tirto.id - Pangsa pasar industri perbankan syariah Indonesia mulai meningkat. Namun, jika dilihat dari potensinya yang besar, pangsa pasar perbankan syariah Indonesia masih belum optimal.
Asosiasi Bank Syariah Indonesia (Asbisindo) mencatat, pangsa pasar perbankan syariah saat ini jumlahnya telah mencapai 5 persen dari total pasar bank secara keseluruhan di Indonesia. Angkanya diprediksi bisa naik menjadi lebih dari 7 persen.
“Angka pangsa pasar sekitar 7 persen itu secara jumlah persentase memang masih kecil. Tapi kalau dari sisi berbeda, peluang perbankan syariah bisa berkembang di atas itu,” ucap Plt Ketua Asbisindo Hadi Santoso dalam acara Indonesia Banking Expo 2017 di Jakarta Convention Center, Jakarta pada Rabu (20/9).
Baca juga: Benarkah Indonesia Negara dengan Jumlah Muslim Terbesar?
Asbisindo optimistis dengan target tersebut, mengingat jumlah pemeluk agama Islam di Indonesia yang relatif besar. Bersama dengan Uni Emirat Arab, Kuwait, Bahrain, dan Qatar, Indonesia memang dikelompokkan sebagai negara yang berpotensi besar dalam memengaruhi keuangan syariah global.
Pada Islamic Financial Services Board (IFSB) Financial Stability Report 2017, Indonesia juga disebutkan mengalami ekspansi pada pasar utama dari perekonomian syariah.
Hadi menilai salah satu cara yang harus dilakukan guna mencapai target tersebut ialah terus berinovasi. Dirinya pun mengimbau agar industri perbankan syariah mampu menghadirkan produk yang relevan bagi masyarakat. “Layanan tidak boleh kalah dengan perbankan konvensional. Perbankan syariah harus bisa melayani masyarakat dan pemerintah dalam transaksi keuangan,” kata Hadi.
Hadi menyebutkan setidaknya ada tiga isu utama dalam industri perbankan syariah tanah air, yakni sumber daya manusia (SDM), inovasi produk, dan pengembangan industri. “Untuk memperbesar customer based dari lembaga keuangan syariah, perbankan syariah perlu bersinergi dalam menggunakan teknologi,” ujar Hadi lagi.
Prospek Industri Perbankan Syariah
Dalam Global Islamic Finance Report 2017, disebutkan bahwa aset keuangan syariah secara global pada 2016 mencapai 2,3 triliun dolar AS. Pada 2021 mendatang, diprediksi angkanya meningkat menjadi 3 hingga 4 triliun dolar AS.
Sebesar 75 persen aset keuangan syariah masih merupakan kontribusi dari industri perbankan. Besaran totalnya secara global disebutkan mencapai 1,5 triliun dolar AS. Sementara outstanding sukuk secara global telah mencapai 315,8 miliar dolar AS atau setara dengan 15 persen dari kontribusi. Sisanya sebanyak 10 persen adalah berbentuk reksadana syariah, asuransi syariah, dan lainnya.
Berdasarkan data yang dihimpun Otoritas Jasa Keuangan (OJK), pertumbuhan industri keuangan syariah nasional sendiri pada tahun lalu adalah sebesar 29,84 persen. Angka tersebut diklaim cukup memberikan kontribusi bagi pemenuhan kebutuhan keuangan masyarakat dan juga bagi pembangunan ekonomi nasional.
“Hal ini ditunjukkan dengan dengan semakin banyaknya produk dan layanan, serta berkembangnya infrastruktur yang mendukung industri keuangan syariah di Indonesia,” ucap Wakil Ketua Dewan Komisioner OJK Nurhaida.
Baca juga: Untung Rugi Kartu Kredit Syariah
Nurhaida memaparkan bahwa total aset, pembiayaan yang diberikan (PYD) dan dana pihak ketiga (DPK) industri perbankan syariah (Bank Umum Syariah), Unit Usaha Syariah, dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah per Juli 2017 terus menunjukkan peningkatan. Masing-masing peningkatannya adalah sebesar Rp388,65 triliun, Rp271,83 triliun, dan Rp312,91 triliun.
“Pertumbuhannya berturut-turut adalah 23,79 persen, 19,99 persen, dan 26,34 persen secara year-on-year. Market share perbankan syariah kini telah mencapai 5,46 persen dari total industri perbankan atau senilai Rp388,65 triliun,” ungkap Nurhaida.
OJK berharap perbankan syariah bersinergi dengan Industri Keuangan Non Bank (IKNB) syariah dan pasar modal syariah agar bisa meningkatkan peran pada perekonomian. “Perbankan syariah merupakan industri yang langsung bersentuhan dengan sektor riil, sehingga diharapkan dapat menjadi lokomotif pembangunan ekonomi syariah dan ekonomi nasional,” ucap Nurhaida.
OJK sendiri mengklaim telah menyiapkan tiga pilar utama arah pengembangan sektor jasa keuangan syariah di Indonesia. Adapun ketiga pilar tersebut merupakan bagian dari Master Plan Jasa Keuangan Indonesia periode 2015-2019. Melalui tiga pilar yang mengatur stabilisasi, kontributif, dan inklusif, sektor jasa keuangan syariah diharapkan mampu memiliki daya tahan terhadap goncangan yang datang, baik dari domestik maupun eksternal.
Agar mampu berperan optimal, sejak pertama kali digagas di Indonesia pada dekade ’90-an, sektor jasa keuangan syariah telah memiliki badan pengawas sendiri. Oleh karenanya, nilai-nilai keislaman dinilai dapat terus terjaga serta mementingkan kemaslahatan orang banyak.
“Perbankan syariah itu ada pengawasan langsung oleh OJK, Dewan Pengawas Syariah, dan ahli-ahli fiqih yang telah teruji dan mempelajari bagaimana hukum-hukum Islam dapat menjadi value,” ujar Hadi.
Sayangnya, berbagai upaya tersebut masih belum memberikan hasil yang signifikan. Nyatanya, meski Indonesia memiliki jumlah penduduk muslim terbesar di dunia, industri perbankan syariahnya baru berhasil menggaet pangsa pasar 5 persen.
Penulis: Damianus Andreas
Editor: Nurul Qomariyah Pramisti