tirto.id - Aktivitas gempa di Lombok, Nusa Tenggara Barat (NTB) sulit diprediksi karena masih sedikit penelitian yang membahas tentang Sesar Flores, penyebab gempa di Lombok dan sekitarnya. Dosen Teknik Geologi Universitas Gadjah Mada (UGM), Agung Setianto mengatakan, penelitian mengenai aktivitas Sesar Flores masih minim karena sulit dan butuh biaya besar.
"Kendala utama dalam penelitian Sesar Flores adalah karena dia ada di laut dalam, sehingga biaya yang dibutuhkan sangat besar. Biaya yang dibutuhkan sangat besar karena harus dengan kapal, dan lain sebagainya," ujar Agung di UGM, Kamis (14/8/2018).
Ia pun belum berani memberikan rekomendasi terkait gempa di Lombok, sebab sangat sedikit data atau penelitian mengenai Sesar Flores, sehingga besar kemungkinan prediksi yang dibuat bisa meleset.
Agung mencontohkan, setelah Lombok diguncang gempa dua kali sebesar 6,4 SR dan 7 SR, para peneliti memprediksi gempa susulan tidak akan terjadi dalam skala besar. Namun, pada Kamis (9/8/2018), Lombok kembali diguncang gempa berkekuatan 6,2 SR.
Usai gempa berkekuatan 7 SR, Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisikan menyatakan Lombok masih akan diguncang gempa susulan berskala kecil hingga empat minggu ke depan.
"Tiga hingga empat minggu ke depan gempa kecil masih akan terjadi. Kita harus menerimanya, ini proses alam," kata Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati di Mataram, Kamis (9/8/2018).
Gempa yang akan terjadi, menurutnya, hanya pada kisaran 5,0 SR maksimal, atau tidak memiliki efek merusak. Bagi masyarakat yang rumahnya sudah retak akibat gempa besar 7,0 SR pada Minggu, 5 Agustus lalu diimbau tetap waspada.
Agung menambahkan, penelitian terkait Sesar Flores baru dilakukan oleh Lembaga Ilmu Penelitian Indonesia (LIPI). Kesimpulan sementara, menurut Agung, kemungkinan gempa besar bisa terjadi di selatan Indonesia karena pertemuan lempeng Eurasia dan Indoaustralia.Menurutnya, prediksi gempa lebih mudah dilakukan untuk wilayah Sumatera, karena sudah banyak penelitian yang dilakukan di sana.
"Kalau dengan data banyak seperti di Sumatera, kami bisa mantap beri rekomendasi, tapi kalau datanya sedikit, kemungkinannya itu juga bisa meleset, karena memang penelitiannya kurang," ujar Agung.
Lombok, NTB sudah tiga kali diguncang gempa dengan kekuatan lebih dari 5 SR. Gempa pertama terjadi pada 29 Juli dengan kekuatan 6,4 SR. Gempa kedua terjadi pada Minggu, 5 Agustus dengan kekuatan 7 SR. Selanjutnya, gempa kembali terjadi pada Kamis, 9 Agustus dengan kekuatan 6,2 SR.
Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mencatat, hingga Senin (13/8/2018), gempa menyebabkan 436 orang meninggal dunia, 1.353 korban luka-luka, dan kerusakan serta kerugian mencapai lebih dari Rp5,04 triliun.
Penulis: Dipna Videlia Putsanra
Editor: Dipna Videlia Putsanra