pengawalan tersebut sangat penting untuk menghindari adanya mobilisasi massa yang menghambat kinerja Pansus Hak Angket KPK.
"Jangan sampai terjadi mobilisasi massa, pengerahan massa yang bikin gaduh," katanya.
Inisiatif Pansus Angket KPK sambangi Mabes Polri ini dinilai oleh pimpinan KPK sebagai manuver pansus untuk mengadu domba KPK dengan penegak hukum lain.“Dan termasuk angket ini kelihatannya ingin diadu-adu lagi KPK dengan Polisi,” kata Wakil Ketua KPK Laode Muhammad Syarif kepada wartawan di Jakarta, Rabu (12/7/2017).
Masinton Pasaribu, anggota pansus angket dari Fraksi PDI Perjuangan menjelaskan kunjungan Pansus ke Mabes Polri dalam rangka bersilaturahmi sekaligus meminta kesediaan Polri mendukung kinerja pansus.
Salah satunya, kata Masinton, terkait perlindungan terhadap para saksi yang akan dimintai keterangan di dalam rapat pansus. “Umpamanya dalam konteks melindungi saksi-saksi di panitia angket. Orang yang bersaksi di DPR di pansus angket DPR butuh perlindungan,” katanya.
Kunjungan pansus ke Polri ini sempat dikaitkan dengan penolakan Polri membawa paksa Miryam S Haryani -tersangka pemberi keterangan palsu di sidang e-KTP- apabila mangkir tiga kali dalam rapat pansus angket KPK di DPR RI.
Kapolri Jendral Polisi Tito Karnavian memastikan bahwa pemanggilan paksa tidak diatur dalam pasal 204 UU Nomor 17 tahun 2014 tentang MD3. Jenderal Tito mengaku sikap Polri itu mengacu kepada aturan dalam KUHAP bahwa upaya paksa harus memerlukan surat perintah membawa paksa.
Dari sekian upaya gerilya menggalang dukungan, giliran Pansus Angket KPK menyambangi Kejaksaan Agung hari ini, Kamis (13/7/2017).
"Kunjungan ini merupakan koordinasi tugas-tugas Pansus Angket yang terkait dengan berbagai aturan dan prosedur fungsi penuntutan dan politik penindakan tindak pidana korupsi pada umumnya," kata Agun.
Dia menegaskan dalam kunjungan itu tidak akan menyentuh penanganan kasus tertentu namun Pansus Angket fokus pada tugas-tugas penuntutan Kejagung dalam tindak pidana korupsi.
Politisi Partai Golkar itu mengatakan pansus fokus pada ketaatan Kejagung dalam proses penuntutan terhadap peraturan perundang-undangan.
"Pansus Angket fokus kepada ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan dan prosedur penanganannya serta kinerja Kejagung," ujarnya.
Sejumlah manuver gerilya yang dilakukan pansus KPK mulai dari menggelar RDP bersama napi koruptor hingga menggandeng sejumlah penegak hukum seperti Polri dan Kejaksaan ini dinilai sejumlah kalangan sebagai preseden buruk pelemahan KPK.
Sepak terjang Pansus Hak Angket KPK, menurut peneliti ICW Donal Fariz, telah menjadi panggung kampanye hitam dari DPR untuk melemahkan KPK, terutama dalam proses kasus korupsi e-KTP yang sedang ditangani lembaga tersebut.
"Yang terjadi adalah angket ini menjadi panggung opini untuk melakukan kampanye negatif atau black campaign kepada KPK sehingga orang lupa wilayah penegakan hukum yang sesungguhnya di pengadilan hari ini," kata Donal.
Penulis: Maya Saputri
Editor: Nurul Qomariyah Pramisti