Menuju konten utama

Gelombang Tinggi Bisa 6 Meter, Peringatan Bahaya Pelayaran Keluar

Gelombang tinggi di Samudera Hindia diperkirakan bisa mencapai 6 meter di beberapa hari mendatang.

Gelombang Tinggi Bisa 6 Meter, Peringatan Bahaya Pelayaran Keluar
Wisatawan mengamati ombak tinggi di Pantai Glagah, Temon, Kulonprogo, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Jumat (20/7/2018). ANTARA FOTO/Andreas Fitri Atmoko.

tirto.id - Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) mengeluarkan peringatan bahaya gelombang tinggi, terutama untuk wilayah pemilik garis pantai di Samudera Hindia. BMKG memperkirakan tren gelombang tinggi muncul pada 23-28 Juli 2018.

Kepala BMKG Dwikorita Karnawati menerangkan ada tiga kategori skala peringatan soal gelombang tinggi untuk sejumlah wilayah Indonesia. Pertama ialah skala “Sangat Waspada” dengan tinggi gelombang 1,25 sampai 2,5 meter.

Menurut Dwikorita, skala “Sangat Waspada” berlaku untuk Laut Jawa bagian timur, Perairan timur Kotabaru, Selat Makassar bagian selatan, Laut Flores dan Perairan Baubau - Kepulauan Wakatobi.

Selain itu, potensi gelombang tinggi dengan skala “Sangat Waspada” juga berlaku untuk Laut Banda, Perairan selatan Pulau Buru - Pulau Seram, Perairan Kepulauan Kei - Kepulauan Aru, Perairan Kepulauan Babar-Kepulauan Tanimbar, Perairan barat Yos Sudarso, Laut Arafuru dan Perairan Jayapura.

Untuk yang kedua, kata Dwikorita, ialah peringatan skala “Berbahaya” untuk potensi gelombang tinggi pada kisaran 2,5 hingga 4 meter.

Peringatan skala “Berbahaya” berlaku untuk Perairan Sabang, Perairan utara dan barat Aceh, Perairan barat Pulau Simeulue - Kepulauan Mentawai dan Perairan barat Bengkulu - Lampung.

Selain itu, peringatan skala “Berbahaya” juga berlaku di Selat Sunda bagian selatan, Perairan selatan Jawa - Pulau Sumbawa, Selat Bali, Selat Lombok, Selat Alas bagian selatan, Perairan selatan Pulau Sumba, Laut Sawu, Perairan selatan - Pulau Rote.

Dwikorita menambahkan, untuk yang ketiga, ialah peringatan dengan skala puncak” atau ekstrem, yakni "Sangat Berbahaya" untuk potensi gelombang setinggi 4 sampai 6 meter atau lebih. Gelombang setinggi 4-6 meter berpeluang muncul di periode 24-25 Juli 2018.

Peringatan gelombang tinggi dengan skala “Sangat Berbahaya” berlaku untuk Perairan Sabang, Perairan utara dan barat Aceh, Perairan barat Pulau Simeulue - Kepulauan Mentawai, Perairan barat Bengkulu hingga Lampung.

Peringatan serupa juga berlaku untuk Samudra Hindia barat Sumatera, selat Sunda bagian selatan, Perairan selatan Jawa hingga Pulau Sumba, Selat Bali, Selat Lombok, Selat Alas bagian selatan, dan Samudra Hindia selatan Jawa hingga Nusa Tenggara Barat (NTB).

"[Tinggi] Gelombang laut meningkat hingga 24-25 [Juli 2018], tetapi setelah 25 [Juli 2018] menjadi semakin melemah trennya [tinggi gelombang]," ujar Dwikorita dalam konferensi pers di Jakarta, pada Minggu (22/7/2018).

Fenomena Alam Pemicu Gelombang Tinggi

Dwikorita mengingatkan peningkatan tinggi gelombang laut tersebut berbahaya untuk ukuran kapal yang biasa dipakai para nelayan tradisional. Sedangkan untuk kapal besar masih relatif memungkinkan untuk tetap berlayar.

Dia menjelaskan gelombang tinggi yang berpotensi muncul di Samudera Hindia ialah dampak dari fenomena alam, yakni Mascarene High, yang terjadi sejak Mei hingga Oktober tahun ini. Mascarene high adalah peristiwa alam global dan muncul akibat tekanan udara tinggi di Samudera Hindia sebelah timur Madagaskar, Afrika.

"Tetapi [tekanan tinggi dari timur Afrika] tertabrak Benua Australia, sehingga membelok menikung masuk ke arah selatan Indonesia," kata Dwikorita.

"Kejadian di Afrika berpengaruh ke Indonesia. Angin kecepatan tinggi mempengaruhi gelombang tinggi," dia melanjutkan.

Instruksi Kemenhub untuk Kegiatan Pelayaran

Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi mengatakan perkiraan BMKG menjadi dasar instruksinya kepada seluruh syahbadar di berbagai daerah untuk lebih ketat dalam memberikan izin pelayaran.

"Saya mengintruksikan kepada syahbandar, yang dua minggu lalu sudah bertemu dengan kami, agar memberikan suatu syarat-syarat yang lebih ketat dan memberikan suatu pemahaman baik kapal-kapal penumpang, logistik dan tidak terkecuali kapal nelayan, yang beroperasi secara khusus di daerah lautan Hindia," ujar Budi.

Dia mengakui koordinasi dan komunikasi sedang dilakukan secara intensif dengan pelaku pelayaran, khususnya nelayan, untuk memberikan pemahaman tentang anomali cuaca saat ini.

"Secara koordinatif belum maksimal, kami ingin sekali saudara-saudara kita yang memang selama ini hanya mengetahui ilmu-ilmu kelautan dari nenek moyang, informasi yang kami sampaikan hari ini bisa dimengerti," kata Budi.

Budi mengakui anomali cuaca yang memicu gelombang tinggi dapat membuat para nelayan tidak bisa melaut sementara waktu.

"Oleh karenanya, Kemenhub akan melakukan suatu program padat karya di selatan Jawa dan dan selatan Sumatera dan tentunya bekerja sama dengan mensos [Menteri Sosial], Mendes [Menteri Desa] untuk memberikan satu pertolongan bagi mereka [nelayan]," kata dia.

Baca juga artikel terkait GELOMBANG TINGGI atau tulisan lainnya dari Shintaloka Pradita Sicca

tirto.id - Sosial budaya
Reporter: Shintaloka Pradita Sicca
Penulis: Shintaloka Pradita Sicca
Editor: Addi M Idhom